"Mengapa Daphne tersenyum padamu?!" dia menatapku tajam.
"Mana kutau" aku menjawab dengan wajah datar.
"Oi Theo tenanglah, dia kan memang ramah pada semua orang" Zabini menepuk-nepuk bahu Nott.
"Kau benar Blaise aku saja bingung sebenarnya dia itu murid slytherin apa hufflepuf" Draco memasang gaya berpikir.
"Benarkah? Aku malah baru tau dia murid slytherin" aku melipat kedua tangan di depan dada, berterus terang.
Mereka malah menatapku dengan tatapan 'Yang benar saja?!'
"Sudahlah, ayo ke great hall. Aku sudah lapar" Crabbe mengelus perutnya, kata-katanya di setujui Goyle dengan mengangguk.
Lalu kami berjalan bersama menuju great hall dengan Nott yang merajuk.
"Sudahi itu, sungguh tidak cocok" celetuk ku.
Draco dan Zabini terkekeh melihat Nott yang malah memalingkan wajahnya.
Aku hanya bisa menghela nafas kasar.
Masuk ke great hall lalu berjalan menuju meja slytherin. Sudah diisi sebagian oleh murid-murid botak itu.
"Apa kabar?" seseorang di sebelahku bertanya begitu aku duduk.
Siapa dia?
"Baik, bagaimana kabarmu?" aku tersenyum berbasa-basi walau tak kenal.
"Baik juga" dia ikut tersenyum.
Sudah begitu saja entahlah.
Aku memalingkan wajahku ke depan. Zabini bertanya lewat tatapan matanya. Aku menggedikan bahu.
Di awali dengan ocehan pak tua tentang tugas kedua. Lalu makanan pun muncul.
Mengambil makanan masing-masing satu seperti biasa, lalu memakannya dengan perlahan.
Jika tidak nanti-
"Uhuk uhuk" begitu.
"Ini ini minum" Zabini memberikan minum pada Nott.
Sedangkan Draco, Goyle, dan Crabbe malah tertawa terbahak. Disusul kekehan Zabini akhirnya. Aku hanya melihat mereka datar.
Aku hanya ingin bilang saat bersama teman makanlah secara perlahan, karna teman itu sering melawak tak kenal tempat. Lalu kau terbahak dan tersedak.
Nott buktinya. Dia bercucuran air mata sekarang.
Menyedihkan.
Aku menggeleng pelan melihatnya.
Setelah piring-piring berisi makanan itu habis dan para murid selesai makan. Sisa-sisa makanan itu menghilang. Lalu muncul makanan penutup.
Aku mengambil satu puding coklat. Hanya itu saja.
Setelah selesai aku berdiri berniat menghampiri Pottah di meja griffindor.
"Hai Arlynx" aku hanya mengangguk sambil tersenyum menanggapi para gadis yang menyapa itu.
"Pottah, ikut aku" aku berdiri di belakang Weasley yang duduk berhadapan dengan Pottah.
Begitu mendengar suaraku tubuh Weasley ini langsung menegang. Granger terlihat gelisah sedang Pottah matanya kesana kemari enggan menatapku. Aku menatap itu semua datar.
Tapi pada akhirnya dia berdiri juga, walau ragu-ragu.
Aku berjalan duluan memimpin. Aku sadar, saat ini kami menjadi bahan tontonan. Beberapa orang sampai para prof bahkan menghentikan makan mereka melihat aku berjalan menghampiri meja griffindor.
Aku membawa Pottah keluar great hall. Begitu menemukan kelas kosong aku masuk kesana disusul Pottah.
"Bagaimana kabarmu?" aku bersender pada dinding sambil melipat kedua tanganku.
"Briliant" katanya setelah matanya menatap kesana kemari.
"Kau sudah tau petunjuk tugas kedua Pottah?" aku menatap dia menyelidik.
"Aku baru mendengar apa yang telur itu simpan tadi sore" katanya dengan wajah lelah.
"Lalu, apa katanya?"
"Mengapa kau ingin tau?" dia menatapku tajam.
Apa-apaan dia itu?
Aku menurunkan tanganku.
"Aku hanya ingin membantu"
"Oh benarkah? Bukankah kau ingin memberi tau kekasih baru mu itu?"
"Hah? Apa-apaan kau? Aku dan Fleur tak pernah membahas tentang triwizard" aku kesal sungguh.
"Hei aku begini karna ayah menyuruhku! Jika kau tak ingin di bantu ya sudah!" suaraku meninggi.
Setelah itu aku berjalan keluar ruangan.
"Tunggu Lynx!" begitu tanganku menggapai knop pintu dia memanggil.
Voment
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirius Son ɪv (end)
FanfictionTahun keempat Arlynx di Hogwarts dipenuhi dengan kata umpatan pada orang-orang kementrian sihir. Di tahun ini, Arlynx selalu membantu Harry Potter yang mungkin membuat hubungan keduanya semakin erat. Sirius Son ɪ (end) Sirius Son ɪɪ (end) Siriu...