62

192 35 0
                                    

Daripada menghabiskan tenaga untuk berjalan dari lapangan quidditch ke menara gryffindor. Lebih baik menggunakan sapu, lagipula nimbus 2001 tersimpan rapi jarang dipakai. 

Masa bodoh dengan aturan tidak boleh menggunakan sapu di lorong sekolah. Kembar Weasley pun sering melakukannya untuk melakukan kejahilan-kejahilan, di situasiku ini kan darurat. Parah sekali jika aku terkena detensi.

Terbang di lorong juga bukan masalah sulit. Karena sepi tak ada seorang pun, mungkin sedang beristirahat karna teriak menyemangati juga butuh tenaga.

Terbang berdiri memang yang terbaik. Sekarang aku sedang terbang menuju ke atas, tak usah mengikuti tangga yang jumlahnya tak perlu diitung.

Ke atas, lurus lalu berbelok dan sampailah aku di depan lukisan wanita gemuk.

Si wanita yang bersiap akan bernyanyi mendadak tidak jadi dan mengalihkan atensinya padaku. Aku turun dari sapu lalu memegangnya dengan tangan kananku. Aku memegangnya seperti menenteng tas belanjaan.

"Kau mirip dia!" katanya tiba-tiba sambil menunjuk aku dengan telunjuknya.

Hah?

Maaf-maaf saja aku lebih tampan dari ayahku. Tentu saja dia sedang membicarakan ayah, bukan?

Aku hanya menatap lukisan itu datar tanpa niat untuk menjawab kata-katanya.

"Baiklah lupakan itu, apa tujuan murid asrama lain kesini?"

"Akan lebih baik jika kau tanyakan pertanyaan itu pada murid asrama mu " kata ku dengan senyum terpaksa.

"Tapi itu akan membuang waktu, lebih baik kau panggil Pottah kemari"

"Dan kenapa aku harus melakukannya?" dia menelisik wajahku.

Ck, lukisan saja banyak tingkah.

Aku beradu tatapan tajam dengan lukisan itu. Baru kali ini aku sangat geram pada lukisan.

Tenanglah Lynx! Menghela nafas membuatku berpikir jernih, benar aku sedang kesal pada Pottah karna itu semuanya jadi menjengkelkan.

Tiba-tiba pintu asrama itu terbuka, membuat aku menghentikan tatapan mengerikan ini. Ada orang yang akan keluar. Kebetulan.

Kembar? Mungkin, aku baru melihat mereka, bukan Weasley yang ini perempuan.

Mungkin saking terkejutnya karna aku berdiri di depan pintu asramanya, mereka berdua sampai-sampai melotot dengan mulut terbuka.

"Em permisi" aku melambaikan tangan kiri ku di depan wajah mereka berdua.

Shh, ayolah. Mereka tidak bergerak.

"Arlynx" kata keduanya berbisik.

"Ya?" aku mengangkat satu alis bingung.

Mereka hanya diam dengan posisi mereka tadi. Karna jengkel aku mengalihkan atensiku pada belakang mereka. Tepatnya pintu asrama yang masih terbuka.

Ah, terlihat. Pottah sedang merayakan kemenangannya ya. Pantas saja, padahal kemarin mereka menjauhinya. Hahh dasar manusia.

Tapi aku tidak menemukan Pottah. Disana hanya sekumpulan orang yang berkerumun. Apa Pottah yang dikerubuni itu atau bagaimana. Tapi jika disana ada Pottah untuk apa kembar ini keluar?.

Hmm, mungkin sudah selesai.

Aku mengalihkan atensiku pada kembar ini. Ternyata mereka sedang menatapku dengan lekat, ya ampun aku tidak sadar.

Atau mungkin pura-pura tidak sadar? Ntahlah.

Aku tau kok saat berpikir wajahku memang lebih tampan haha.

"Anu, bisa tolong panggilkan Pottah" dilengkapi senyum manis aku meminta tolong kepada mereka.

Ditanggapi dengan anggukan malu-malu, lalu mereka berlari masuk kedalam memanggil Pottah tidak ingin membuatku menunggu mungkin?

Padahal tanpa mereka sadari tadi sudah membuatku menunggu. Yah aku bersyukur, mereka keluar ruangan jika tidak mungkin sampai saat ini aku masih beradu tatap dengan lukisan itu.

Ck, mengingatnya lagi membuatku kesal. Sudah begitu, pintu asramanya tertutup lagi membuatku kembali bertemu dengan si wanita gendut.

"Kau mencurigakan anak muda" katanya dengan tatapan tajam.

Dipikir aku peduli? Padahal aku sedang berusaha menolong salah satu murid asramanya.

Voment

Yo,
Lama nggk berjumpa,
asek ni hehe

Sirius Son ɪv (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang