17. Terima Kasih

241 27 3
                                    

Ruangan yang berwarna abu-abu dan biru itu tampak kontras. Gorden putih yang menutupi jendela sedikit terbuka dan memberikan celah sedikit untuk matahari menyelinap. Suara detik jam dan pendingin ruangan menyapu telinga.
Dibalik selimut tebalnya Kaitlin masih asyik meringkuk. Sampai matahari sedikit menciumnya, baru Kaitlin menggeliat dan membuka matanya.

Nyawanya masih belum terkumpul. Ia mengedarkan pandangannya dan kembali menutup mata. Sampai saat ia mengingat semalam dirinya berakhir di club, ia langsung terduduk dan bangun.

“Mampus gue!” Pekiknya.

Kaitlin menurunkan pandangan ke arah tubuhnya. Menyingkap selimut dan melihat baju yang ia gunakan semalam sudah terganti. Pikirannya bercabang kemana-mana. Sampai ia belum menemukan ide siapa yang membawanya pulang, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan memperlihatkan Zivia disana. Membawa nampan berisi susu beruang dan sereal untuk menghilangkan hangovernya semalam.

Kehadiran Zivia membuat Kaitlin bingung “Lo ngapain, Ziv, disini?”

“Minum berapa botol lo?” Tanpa mengindahkan pertanyaan Kaitlin, Zivia langsung menyambar pertanyaan itu dan meletakkan nampan di sebelah Kaitlin.

Kaitlin terdiam membuat Zivia menatapnya dingin “Gue nanya, lo minum berapa botol sampe-sampe lo teler semalam?”

Kalau begini, Zivia pasti kesal “Nggak banyak”

“Kalau nggak banyak, nggak mungkin lo pulang-pulang di antar sama orang. Mending di antar pulang, kalau lo kenapa-kenapa, gimana? Siapa yang mau di salahkan?” Omel Zivia panjang lebar.

“Ya maaf, Ziv”

Kaitlin meraih susu yang ada di sampingnya dan menatap Zivia “Ini boleh gue minum?”

“Emang buat lo” Kemudian Kaitlin meminum susu beruang itu hingga tersisa setengah.

“Untung lo nggak kenapa-kenapa, Lin. Apa sih, yang ada di dalam kepala lo sampe lo nekat ke club sendirian?”

Kaitlin mengesah nafasnya pelan dan meletakkan gelas susunya “Gue capek, Ziv” mendengar penuturan Kaitlin membuat Zivia berdecak

“Kalau capek ya istirahat, Lin. Bukan malah nekat ke club sendirian. Kalau ada apa-apa kita nggak bisa menyalahkan siapa-siapa. Mau nyalahin siapa? Raja?”

“Nggak usah bawa-bawa Raja deh, Ziv”

“Ya karena gue tau, alasan lo capek ya cuma karena mikirin Raja. Nggak ada yang lain”

Zivia menggenggam tangan Kaitlin “Come on, Lin, lo nggak bisa terus-terusan begini. Lo menghabiskan waktu lo kerja, kerja, kerja doang. Lo nggak pikirin kesehatan lo”

“Gue tau Raja bagian dari hidup lo, tapi jangan sampai begini dong, Lin. Lo buat orang lain khawatir tau nggak. Gue nggak tau lagi deh kalau lo sampai kenapa-kenapa” Zivia mengesah nafasnya pelan.

Kaitlin mulai berpikir, siapa yang membawanya pulang ke rumah. Ia mengingat, sebelum ia benar-benar tidak sadarkan diri, ia bersama dengan laki-laki yang mengantarnya menuju parkiran mobil.

“Yang bawa gue kesini, siapa?”

“Dwiky” Satu nama yang Zivia ucapkan membuat Kaitlin membekalkan matanya

“Hah? Dwiky? Serius lo?”

“Serius. Ngapain gue bohong sama lo. Untung ada dia, Lin, kalau nggak, sudah habis kali lo”

Kaitlin hanya terdiam mendengar penuturan Zivia “Ngapain dia ada di sana”

“Kepo banget lo”

“Apapun alasannya, lo harus mengucapkan terima kasih sama dia. Karena dia sudah menyelamatkan lo” Sambung Zivia lagi.

Can We? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang