Keadaan Kaitlin masih sama seperti kemarin. Hanya saja, Kaitlin masih memanipulasi dirinya sendiri. Kaitlin mengaku bahwa ia baik-baik saja. Kaitlin pagi ini berangkat lebih dulu di banding Zivia. Ia berasalan bahwa pekerjaannya banyak hari ini. Padahal, Kaitlin sudah menyelesaikan semua pekerjaannya kemarin.
Keadaan kantor masih sangat sepi. Kaitlin memasuki ruangannya dan menemukan tas lengkap beserta isinya. Kaitlin bahkan melupakan tas dan ponsel yang ia rasa sudah tidak gunanya lagi untuk di cari.
Kaitlin menyalakan ponselnya dan menemukan ratusan panggilan tak terjawab dan puluhan pesan dari Zivia dan... Dwiky.
Kaitlin sampai lupa, bahwa Dwiky adalah kekasihnya saat ini. Kaitlin lupa untuk mengabari Dwiky. Dan sangkin hancurnya karena Raja, Kaitlin benar-benar melupakan Dwiky.
Kaitlin bingung, siapa yang membawa tas ini dan mengembalikan tas ini disini. Kaitlin mengedarkan pandangannya, tidak ada yang aneh dari ruangannya.
Kaitlin mencoba menghubungi Dwiky, namun belum sempat berdering, Dwiky masuk ke dalam ruangannya dengan raut wajah yang tidak bisa di artikan.
“Kamu kemana semalam nggak kasih aku kabar?” Ujar Dwiky dingin. Kaitlin cukup was-was, karena ini kali pertama Kaitlin melihat Dwiky berujar sedingin ini.
“Maaf, tas ku hilang semalam”
“Harusnya kamu bisa kasih aku kabar lewat Zivia. Bukannya kamu ada di rumah Zivia semalam?”
“Maaf, Ky” Kaitlin menundukkan kepalanya.
“Bahkan kamu nggak berniat sedikitpun untuk mengabari aku, Lin”
Dwiky melirik ke arah tas yang berada di atas meja Kaitlin “Bahkan kamu nggak perduli sama isi tas kamu. Nggak perduli siapa yang bawa dan kenapa bisa ada di ruangan kamu”
Kaitlin menatap Dwiky “Aku yang bawa” Ucap Dwiky
“Dimana?”
“Di dekat cafe tempat kamu dan Raja bertemu” Kaitlin terkejut Dwiky mengetahui pertemuannya dengan Raja
“Bahkan kamu nggak mau jujur kalau kamu bertemu Raja. Kamu anggap aku apa, Lin?”
Kaitlin tergagap, ia bingung harus menjawab apa kepada Dwiky “Aku cuma nggak mau kamu salah paham kalau aku kasih tau aku ketemu Raja semalam”
“Kamu nggak kasih aku kabar dan tiba-tiba bertemu Raja malah membuat aku jauh lebih salah paham” Nada bicara Dwiky masih sangat dingin.
“Aku cuma bertemu untuk mengakhiri hubungan kami. Nggak lebih, Ky”
“Dan kamu hancur” Ujar Dwiky. Telak. Dwiky mengetahui kehancurannya
“Aku ada di sana, Lin. Menyaksikan kehancuran kamu karena Raja. Aku sakit, bahkan kamu nggak mau melibatkan aku sama sekali”
“Apa karena kamu hanya jadikan aku pelampiasan?”
Kaitlin menggelengkan kepalanya “Nggak, Ky, nggak begitu”
“Tatapan kamu ke Raja, cara kamu hancur. Itu semua menjelaskan bahwa aku masih kalah”
“Bagaimana aku memenangkan kamu kalau kamu nggak mengizinkan aku ada di saat kamu hancur?” Ujar Dwiky dengan nada dingin namun lirih
“Aku cuma nggak mau membebani kamu, Ky”
Dwiky berdecih “Kamu sadar, jawaban kamu barusan benar-benar menjatuhkan harga diri aku. Sebagai seorang pacar, kamu sungkan membebani aku membuat aku perlu pikirkan hubungan macam apa yang sedang kita jalin ini”
Kaitlin diam mencerna kalimat yang keluar dari bibir Dwiky.
“Terus, kamu maunya gimana?” Mendengar pertanyaan Kaitlin membuat Dwiky tidak habis pikir. Bagaimana mungkin Kaitlin tidak mengerti maksudnya.
“Hubungan kita bahkan belum genap seminggu, tapi aku sudah kesakitan begini” Dwiky mengalihkan wajahnya agar tidak menatap wajah Kaitlin
“Maaf kalau kamu sakit karena aku, Ky. Tapi aku benar-benar sayang kamu dan nggak mau kamu pergi” Jawaban itu mungkin membuat Dwiky goyah dan melunak
“Jangan tinggalkan aku” Satu kalimat itu mampu membuat Dwiky membalikkan badan dan meredam emosinya.
Dwiky menatap Kaitlin dan mengangkat dagu gadis itu agar Kaitlin menatapnya “Kamu hanya perlu beradaptasi dengan keberadaan aku, Lin. Kalau kamu nggak mengizinkan aku untuk tau kamu lebih dalam, aku nggak akan pernah bisa bantu kamu lupakan Raja. Aku nggak akan pernah bisa memenangkan kamu”
Dwiky memeluk Kaitlin “Jangan pernah berpikir kalau kamu adalah beban dan masalah kamu membebani aku. Sama sekali nggak, Lin. Aku selalu senang direpotkan, apalagi yang merepotkan ku itu kamu”
Di dalam pelukan Dwiky, Kaitlin berusaha mengangguk “Sekali lagi, aku minta maaf sama kamu. Mulai hari ini, aku akan selalu kasih kabar sesempatku, dan berbagi hal sedih atau senangku ke kamu”
Lagi-lagi, Kaitlin memanipulasi dirinya sendiri. Kata-kata yang barusan ia keluarkan hanya semata agar Dwiky tidak meninggalkannya. Kaitlin tidak mau sendirian.
***
Raja menyusuri lorong rumah sakit untuk menemui Lily. Setelah sampai di depan ruangan Lily, Raja mengetuk pintu hingga suara dari dalam mempersilahkan ia masuk.
“Hai, Ja, gimana keadaan kamu?” Ujar Lily dengan segala aktifitasnya membaca data-data pasien yang di tanganinya.
“Kacau, Ly”
Lily melirik ke arah Raja “Jangan terlalu di pikirkan, Ja. Kamu pasti bisa lewati semuanya”
Lily meraih satu bundel kertas berisi daftar riwayat perkembangan pasien dan duduk di hadapan Raja. Membaca dengan teliti dan menatap Raja yang masih bolak balik menatap dirinya dan ponsel miliknya bergantian.
“Kamu sudah menceritakan semuanya kepada Kaitlin maupun Tiffany?”
“Sudah, tapi belum semuanya. Aku hanya ceritakan rencana pernikahan kita. Selebihnya, biarkan mereka tau sendiri”
Lily menghela nafasnya pelan “Aku jadi nggak enak sama mereka, Ja”
“Jangan khawatir, mereka akan baik-baik saja”
Raja menghela nafas “Jadi, ada perkembangan”
Lily menggelengkan kepalanya “Memburuk, Ja. Sepertinya hal ini akan berlangsung agak panjang dan lama”
Tatapan Raja kembali kosong. Dan ia menyenderkan tubuhnya begitu saja.
***
Tiffany berjalan menuju ruangan Kaitlin. Sebentar lagi, jam makan siang di kantor Kaitlin. Kemungkinan besar, Zivia juga akan ada di sana.
Tiffany memasuki ruangan Kaitlin dan memperlihatkan gadis itu tengah menyibukkan diri dengan data-data dan pekerjaan yang baru saja datang.
Melihat siapa yang datang, membuat Kaitlin menghentikan aktivitasnya dan tersenyum ke arah Tiffany.
“Hai, Ti, tumben? Duduk, duduk” Kaitlin meminta untuk Tiffany duduk di hadapannya.
“Kebetulan lewat”
Tiffany meletakkan paper bagnya di atas meja Kaitlin “Gue bawakan lo sushi untuk makan siang”
“Waah, thankyou” Kaitlin meraih paper bagnya dan meletakkan paper bag itu di sampingnya.
Tiffany menelisik keadaan mata Kaitlin yang sembab. Mau setebal apapun make up yang Kaitlin poles di wajahnya, Kaitlin tidak pernah bisa menghilangkan jejak kesedihan di mata dan wajahnya dari Tiffany
“Lin” Mendengar namanya di panggil, Kaitlin berdeham dan menoleh ke arah Tiffany.
“Gue mau minta maaf sama lo, Lin”
Kaitlin mengernyitkan dahinya. Pura-pura tidak tau kemana arah percakapan ini akan bermuara.
“Untuk?”
“Pembelaan gue terhadap Raja” Setelah mendengar ucapan Tiffany, Kaitlin langsung merapikan kertas kertas yang ada di hadapannya dan membuka kaca mata yang sedari tadi bertengger di pangkal hidungnya
“Kenapa lo harus minta maaf? Ini bukan salah lo, Ti. I’m oke”
“Pembelaan gue ke Raja termasuk hal yang menghambat lo untuk melupakan Raja. Gue masih berkali-kali mengingatkan bahwa Raja memang terbaik buat lo. Tapi nyatanya, gue salah. Gue pun nggak tau dia akan memutuskan menikah dengan perempuan lain yang bukan lo”
“Karena sebelum dia hilang, dia berencana melamar lo dan gue kira, setelah dia kembali nanti, dia akan melanjutkan niatnya untuk menikahi lo. Tapi, dugaan gue salah”
Kaitlin mengernyitkan dahinya “Melamar?”
Tiffany mengangguk “Iya, melamar. Malam itu Raja sudah menyiapkan semuanya. Bahkan gue yang temani Raja untuk beli cincin untuk lo”
“Gue nggak pernah tau apa yang merubah Raja. Cuma ada satu hal yang nggak berhak gue kasih tau ke lo dan Raja minta untuk gue nggak kasih tau lo. Cuma dia yang berhak untuk kasih tau lo salah satu alasan itu. Selebihnya, gue nggak tau apa-apa”
“Jangan buat gue penasaran, Ti”
“Maaf kalau lo penasaran. Tapi gue bilang ini supaya lo nggak salah paham sama gue”
Tiffany meraih tangan Kaitlin “Setelah ini, gue akan mendukung lo dengan siapapun asal lo bahagia, Lin”
Kaitlin meraih tangan Tiffany yang ada di atas tangannya “Thankyou, Ti. Gue ngerti”
Zivia masuk ke dalam ruangan Kaitlin dan mendapati keberadaan Tiffany disana. Senyumnya seketika hilang ketika melihat Tiffany.
“Gue tunggu di kantin, Lin” Sebelum beranjak, Kaitlin memanggil Zivia.
“Ziv, sini dulu. Main pergi aja”
Mau tidak mau, Zivia menghampiri mereka berdua. Kaitlin menyerahkan paper bag yang di bawakan Tiffany tadi.
“Buat lo, dari Tiffany”
“Apaan nih?”
“Sushi” Jawaban singkat dari Kaitlin membuat Zivia melirik ke arah Tiffany
“Sogokan nih?”
Kaitlin terkekeh “Niat baik teman itu nggak boleh di ambil kesimpulan sepihak”
“Meskipun benar” Lanjut Kaitlin membuat Zivia terkekeh.
“Tiffany kesini untuk minta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi diantara kita”
“Tuh, kan, beneran sogokan” Ujar Zivia membuka paper bagnya
“Gue minta maaf, Ziv” Ujar Tiffany
“Iya, tau, gue udah maafin lo, kok. Santuy”
Tiffany menggeleng “Nggak, bukan untuk hal itu. Tapi sorry, sushi ini buat Kaitlin, bukan buat lo”
Zivia menatap Tiffany “Baru baikan langsung ngeselin ya anda ibu”
Melihat hal itu, Kaitlin terkekeh. Namun dalam hatinya paling dalam, mengetahui malam sebelum Raja menghilang laki-laki itu akan melamarnya, membuat ia penasaran setengah mati. Dan alasan yang Tiffany sebutkan tadi membuat ia semakin bingung.
Apa yang Raja sembunyikan darinya.
Dalam benaknya, ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia harus mencari tau kebenarannya? Atau membiarkan hal itu begitu saja karena ia sudah terlalu hancur? Atau melupakan semua tentang Raja dan mencoba untuk tidak perduli demi menghargai Dwiky?
Semua pertanyaan itu kemudian akan mendapatkan jawabannya sebentar lagi. Hanya sebentar lagi.***
Selamat membaca
Big Love
Cayon!
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We? [Completed]
Teen FictionCinta akan membawamu pulang kepadaku. Meskipun langkahmu sudah terlalu jauh, aku yakin, kau akan kembali pada orang yang kau sebut rumah, yaitu aku.