Hujan sudah mulai reda, hening menyambut ketika suara gemercik air pun tak lagi terdengar. Kaitlin menyeret langkahnya pelan. Kakinya memerah karena tak lagi menggunakan alas kaki. Alas kaki yang ia kenakan ia lempar begitu saja karena mempersulit langkah kakinya.
Kaitlin bahkan meninggalkan tasnya begitu saja berikut isinya. Kaitlin hanya ingin sampai rumah saat ini. Kaitlin tidak lagi memikirkan apapun kecuali kehancurannya.Kaitlin memasuki area rumahnya. Ia terus berjalan tanpa menyadari bahwa Zivia ada disana menggedor pintu rumahnya kencang.
Saat kakinya menyentuh anak tangga, Zivia menoleh ke arah Kaitlin yang seolah tak bernyawa.
“Ya ampun, Lin, kenapa bisa begini?” Zivia memegang kedua bahu Kaitlin. Tatapan Kaitlin masih kosong dan membuat Kaitlin tidak mengeluarkan kalimat apapun.
Seolah mengerti, Zivia hanya menghela nafasnya. Padahal, ia sudah panik setengah mati.“Kunci rumah lo mana?” Kaitlin hanya menggelengkan kepalanya lemah
“Tas lo?”
“Gue tinggal, nggak tau dimana”
“Ya ampun, Lin. Pantas telfon gue nggak nyambung ke lo. Untung gue kesini”
Zivia hanya menghela nafasnya kasar “Ke rumah gue aja kalau gitu, ya?”
Kaitlin hanya menganggukkan kepalanya dan mengikuti kemana Zivia akan membawanya. Kaitlin masih betah dengan tatapan kosongnya meski mereka sudah sampai di rumah Zivia.
“Lo mandi dulu, nanti baru lo boleh cerita sepuas lo, hmm?” Ujar Zivia menatap Kaitlin yang hanya menganggukkan kepalanya dan bergegas membersihkan diri.
Zivia mengirimkan pesan kepada Keira bahwa Kaitlin sedang kacau dan berada di rumahnya. Zivia meminta Keira untuk mengabari Tiffany karena sejak di rumah sakit tempo hari, mereka berdua ternyata belum juga berbaikan.
Seperti biasa, Zivia akan menyiapkan coklat hangat untuk Kaitlin setelah gadis itu selesai membersihkan diri. Zivia menunggu Kaitlin keluar dari kamar mandi setelah satu jam lamanya.
Setelah satu jam, Kaitlin baru keluar dari kamar mandi dengan keadaan mata yang sembab. Zivia hanya diam menatap Kaitlin begitu. Ia sudah menduga, pertemuan Kaitlin dan Raja akan membuat efek patah hati yang amat dalam bagi sahabatnya.
“Gue sudah minta Keira dan Tiffany datang. Mana tau lo mau di temani”
Kaitlin meraih gelas coklat panas dan menyeruputnya “Sekarang malah gue lebih pingin sendirian”
Tidak lama setelah itu, Keira datang bersama Tiffany. Tiffany enggan menyapa Zivia lebih dulu. Kedinginan masih menyeruak diantara mereka berdua.
“Lo kenapa?” Keira berinisiatif bertanya lebih dulu.
“Ada dua point yang belum gue ceritain ke kalian berdua” Ujar Kaitlin sambil menatap Keira dan Tiffany bergantian. Sadar ada yang aneh, Tiffany langsung mendekat ke arah Kaitlin.
“Mata lo kenapa? Habis nangis, ya?” mendengar pertanyaan Tiffany membuat Kaitlin hanya mampu mengangguk dengan senyum setipis mungkin. Zivia hanya berdecih mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Tiffany
“Jadi, apa yang buat lo begini?”
Kaitlin meletakkan gelasnya dan menghela nafas “Gue jadian sama Dwiky”
Satu kalimat itu membuat ekspresi wajah Keira dan Tiffany tampak berbeda seratus delapan puluh derajat. Keira tampak senang dan Tiffany tampak sebaliknya.
Di lihat dari ekspresi Tiffany, sepertinya Tiffany belum mengetahui kebenaran pasal Raja.“Wah, kapan?” Tanya Keira antusias
“Baru dua hari”
“Kenapa akhirnya lo memutuskan untuk jadian sama Dwiky?” Pertanyaan dari Tiffany yang tanpa ekspresi memancing mereka untuk menoleh ke arah Tiffany.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We? [Completed]
Teen FictionCinta akan membawamu pulang kepadaku. Meskipun langkahmu sudah terlalu jauh, aku yakin, kau akan kembali pada orang yang kau sebut rumah, yaitu aku.