42. Perlahan Kembalinya Harapan

206 27 12
                                    

Suara gemercik air terdengar dari dalam kamar mandi. Air shower membasahi seluruh tubuh seorang pria yang sedang merasakan segarnya membersihkan tubuh di pagi hari. Raja menyisir rambutnya dengan jemarinya. Sesekali menyeka wajahnya dan merasakan dingin yang menyentuh kulit putih bersihnya.

Dirasa sudah cukup, Raja mematikan shower dan bergegas mengeringkan tubuhnya. Berbalutkan celana santai selutut, Raja mengeringkan rambutnya dengan handuk sampai ia mendengar pintu apartemennya diketuk dari luar. Dengan santai, Raja berjalan ke arah pintu. Saat Raja membuka pintu, sepasang sejoli ini datang ke apartemennya tanpa berkata apapun pada Raja.

“Selamat pagi, Raja” Ujar Tiffany semangat dengan mengangkat dua kantung plastik bermerk salah satu supermarket besar ke depan wajah Raja. Raja menoleh ke arah Samudra yang juga membawa dua kantung plastik di belakang Tiffany.

“Kalian berdua ngapain disini?”

“Main aja, nggak boleh memangnya?” Ujar Tiffany langsung memasuki apartment Raja dan membiarkan laki-laki itu terdiam dengan handuk di lengannya.

Raja menatap Samudra yang juga ikut masuk dengan menggedikkan kedua bahunya. Rajapun menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. Kenapa dua manusia ajaib ini bisa tiba di sini di jam sepagi ini.

Sembari berjalan, Raja melihat Tiffany dan Sam sedang memindahkan buah dan sayur-sayuran yang mereka beli ke dalam mesin pendingin milik Raja. Raja hanya diam dan beralih menuju sofa dan menyalakan televisi yang bahkan tidak pernah ia tonton.

“Mulai sekarang, kamu harus makan makanan yang sehat, Ja. Jangan fast food terus. Dari dulu kamu kebiasaan makan makanan cepat saji. Jadi sekarang dampaknya” Ujar Tiffany sambil membereskan belanjaannya sembari mengomel tanpa menatap Raja.

“Hari ini aku masakin kamu makanan yang enak dan sehat. Itu tujuan aku dan Sam datang pagi-pagi begini, supaya kamu bisa sarapan tepat waktu”

Samudra hanya meringis mendengar omelan Tiffany yang tidak berhenti dari tadi. Padahal omelan itu bukan untuk dirinya, melainkan Raja.

Raja memutar tubuhnya menatap Samudra “Lihat, Sam, dia kalau marah begitu. Gue harap lo tahan”

Tiffany melempar satu siung bawang ke arah Raja yang untungnya tidak mengenai laki-laki itu “Diam kamu, Ja. Aku serius ini”

Raja memungut siung bawang yang dilempar Tiffany ke arahnya. Lalu membawa bawang itu mendekat ke arah Tiffany dan Samudra. Raja meletakkan bawang itu di meja dan terkekeh

“Apapun yang mau kalian lakukan untuk aku, lakukan. Asal jangan minta aku untuk melanjutkan pengobatan”

Tiffany refleks menghentikan pergerakannya lalu menatap Raja “Terserah. Seberapa banyak waktu yang kamu punya, sebanyak itu waktu aku akan ada buat kamu. Bukan cuma aku, orang-orang yang kamu butuhkan akan ada di sini”

Bersamaan dengan itu, suara ketukan kembali terdengar dari luar. Raja menatap Tiffany yang berjalan ke arah pintu, melarang Raja untuk membuka pintu. Raja menatap Samudra yang menggeleng.

“Lo sama pacar lo punya rencana apa?”

“Gue cuma ikuti saran dan maunya Tiffany aja. Karna gue tau, lo juga akan menikmati ini”

Bersamaan dengan berakhirnya kalimat Samudra, sayup-sayup Raja menangkap suara tawa Kaitlin di indra pendengarannya. Raja menggelengkan kepalanya seolah ia merasa dirinya tengah berhalusinasi saat ini. Raja kemudian terkekeh, menertawakan dirinya sendiri. Namun lagi-lagi Raja menangkap suara itu semakin jelas. Suara itu bersahut-sahutan dengan suara tawa Tiffany.

Raja menoleh dan benar saja, ia tidak berhalusinasi, Kaitlin ada di sana bersama Tiffany. Tamu yang datang tadi adalah Kaitlin. Raja menatap ke arah Samudra menuntut penjelasan. Samudra hanya menggedikkan kedua bahunya tersenyum. Itu ide Tiffany.

Kaitlin mendapati Raja tengah menatapnya. Saat ditatap kembali, mata Raja langsung memutus kontak sepihak, salah tingkah. Hal itu membuat Kaitlin menggelengkan kepalanya tersenyum.

“Hari ini, lo temani gue di sini dulu, ya, Lin?” Ujar Tiffany yang mengambil alih pekerjaan Samudra yang sedari tadi tidak rampung.

“Siniin, ih, beresin ini aja kamu lama banget” Omel Tiffany.

Samudra hanya menatap Tiffany takjub, padahal, Tiffany baru meninggalkannya lima menit dan gadis itu berharap samudra dapat membereskan belanjaan sebanyak ini dalam kurun waktu lima menit? Padahal sebelumya Samudra tidak pernah perduli apa saja isi kulkasnya selama ini.

“Kamu baru tinggalin aku lima menit, ya, sayang. Masa kamu mau aku selesaikan semua ini dalam lima menit. Lagian nanti kalau aku yang rapikan, menurut kamu pasti nggak rapi. Jadi aku pelan-pelan aja beresinnya” Ujar Samudra yang sedikit menjauh dari Tiffany

Mendengar kata “sayang” yang di ucapkan Samudra kepada Tiffany membuat Kaitlin menatap dua orang itu bergantian “Sayang?”

Sontak Tiffany dan Samudra langsung menoleh ke arah Kaitlin yang tampak kebingungan “Aduh, gue belum cerita, ya?” Kekeh Tiffany.

“Mampus deh gue” ujar Tiffany dalam hati. Karna setelah ini, Kaitlin pasti menyidangnya habis-habisan.

“Nanti gue ceritain, ceritanya panjang”

Mata Kaitlin langsung melotot ke arah Tiffany “Bisa-bisanya, lo-“

Kalimat Kaitlin terputus karna tiffany menghentikan kalimatnya “Kayaknya ada yang kurang gue beli deh”

“Sam, anterin aku ke supermarket lagi, yuk. Ada yang kurang”

Mengerti tatapan Tiffany yang minta di selamatkan membuat Samudra langsung menganggukkan kepalanya dan meraih kunci mobil “Yuk, sayang”

Samudra menekankan kata sayang saat melewati Kaitlin. Hal itu membuat Tiffany memukul pundak Samudra pelan. Pasalnya, Samudra memancing singa untuk marah padanya.

“Gue tinggal sebentar ya, Lin, Ja. Have fun kalian berdua” Namun setelah suara pintu ditutup terdengar, suasana apartment Raja sunyi.

Kaitlin dan Raja diam karena kebingungan mencari topik pembicaraan. Raja memilih duduk di depan televisi dan memainkan ponselnya. Sedangkan Kaitlin duduk diam menatap punggung Raja yang membelakanginya. Kaitlin meneguk air putih dan meletakkan gelasnya perlahan.
Kaitlin berjalan menuju dapur dan menatap kulkas yang penuh dengan sayuran yang di beli oleh Tiffany tadi.

“Kamu sudah sarapan, Ja?”

Raja menoleh ke belakang dan melihat Kaitlin membuka isi kulkasnya “Belum. Tiffanynya keburu pergi”

Kaitlin berdiri dan menatap Raja “Kamu mau sarapan apa? Biar aku masakin buat kamu”

“Lagi kepingin spaghetti, sih”

“Spaghetti carbonara buatan kamu” Ujar Raja berjalan menuju ke arah Kaitlin. Kaitlin hanya menganggukkan kepalanya dan mulai mengeluarkan bahan-bahan yang ia butuhkan.

“Garam ada di sebelah mana, Ja?” Tanya Kaitlin yang bingung tatanan tempat perabotan apartment Raja sudah berubah.

“Di atas” Kaitlin langsung mencoba membuka lemari yang berisi bumbu dapur dan mencoba meraih garam yang letaknya cukup jauh dari jangkauan tangan Kaitlin.

Dari belakang Kaitlin, Raja membantu Kaitlin untuk mengambil sesuatu yang Kaitlin butuhkan. Bulu kuduk Kaitlin meremang saat punggungnya bersentuhan dengan dada Raja.

“Thankyou” Kaitlin mengatakan terimakasih dengan gugup.

“Apa alasan kamu datang?” Ujar Raja di balik punggung Kaitlin yang sibuk menyiapkan masakannya.

“Kamu” Jawaban singkat Kaitlin membuat Raja tidak puas.

“Kenapa?” Pertanyaan Raja membuat Kaitlin menghentikan kegiatannya. Membalikkan tubuhnya dan menatap Raja lekat.

“Karena kamu, Ja”

“Kamu harus jaga perasaan yang harus dijaga, Lin”

Kaitlin berdecak dan tersenyum sumir “Kamu kasih aku kesempatan asal dia kasih izin untuk temui kamu, kan? Sekarang aku disini atas izin dari orang yang kamu minta aku jaga perasaannya”

“Sebenarnya masih ada aku atau nggak di dalam hati kamu?” Ujar Raja yang menatap Kaitlin tak kalah lekat. Sudah lama sekali Raja tidak menikmati pemandangan indah seperti ini.

“Masih”

“Tapi kenapa kamu memilih menjalin hubungan dengan orang lain?”

Kaitlin terkekeh “Kamu sendiri tau, kamu memutuskan menghilang, dan aku butuh seseorang untuk bisa melupakan kamu”

“Tapi ternyata semua itu nggak cukup. Awalnya aku bisa mencoba untuk mencintai dia. Tapi setelah kamu kembali dan semua kebenarannya terungkap, perasaan itu masih sulit untuk dihilangkan” Kaitlin menjawab semua itu dengan gamblang dan tanpa ragu.

“Kamu harusnya nggak seperti itu. Kembali dengan dia, Lin” Raja kemudian terdiam

“Aku akui, kamu masih sempurna ada di sini” Raja menunjuk dadanya dan Kaitlin menatap jari telunjuk Raja yang ia letakkan di dadanya sendiri

“Sesempurna apapun kamu ada di sini, semua itu nggak akan mengubah kenyataan kalau aku sekarat”

“Aku nggak tau, kapan aja aku bisa ninggalin kamu”

Kaitlin mengernyitkan dahinya “Dokter Lily pernah bilang keadaan kamu membaik”

Raja kemudian menggelengkan kepalanya “Dua bulan, sisanya hanya tinggal dua bulan. Dan kamu masih tetap mau ada di sini dan tinggalkan orang yang sudah pasti akan ada bersama kamu sampai akhir hidupnya?”

Kaitlin kemudian terdiam. Ia tidak tau menahu kalau Raja memiliki waktu sesingkat itu.

“Kalau aku tetap ada di sini, kamu pun ada bersama ku sampai akhir hidup kamu, kan?” Kaitlin merasakan ngilu di dadanya. Pernyataan waktu Raja yang tidak lagi lama menyakitinya. Ia tidak siap kehilangan Raja.

“Lagi pula masih ada pengo-“ Kalimat Kaitlin terputus oleh kekehan yang Raja keluarkan dari bibirnya.

“Nggak akan ada lagi pengobatan, Lin. Nggak akan pernah ada lagi”

“Kamu menyerah?” Pertanyaan Kaitlin membuat Raja menganggukkan kepalanya

“Ya, aku menyerah”

“Meskipun aku memutuskan ada di sini untuk temani kamu?”

“Nggak ada lagi yang bisa aku harapkan dari semua ini, Lin”

“Ada! Ada, Ja!” Nada bicara Kaitlin naik satu oktaf. Kaitlin tidak habis pikir, bisa-bisanya Raja mencoba membunuh dirinya sendiri dengan cara menghentikan pengobatannya.

“Apa?! Apa yang bisa aku harapkan dari tubuh yang sekarang sudah nggak punya ada tenaga lagi?!” Raja juga meninggikan nada bicaranya.

“Kamu nggak akan tau ada atau tidaknya harapan kalau kamu memutuskan menyerah!”

“Aku sudah terlalu banyak berkorban dan kesakitan karena penyakit sialan ini! Aku kehilangan kamu, aku kehilangan semangat hidup! Aku kehilangan semuanya, Lin! Semuanya!!” Raja tidak lagi bisa mengontrol emosinya. Hanya kepada Kaitlin ia menceritakan semua kesakitannya meski dengan cara yang salah. Kaitlin mengerti, tidak ada satu orangpun yang bisa membuat Raja mengakui kekalahannya. Hanya Kaitlin.

“Kamu nggak pernah kehilangan aku, Ja. Kamu yang terlalu sibuk memikirkan kebahagiaanku, memikirkan bagaimana hancurnya aku kalau kamu meninggal. Aku tau, aku tau kekhawatiran kamu. Tapi itu bukan alasan untuk kamu tinggalkan aku, menghilang gitu aja. Seolah-olah kamu punya pikiran kalau semuanya akan selesai kalau kamu menghilang dan pergi dari aku?”

“Nggak, Ja, nggak ada yang bisa buat aku menerima kepergian kamu. Tiga tahun waktu aku habiskan dengan kamu, mimpi-mimpi, masa depan, semuanya masih abadi, Ja. Jadi aku harap kamu nggak berhenti di sini. Tolong pikirkan aku, tolong” Air mata Kaitlin sudah menetes dari tadi

“Kamu masih berharap ada masa depan untuk kita?” Ucap Raja dengan menekan kedua bahu Kaitlin.

“Sadar, Lin, sadar! Dokter sudah memvonis usia ku nggak akan lama lagi. Toh aku nggak akan merebut kamu dari orang yang pantas memiliki kamu”

“Dokter bukan Tuhan yang bisa memvonis kematian kamu! Dokter juga manusia biasa yang vonisnya bisa salah! Tuhan itu maha merubah segalanya, Ja”

“Tidak ada lagi Tuhan, Lin. Dia hilang, Dia sudah tidak perduli, Dia pun menyerah atas aku, Lin”

Kaitlin menggelengkan kepalanya “Jangan keterlaluan, Ja. Kalau Tuhan nggak lagi perduli sama kamu, sudah dari awal Tuhan ambil kamu dan nggak mengembalikan aku untuk ada di sini”

Raja terdiam. Raja sudah tidak dapat lagi menyangkal. Raja menatap lamat wajah Kaitlin. Air mata Kaitlin membuatnya sakit. Raja menghapus air mata di pipi Kaitlin

“Aku nggak akan merebut kebahagiaan kamu dengan orang sudah pasti bisa membahagiakan kamu, Lin” Raja pun kini telah meneteskan air matanya. Nyatanya, berkata jujur tentang apa yang dirasakannya selama ini, semenyakitkan itu.

“Aku akan segera mengakhiri hubunganku dengan Dwiky dan kembali ke kamu, Ja”

Raja menggelengkan kepalanya dan menunduk “Jangan, Lin, jangan”

“Aku nggak pernah bahagia bersama orang lain selama kamu masih ada di sini. Dan selama aku masih ada di dalam sini” Ujar Kaitlin sambil menunjuk tepat di dada Raja.

Kaitlin mengangkat wajah Raja dengan kedua tangan mungilnya agar Raja dapat menatap matanya “Tolong, Ja, jangan menyerah”

“Demi aku” Kaitlin kemudian mendekatkan wajahnya dengan Raja. Kedua bibir mereka bertemu. Saling memberi kekuatan dan mengekspor rasa rindu yang selama ini mereka tahan.
Ciuman yang meyakinkan mereka berdua bahwa semua ini tidak akan berakhir di sini. Ciuman yang membuat mereka memiliki harapan, bahwa masa depan itu milik mereka.

Ciuman yang membuat, cinta itu tumbuh semakin dalam dan membuat mereka berdua tidak mampu melepaskan satu sama lain.

***

Selamat membaca teman-teman, aku minta maaf sebesar-besarnya karena sudah buat kalian menunggu. Aku harap masih ada yang tunggu cerita ini selesai, tapi...

Maaf kalau cerita ini nggak sesuai ekspektasi kalian atau apapun itu, maaf. Kali ini, meskipun aku berharap, tapi aku nggak akan maksa kalian untuk tetap tunggu, atau nge-cut cerita ini atau hapus cerita ini dari library kalian. Silahkan, nggak apa apa. Maaf sudah buat kecewa temen temen.

Aku sedang down beberapa minggu ini sampai nggak sanggup mikir dan nulis. Terimakasih untuk salah satu pembaca yang sekarang sudah jadi teman yang mengerti aku. Dan bilang "Ica, kalau lagi capek entah capek fisik atau pikiran, gausah maksain nulis dulu"

Aku harap kalian mengerti guys, karena ada di posisi ini nggak nyaman, hehe. Aku sayang kalian semua. Baik-baik dan jangan sakit!

Big Love
Cayon!

Can We? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang