39. Misi Raja

273 22 2
                                    


Mall yang tampak ramai berhasil mereka jejaki. Semakin malam, pengunjung mall bilangan Jakarta Selatan ini semakin ramai.

Dwiky dan Kaitlin menikmati jalan-jalan mereka dengan menggandeng tangan satu sama lain. Kaitlin mengunjungi surga dunia wanita bernama Sephora, membeli beberapa keperluannya agar tetap terlihat cantik.

“Kamu beli banyak banget, Lin” Ujar Dwiky tak habis pikir

“Ini nggak banyak, Ky, harusnya lebih banyak dari ini”

Dwiky terperangah “Segini masih kurang banyak?”

“Ye, kalau cantik juga kamu yang senang” Sangkal Kaitlin.

“Udah ah, aku mau bayar dulu”

Dwiky menahan tangan Kaitlin “Sini aku yang bayar”

Tapi Kaitlin menolak mentah-mentah niat Dwiky untuk membayar keperluannya sendiri. Bagi Kaitlin, jika ini barang-barang untuk dirinya sendiri, ia tidak akan mengizinkan siapapun untuk membayarkannya. Kaitlin masih sanggup.

Setelah selesai berbelanja, Dwiky membawa belanjaan Kaitlin. Mengelilingi area mall sampai mereka berhenti untuk membeli ice cream. Dwiky memesankan ice cream strawberry untuk Kaitlin, dan ice cream vanilla untuk dirinya sendiri.

Keduanya senang hari ini, sepulang bekerja tadi, mereka berdua menyempatkan untuk quality time berdua. Setelah pertengkaran mereka selama beberapa hari tanpa pertemuan, akhirnya mereka kembali bersama tanpa ada kata maaf keluar dari bibir mereka masing-masing. Mereka membiarkan semua hal itu mengalir bagaikan air sungai.

Tawa mereka habiskan berdua sampai di suatu tempat, mereka berdua berpapasan dengan Tiffany dan Raja dengan tawa yang sama. Kaitlin menghentikan langkahnya seketika. Sama halnya dengan Kaitlin, Raja berhenti ketika melihat Dwiky dan Kaitlin berdua.

Tiffany menghampiri Kaitlin dan Dwiky di ikuti Raja “Habis ngapain?”

Mengingat Raja dan Tiffany sahabat dan ia sendiri dan Raja sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi, membuat Kaitlin mengurungkan niatnya untuk marah karena ia tidak berhak “Nih, biasa” Kaitlin menunjukkan paper bag yang ditenteng oleh Dwiky.

“Mau bareng?” Tawar Tiffany kepada mereka berdua.

“Oh, nggak usah, Ti, kita sudah mau selesai, kok?” Kaitlin menggandeng tangan Dwiky “Ya kan, sayang?”

Melihat gestur tubuh Kaitlin, Dwiky mengangguk dan tersenyum ke arah Tiffany. Tiffany yang di beri pengakuan seperti itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

Sebelum mereka beranjak dari sana, Raja mendekat ke arah Dwiky. Menjulurkan tangan ke arah Dwiky. Dengan senang hati, Dwiky menerima uluran tangan dari Raja.

“Jangan pernah menganggap saya sebagai rival kamu, Kaitlin punya kamu sekarang” Ucapan yang Raja sampaikan mampu membuat Kaitlin terdiam.

“Thanks, bro, sudah bersikap gentleman seperti ini”

Setelah percakapan itu selesai, Tiffany memeluk Kaitlin sebelum beranjak dari sana. Tiffany menatap Raja yang berjalan di sampingnya.

“Kamu nggak apa-apa?”

Raja menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum “Nggak dong, kan aku punya kamu” Raja mengacak rambut Tiffany pelan. Raja tidak tau, itu berefek dahsyat bagi Tiffany.

“Yuk, pulang?” Ajak Raja kepada Tiffany yang menganggukkan kepalanya.
Mereka berdua berjalan menuju parkiran. Kemudian mereka keluar dari area mall. Raja mengantar Tiffany terlebih dahulu sebelum pulang ke rumahnya.

Tidak sampai tiga puluh menit, Raja dan Tiffany sampai di pekarangan rumah Tiffany. Raja ikut turun dan duduk di teras rumah Tiffany. Menatap langit yang tampak beberapa butir bintang memanjakan matanya.

Tiffany melihat ke arah tatapan Raja “Tumben bintang di langit Jakarta kelihatan”

“Awannya lagi bersih, jadi kelihatan. Padahal, selama ini langit Jakarta banyak bintangnya, cuma memang orang-orang nggak tertarik untuk lebih fokus lihatnya”

“Memang gitu, ya, kalau suatu hal nggak kita perhatikan dengan baik, nggak akan kentara sampai orang lain kasih tau. Setelah kita tau, dan memperhatikan serta ingat-ingat, hal itu nyata adanya”

“Aku rasanya mau minta maaf terlalu nggak peka dengan sekitarku” Raja menatap Tiffany yang duduk di sebelahnya.

Jantung Tiffany sudah berdebar sedari tadi. Tatapan dan ucapan Raja seolah-olah memperjelas bahwa Raja mengetahui perasaannya.

“Maaf, Ti” Ujar Raja
“Untuk?” Tiffany masih pura-pura tidak mengerti arah pembicaraan Raja.

“Nggak sadar dengan perasaan kamu ke aku” mendengar kalimat itu keluar dari mulut Raja membuat Tiffany terdiam
“Sejak kapan?”

Tiffany menghela nafasnya. Entah darimana Raja tau, sekarang harusnya ia berkata dengan jujur “Dari kita SMA, sebelum kamu ketemu Kaitlin”

“Kenapa kamu nggak pernah bilang?”

Tiffany terkekeh “Kalau aku bilang dan perasaanku nggak terbalas, persahabatan kita nggak akan selanggeng ini”

“Entah darimana kamu tau, rasanya aku nggak mau mengakui perasaan ini karena takut mengganggu kamu”

“Tapi kenapa kamu mengakuinya sekarang?” Pertanyaan Raja membuat Tiffany tersadar, hatinya tidak sakit sama sekali. Apakah rasa cintanya memudar?

“Nggak tau, aku punya keberanian ini darimana”

Raja terkekeh seolah mengerti “Perasaan kamu sudah nggak ada buat aku, Ti, kamu pun nggak sadar”

“Maksudnya?”

“Pernah mencoba untuk merasakan apa yang pernah kamu rasakan untuk aku ke Sam?”

Tiffany menggelengkan kepalanya meskipun pertanyaan Raja membuat Tiffany berpikir setengah mati. Benar, perasaan itu milik Sam sekarang meskipun tampak samar.

“Coba rasain dan sadar akan perasaan kamu yang sekarang, Ti”

Setelah mengucapkan hal itu, mereka terdiam cukup lama dengan isi pikiran yang ada di kepala mereka masing-masing.

“Ti..” Panggilan dari Raja membuat Tiffany berdeham.

“Mau temani aku selama tiga bulan ke depan?”

“Kemana?”

“Nggak kemana-mana, aku cuma punya waktu tiga bulan untuk balas rasa bersalah aku ke kamu”

“Kamu nggak perlu merasa bersalah, Ja” Diamnya Raja membuat Tiffany menelaah sekali lagi maksud dari nada bicara dan raut wajah Raja.

“Maksudnya tiga bulan itu... Apa, Ja?”

Raja kemudian menatap Tiffany “Sebelum kamu tau dari orang lain, aku mau kasih tau kamu duluan” Raja menjeda kalimatnya.

“Aku cuma punya waktu tiga bulan, kanker otak stadium akhir”

Pengakuan Raja membuat sekujur tubuh Tiffany dingin. Tiffany belum siap kehilangan Raja secepat ini. Tiffany benar-benar belum siap.

“Kaitlin, tau?” Pertanyaan Tiffany yang terbatas membuat Raja menggeleng.

“Kaitlin jangan sampai tau, Ti. Aku tau, dia sedang berusaha menerima Dwiky di hidupnya. Kalau dia sampai tau, aku takut dia akan lebih fokus ke aku daripada hubungannya. Aku nggak mau hal itu terjadi, Ti. Meskipun aku juga mau Kaitlin ada disini sekarang”

“Kaitlin mengakui kalau dia belum bisa lupakan aku. Dan kalau dia sampai tau hal ini, aku bisa lebih membuat Kaitlin gagal lupa sama aku”

“Aku juga ingin Kaitlin ada disini, bareng-bareng sama kamu temani aku sampai akhir. Tapi aku sadar, aku nggak boleh egois”

Tiffany mengangguk dan memeluk Raja “Sakit banget, ya, Ja?”

Raja memeluk Tiffany lebih erat lagi sambil menganggukkan kepalanya pelan.
Sembari mengelus lembut punggung Raja, Tiffany menyeka air matanya. Tiffany melarang dirinya untuk menangis terang-terangan di depan Raja. Raja tidak boleh menyaksikan kerapuhannya yang membuat Raja semakin bersedih.

Di balik pelukannya, Raja meneteskan air matanya. Rasanya ia tidak siap kehilangan ini semua. Ia mengorbankan banyak hal karena ia tidak ingin orang-orang yang ia sayangi menderita karenanya.

“Aku nggak membebani kamu kan, Ti?” Ujar Raja dengan suara paraunya.

“Kamu nggak pernah jadi beban buat aku, Ja. Sama sekali nggak”

“Aku akan temani kamu sampai kamu berhasil sembuh” Kalimat itu membuat Raja terkekeh.

“Aku nggak mau menyusahkan orang lain lebih lama lagi, Ti”

Raja melepaskan pelukannya “Aku nggak mau berusaha sembuh karna pada akhirnya, aku akan pulang. Semakin aku berusaha sembuh, semakin lama aku kesakitan”

Mendengar nada bicara Raja yang putus asa membuat Tiffany kesakitan. Tiffany tidak bisa berbuat apa-apa selain berusaha menguatkan Raja.

Tiffany belum siap untuk menyambut akhir dari cerita ini.

Raja menghela nafasnya kuat, menghapus jejak air matanya dan air mata Tiffany kemudian tersenyum. Raja meletakkan kedua tangannya di pundak Tiffany “Kamu nggak perlu khawatir, kamu tau aku kuat, kan?”

Tiffany hanya menganggukkan kepalanya melihat Raja yang menyangkal ketakutannya. Sekuat apapun Raja saat ini, kekuatan itu akan hilang dalam sekejap.

“Ti, kamu perlu tau, meskipun perasaan kamu nggak pernah aku balas, tapi kamu tetap jadi sahabat terbaik dalam hidupku. Kenyataan itu masih sama sampai saat ini”

“Maaf kalau aku terkesan jahat, tapi aku nggak bisa memaksakan perasaanku untuk kamu. Dan kamu perlu tau, ada satu orang yang menunggu kamu mengakui perasaan itu sama saat kamu mengakui perasaan kamu ke aku”

Raja menoleh ke arah dimana Samudra berada. Tiffany mengikuti arah pandang Raja dan menatap Samudra. Meskipun masih ada hawa amarah di dalam hatinya, Tiffany memang harus mengakui, perasaannya kepada Raja kini bukan lagi milik Raja, tapi milik Samudra.

Samudra mendekat ke arah mereka berdua. Raja dan Tiffany berdiri. Raja kemudian berpamitan untuk pergi dari sana. Sebelum pergi, Raja membisikkan sesuatu ke telinga Samudra, membuat Samudra mengangguk dan mendapatkan keberanian untuk mengutarakan perasaannya kepada Tiffany.

“Aku pamit, Ti” Ucap Raja pada Tiffany, kemudian beralih menepuk pundak Samudra dan beranjak masuk ke dalam mobilnya. Melajukan mobilnya pelan dan meninggalkan Samudra bersama Tiffany di sana.

“Jadi, gimana?” Ujar Samudra kepada Tiffany.

Tiffany mengangkat kedua alisnya “Apa?”

“Apa perasaan kamu sudah milik aku sekarang?”

“Kamu pikir aku sudah maafkan kamu?”

Mendengar jawaban Tiffany membuat Samudra terkekeh “Terus aku harus apa agar kamu maafkan aku?”

“Jujur soal perasaan kamu ke aku”

Samudra meraih tangan Tiffany dan menggenggamnya “Ti, maaf kalau selama ini aku nggak berani jujur ke kamu. Aku takut, kalau bukan aku yang kamu mau. Tapi malam ini, kamu harus tau, meskipun Raja jadi perantara, aku benar-benar mencintai kamu tanpa punya keberanian untuk memiliki kamu”

“Raja banyak mengajarkan aku untuk selalu berani berjuang untuk sesuatu hal yang kita cintai. Dan aku akan berjuang untuk orang yang aku cintai, kamu”

“Ti, mau membalas cintaku, nggak?”

Tanpa ragu, Tiffany membalas pertanyaan Samudra dengan anggukan. Merasa kurang puas, Samudra memaksa Tiffany mengucapkan sesuatu

“Cinta kamu terbalas, Sam. Aku mencintai kamu meski di awal aku menyangkal perasaan yang aku punya” Tiffany menjeda kalimatnya

“Jadi, ayo sama-sama saling menunjukkan, bahwa cinta memang butuh keberanian tanpa penyangkalan”

“I love you, Ti” Ucap samudra dan memeluk Tiffany

“I love me too” Ujar Tiffany membuat Samudra melepaskan pelukannya.

“Kok, gitu sih, ish” Rengut Samudra.

Melihat wajah masam Samudra membuat Tiffany terkekeh “Iya, iya, i love you too, Sam”

Dan kemudian mereka melanjutkan pelukan mereka yang saling menyalurkan kekuatan dan kehangatan yang menyelimuti mereka dari dinginnya malam.

Di balik sebuah mobil yang berhenti tak jauh dari mereka, Raja tersenyum. Raja tidak benar-benar pergi dari sana. Raja menunggu suatu hal yang besar terjadi diantara dua orang yang terlalu pengecut untuk mengakui perasaan mereka sendiri.

Satu misinya selesai. Sebelum ia pergi, semua orang harus bahagia meski harus kehilangannya.

***

Tetap Big Love
Cayon!





Can We? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang