Kaitlin berada di bawah dinginnya hujan dalam waktu yang lama. Dwiky berkali-kali melirik jam tangannya. Sudah hampir satu jam Kaitlin di guyur hujan. Dwiky tidak mau tau, ia harus membawa Kaitlin untuk pulang. Dwiky turun dan membiarkan dirinya sendiri ikut basah kuyup.
Dwiky berjongkok di samping Kaitlin dan bicara sedikit keras melawan suara hujan “Kamu sudah hampir satu jam disini, ayo pulang”
Bersamaan saat suara Dwiky menginterupsi pendengaran Kaitlin, mata itu tidak lagi kosong. Kaitlin menganggukkan kepalanya dan berusaha berdiri di bantu Dwiky. Belum sempurna berdiri, Kaitlin terkulai lemas dan jatuh pingsan. Tubuhnya dingin dan wajahnya pucat. Dwiky segera membawa Kaitlin ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama. Ia tidak ingin Kaitlinnya kenapa-kenapa.
Di tengah perjalanan, Dwiky menghubungi Zivia dan mengabari bahwa mereka saat ini tengah menuju rumah sakit karena Kaitlin pingsan. Tidak lama setelah mereka mendapat informasi, Tiffany, Zivia, dan Samudra menyusul mereka.
Keberadaan rumah sakit yang tidak jauh membuat Kaitlin cepat di tangani oleh dokter. Dwiky mondar mandir di depan ruang rawat Kaitlin dan meniup telapak tangannya yang kedinginan.
Dwiky menyapu pandangannya ke arah dimana teman-temannya datang.
“Gimana Kaitlin, Ky?” Ujar Zivia pertama kali.
“Dia pingsan. Mungkin kecapekan dan kehujanan lama tadi”
Menilik tubuh Dwiky yang basah, Zivia memerintahkan Dwiky untuk berganti pakaian terlebih dahulu.
“Lo bawa baju cadangan, kan, di mobil? Lo ganti dulu, gih. Takut lo juga ikutan demam” Zivia memperingatkan Dwiky dan diterima dengan anggukan oleh Dwiky.
“Gue titip sebentar, ya, sebentar aja” Zivia hanya menganggukkan kepalanya dan menatap punggung Dwiky yang hilang di telan jarak.
Tiffany menghela nafasnya cukup kuat “Lihat, Kaitlin sehancur itu sendirian. Gue kasihan sampai Dwiky jadi korban perasaannya Kaitlin ke Raja”
“Ini yang gue takutkan. Gue takut Kaitlin menikah dengan Dwiky karena permintaan Raja. Karena setau gue, kemoterapi pertama Raja sehari setelah Kaitlin bilang ke kita kalau dia menerima lamaran Dwiky”
Tiffany menghusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya “Kalau begini caranya, gue nggak tau akhirnya akan gimana”
Langkah kaki Dwiky berlari pelan ke arah mereka “Sudah?”
“Belum. Mungkin sebentar lagi” Ujar Zivia yang mendapat anggukan dari Dwiky
Selang beberapa menit, ruangan itu terbuka dan memperlihatkan dokter yang menangani Kaitlin
“Bagaimana, Dokter?”
“Pasien mengalami hipotermia ringan serta kelelahan. Kondisinya stabil dan boleh di temui”
Sesegera mungkin, mereka semua masuk dan menemui Kaitlin. Wajah dan bibirnya pucat pasi. Matanya sembab akibat menangis terlalu lama di bawah hujan.
“Gimana, sayang, apa yang kamu rasakan?” Dwiky menggenggam tangan Kaitlin yang dingin. Kaitlin hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum setipis mungkin.
“Aku mau pulang”
“Iya, habis ini kita pulang” Ujar Dwiky menenangkan
“Aku mau pulang ke rumah ku” Ujar Kaitlin pelan.
Hal itu membuat Dwiky menegakkan tubuhnya. Ingin sekali ia marah karena sikap Kaitlin yang seperti ini. Namun karena istrinya itu masih dalam mode kurang sehat, ia hanya menghela nafasnya pelan.
“Di rumah kamu nggak ada orang, Lin. Siapa yang akan jaga kamu kalau kamu butuh apa-apa?”
“Zivia bisa temani aku"
Kaitlin menatap Zivia “Kan?"
Zivia hanya menganggukkan kepalanya. Dwiky mau tidak mau menuruti keinginan Kaitlin. Harusnya ia berbahagia bersama Kaitlin karena baru beberapa hari menikah. Namun itu hanya sekedar harapannya semata.
Tiffany tidak mau ikut bicara. Ia diam saja dan menatap kekecewaan yang dalam dari mata Dwiky.
Setelah satu botol infus masuk ke dalam tubuh Kaitlin. Sekarang perempuan itu sudah boleh pulang ke rumah. Dwiky mengantar Kaitlin dan Zivia pulang ke rumah lama Kaitlin dan memberi jeda kepada Kaitlin sampai suasana hatinya membaik. Sedangkan Tiffany dan Sam kembali ke apartemen Raja.
Dwiky menatap Kaitlin yang memilih duduk di belakang bersama Zivia. Zivia menyenderkan kepalanya di bahu Kaitlin dan Kaitlin hanya menatap ke luar jendela.
Dwiky berhenti tepat di pekarangan rumah Kaitlin. Menatap tanaman Kaitlin yang benar-benar habis tak tersisa seperti perasaannya.
Kaitlin turun begitu saja tanpa mengucap sepatah katapun. Ia seolah marah, tanpa tau ingin marah pada siapa. Dan Dwiky menjadi korban perasaannya. Zivia hanya menatap Dwiky nanar.
Dwiky turun dan menahan lengan Kaitlin “Aku akan jemput kamu kapanpun kamu mau pulang ke rumah kita. Sampai kamu membaik, aku akan tunggu” Dwiky memeluk Kaitlin dan Kaitlin membalas pelukan Dwiky tak kalah erat.
“Maaf” Satu kalimat itu membuat Dwiky terpaku. Menatap punggung Kaitlin yang hilang ditelan pintu. Ia tidak mengerti maksud maaf yang Kaitlin ucapkan barusan.
Zivia menepuk bahu Dwiky pelan “Gue akan kabari kalau ada apa-apa. Nggak usah khawatir, Ky. Sekarang lo pulang dan istirahat”
Dwiky menganggukkan kepalanya dan pergi dari sana. Zivia menyusul Kaitlin ke kamarnya. Saat Zivia membuka pintu, Kaitlin sudah ia temukan menangis sesenggukan sambil memeluk dirinya sendiri. Zivia kemudian mendekat dan membawa Kaitlin ke dalam pelukannya.
“Harusnya gue nggak menuruti Raja untuk menikah dengan Dwiky, Ziv” mendengar kalimat yang di keluarkan oleh Kaitlin membuat Zivia menghela nafas pelan. Ketakutan Tiffany tadi benar.
“Sekarang, gue malah nggak tau harus hidup bagaimana tanpa Raja” Zivia memberi ruang untuk Kaitlin mengeluarkan semua yang ia rasakan.
“Rasanya, kepergian Raja kali ini benar-benar membuat gue berantakan tanpa bentuk”
“Gue, hancur, Ziv”
Zivia mengeratkan pelukannya. Ia tidak dapat berkata apapun lagi. Ia hanya bisa menemani Kaitlin meratapi kesedihan dan penyesalannya.
Kaitlin melepas pelukannya dan menatap Zivia “Ayo ke apartement Raja, Ziv”
Zivia mengernyitkan dahinya “Buat apa?”
“Ada sesuatu hal yang mau Raja perlihatkan ke gue” Melihat Zivia yang diam saja membuat Kaitlin menggenggam kedua tangan sahabatnya itu
“Please, Ziv. Kalau harus hancur, hancur sekalian, gue nggak kuat kalau harus setengah-setengah. Gue nggak tau apa yang akan menyambut gue disana nanti”
Melihat tatapan memelas dari Kaitlin membuat Zivia segera memasak taksi online untuk mereka berdua tumpangi.
Tidak perlu waktu yang lama, jemputan mereka sampai. Dan mereka berdua duduk diam dengan pikiran mereka masing-masing sampai tujuan mereka.
Tiffany dan Samudra terkejut melihat keberadaan Kaitlin disana langsung berdiri. Wajah Kaitlin tampak tak bernyawa. Tidak tersenyum, tidak pula menangis. Zivia menyusul Kaitlin dari belakang. Tatapan Tiffany dan Sam yang bertanya hanya mendapat gelengan dari Zivia. Ia pun tidak mengerti situasi saat ini.
Kaitlin berdiri di depan pintu kamar Raja dalam waktu yang lama. Berkali-kali menghembuskan nafasnya kasar. Tangannya dingin. Rasa penasaran dan rasa takut dalam dirinya berkumpul menjadi satu.
Saat Kaitlin menghela nafasnya kasar sekali lagi, Kaitlin meraih gagang pintu dan berhasil membukanya.
Kaitlin langsung membekap mulutnya dengan kedua tangan. Air matanya tumpah lagi, kali ini makin deras meski tanpa suara. Foto-fotonya terpampang rapi disana. Sangat banyak. Raja menggantung semua foto Kaitlin yang selama ini ia potret diam-diam.
Kaitlin mengamati satu persatu fotonya yang bertuliskan tanggal foto ini di ambil. Di nakas, terdapat surat yang ternyata sudah Raja siapkan untuk Kaitlin.
Dengan tangan gemetar, Kaitlin membuka surat itu.
Dear, Kesayanganku, Aleya Kaitlin Maheswari.
Maaf kalau surat ini sampai ke kamu saat aku tidak bernyawa lagi.
Maaf untuk semua hal yang sempat aku lupa, Lin. Termasuk wajah kamu waktu itu.
Foto-foto yang kamu lihat sekarang adalah caraku untuk terus mengingat kamu. Saat aku lupa, aku akan lihat semua foto itu lamat-lamat sampai ingatanku tentang kamu kembali.
Terima kasih, Lin. Untuk semua kenangan yang telah kamu beri dalam hidupku sampai akhir.
Maafkan kalau aku menyakiti kamu belakangan ini. Maaf, Lin, maaf.
Kamu harus tetap melanjutkan hidup. Kamu harus tetap hidup.
Terima kasih, sudah mau mewujudkan permintaan terakhirku. Semoga kamu dan suamimu bahagia, Lin.
Kamu mungkin bisa memaksa kita untuk menikah walau singkat seperti yang kamu katakan di malam perpisahan kita. Tapi kamu tau, Lin? Aku tidak ingin bahagia yang singkat itu justru menghancurkan kamu.
Akupun ingin menikahi kamu. Amat sangat ingin. Tapi takdir berkata bahwa pernikahan bukanlah jodohku, tapi kematian.
Gaun pengantin yang ku siapkan untuk kamu, aku sudah siapkan sedari lama sebelum aku mengetahui penyakit ini sudah jauh lebih parah.
Aku menyiapkan gaun untuk kamu, dan...jas untukku.
Kaitlin semakin menangis tersedu sambil membekap mulutnya. Tangisnya kencang saat Raja ternyata sudah menyiapkan jas untuk dirinya sendiri.
Tapi sampai detik terakhir pun, aku tidak di izinkan memakai jas pengantin dan berdiri di sebelah kamu yang mengenakan gaun pengantin yang ku siapkan pula untuk kamu.
Semua itu tidak masalah, Lin. Aku sudah melihat kamu mengenakan gaun itu meski yang di samping kamu bukan aku. Tapi aku bahagia, bisa melihatnya sebelum aku pergi.
Jadilah istri dan ibu yang baik, Lin. Aku pamit.
Aku pamit membawa cinta yang dalam itu ke keabadian. Bahagialah, Lin. Bahagialah.
Kaitlin menjatuhkan surat itu sambil bergumam “Bagaimana aku bisa bahagia, Ja! Sedangkan bahagiaku saja sudah pergi jauh dari ku”
Kaitlin berdiri dan menatap lemari di sebelahnya. Ia berjalan pelan dan pelan. Saat tangannya membuka lemari itu, jas yang di siapkan Raja untuk dirinya sendiri tersampir gagah di sana.
Hal itu membuat Kaitlin luruh di atas lantai.
“Pulang, Ja! Pulang!”
“Harusnya jas ini berhasil kamu kenakan sebelum kamu mati!”
“Kamu egois, Ja”
“KAMU EGOIS!!” Kaitlin menaikkan nada bicaranya.
“BAGAIMANA KAMU BISA MEMINTA AKU BAHAGIA SAAT KAMU SUDAH TIDAK ADA DISINI?!”
“Harusnya kita bisa berdiri bersebelahan dengan semua yang sudah kamu siapkan” Suara Kaitlin memelan lagi.
“PULANG, JA. PULANG, RAJA BRENGSEK” Kaitlin berteriak makin keras sehingga teman-temannya masuk menghampiri suara Kaitlin yang berteriak.
Zivia memeluk Kaitlin erat. Tiffany menatap jas yang ada di lemari dan foto-foto Kaitlin di dalam kamar Raja membuat Tiffany membekap mulutnya.
Tangisan Kaitlin amat pilu didengar.
“Bawa aku ikut bersama kamu, Ja” Dengan lemah
“Jangan bicara macam-macam, Lin”
Sekali lagi, malam-malam mereka penuh dengan tangis. Mereka belum bisa melepas kepergian Raja. Mereka belum bisa.
Hari-hari selanjutnya, mereka lagi-lagi harus menghargai kehilangan dan kepergian.
Kepergian Raja membuat mereka lebih sadar akan kehadiran mereka satu sama lain. Dan mereka tidak akan pernah sanggup untuk menyambut kehilangan lagi. Mereka tidak akan pernah sanggup.***
Selamat membaca
Big Love
Cayon!
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We? [Completed]
Teen FictionCinta akan membawamu pulang kepadaku. Meskipun langkahmu sudah terlalu jauh, aku yakin, kau akan kembali pada orang yang kau sebut rumah, yaitu aku.