33. Jangan Pergi

223 29 4
                                    

Ada yang berusaha untuk tetap berjalan pada porosnya. Dengan sejuta cara memunguti kepingan hatinya yang berserakan. Dengan sebuah kesadaran bahwa setengah hatinya telah pergi dan tidak akan pernah kembali.

Perlahan, kaki melangkah gontai menuju satu tujuan. Satu tujuan yang kini tidak lagi memiliki tuju. Dan kini hanya berjalan pada jalan setapak yang tidak tau akan berakhir dan berujung dimana.

Pukul delapan pagi terlalu cepat untuk kehilangan konsentrasi. Bukan, bukan pagi ini, semenjak mamanya meninggal, Dwiky benar-benar hilang arah.

Dwiky perlahan menuangkan kopi panas ke dalam gelasnya. Namun dengan sekelebat bayangan tentang mamanya, Dwiky tidak sadar sampai tangan laki-laki itu tersiram kopi panas. Dwiky hanya meringis dan langsung meletakkan teko berisi kopi panas yang mengenai tangannya tadi.

Seseorang meraih tangannya dan berujar dengan nada panik “Kamu gimana, sih, melamun ya? Bisa sampai begini”

Kaitlin langsung meraih tangan Dwiky dan meniupnya. Kaitlin menatap Dwiky yang merasakan perih di tangannya “Tunggu disini, aku ambilkan kotak p3k dulu”

Kaitlin langsung berlari mengambil kotak p3k untuk mengobati tangan Dwiky yang tersiram kopi panas. Dwiky hanya mampu memandang Kaitlin sembari menahan perih. Bukan perih di tangannya, melainkan di hatinya.

Keingintauan Kaitlin terhadap Raja membuat Dwiky masih sedikit ragu meskipun Kaitlin kini adalah miliknya. Namun, apa gunanya status jika hati gadis itu belum seutuhnya menjadi miliknya, pikirnya.

Kemudian Kaitlin kembali membawa kotak p3k dan meminta Dwiky untuk duduk agar Kaitlin bisa mengobati tangan Dwiky.

Sembari mengobati tangan Dwiky dengan fokus, Kaitlin bak seorang ibu yang mengomeli anaknya “Kamu hati-hati, kalau sampai luka begini kamu sendiri yang susah nanti. Sudah tau kopinya panas, tapi kamu malah melamun”

Dwiky hanya diam menatap Kaitlin yang fokus dengan tangannya. Setelah selesai mengobati tangan Dwiky, Kaitlin langsung membereskan kotak p3knya. Dan menatap Dwiky.

“Kamu sudah sarapan?” Mendengar pertanyaan Kaitlin hanya membuat Dwiky menggeleng. Jangankan sarapan, memiliki hasrat untuk bekerja saja ia tidak. Hanya saja jika ia diam di rumah, ia akan lebih kehilangan hasrat lagi untuk hidup.

Kaitlin menghela nafasnya dan menggenggam tangan Dwiky “Kehilangan mama lantas nggak boleh membuat kamu kehilangan diri kamu sendiri, Ky. Mama minta kamu untuk tetap bertahan dan hidup, kan?”

“Aku tau ini sulit untuk kamu terima. Tapi dimulai dengan makan kamu yang teratur, perlahan kamu butuh belajar untuk menerima semua kenyataan yang sudah ada di garis tangan kamu”

Dwiky menganggukkan kepalanya. Kaitlin mencium tangan Dwiky yang di diobatinya tadi.

Dwiky menatap Kaitlin “Aku boleh minta suatu hal dari kamu?”

“Apa?”

“Jangan pergi” Dwiky menatap Kaitlin serius.

Kaitlin hanya tersenyum dan mengangguk
“Kalau kamu pergi, aku nggak ada alasan lagi untuk hidup” Perkataan Dwiky membuat Kaitlin menghela nafasnya

“Kamu harus hidup tanpa bergantung dengan orang lain termasuk aku, Ky”

“Tapi aku cuma punya kamu sekarang. Pernyataan ku barusan mutlak, Lin. Kalau kamu pergi juga, aku akan hancur”

Kaitlin hanya diam menatap Dwiky yang seolah ingin mengatakan suatu hal lagi.

“Dan satu hal lagi, Lin. Jangan cari tau apapun lagi tentang Raja. Aku nggak pernah suka kalau kamu mencoba cari tau soal dia” Ujar Dwiky dingin

Can We? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang