49. Gaun Pengantin

152 14 0
                                    

Di balik perasaan perasaan yang siap mereka bunuh, ada perasaan khawatir yang tak sanggup untuk mereka singkirkan. Takut kehilangan dan tidak bisa berbuat apa-apa jauh lebih menyiksa di banding harus benar-benar membunuh perasaan cinta itu sendiri. Meskipun perasaan itu harus dibunuh, mereka bisa saling menikmati bahagia mereka. Namun ketika kehilangan, apa yang bisa kau lakukan selain hanya mengenang?

Jalanan yang ramaipun tidak membuat Kaitlin berkedip sama sekali. Matanya terbuka tapi entah melihat apa. Kosong. Hampa.

Dwiky yang sedang melajukan mobilnya pelan di tengah kemacetan Jakarta hanya terdiam melihat bagaimana Kaitlin yang tampak porak poranda. Namun gadisnya itu berusaha terlihat tidak hancur. Dan itu membuat Dwiky semakin sakit. Sedari tadi, Dwiky mengajaknya bicara. Namun setiap berusaha menjawab, jawaban yang di beri Kaitlin tidak sesuai dengan pertanyaan yang di beri Dwiky. Senyumnya terpaksa, senyum pedih itu bersarang di wajah Kaitlin.

Mobil Dwiky memasuki pekarangan rumah Kaitlin. Dan Kaitlin masih diam sampai Dwiky menggoyangkan tubuhnya pelan hingga Kaitlin meraih kesadarannya.

“Sayang, sudah sampai” Mata Kaitlin menoleh kesana kemari sambil mencari jiwanya yang entah kemana.

“Eh, i, iya, Ky” Geraknya asal seperti mencari sesuatu.

Dwiky menyerahkan tas milik Kaitlin “Ini kotak punya kamu”

Kaitlin kemudian terdiam, mendapatkan jiwanya kembali dan sadar, bahwa sedari tadi ia diam. Kaitlin meraih kotak itu dan meminta maaf berkali-kali kepada Dwiky karena tidak fokus.

“Maaf, Ky, aku-“ Seolah tau Kaitlin kehabisan kata, Dwiky membawanya kedalam pelukan hangat. Dan saat itulah, topeng itu terlepas. Kaitlin menangis sejadi-jadinya di pelukan Dwiky.

Lagu favoritnya bersama Raja yang terdengar kini menambah sakit di hatinya. Lagu itu berubah menjadi nyanyian menyakitkan di mana lagu itu hanya sebuah lagu dengan lirik dan nada yang indah bagi mereka yang cocok dengan lagu itu. Lagu itu tidak ada artinya lagi bagi Kaitlin. Rumah yang ia harapkan hancur berkeping-keping tak berbentuk. Sudah hilang semua harapnya.

“Maaf, Ky” Kaitlin mengucapkannya sekali lagi dengan sesenggukan.

Dwiky melepaskan pelukannya “Sstt.. it's oke, aku nggak akan keberatan untuk melihat kamu sehancur sekarang. Tapi aku mohon, jangan lari ketika aku bersedia mengumpulkan kepingan hati kamu meskipun nggak akan pernah utuh lagi”

“Aku nggak akan egois sampai meminta kamu untuk nggak memikirkan kondisi Raja. Aku tau, dia jauh lebih lama memberikan kamu kebahagiaan di banding aku. Aku menghargai perasaan kamu"

Kaitlin menatap mata Dwiky dan mendengar kalimat lembut Dwiky. Bagaimana mungkin laki-laki dihadapannya ini memiliki hati seluas langit. Benar kata Raja, Dwiky sangat berbesar hati melihat mereka berdua. Dwiky tidak pernah keberatan asal ia tidak dikhianati.

“Terima kasih, Ky”

Dwiky mengangguk dan menyeka air mata Kaitlin yang menjejak di wajahnya “Kamu boleh menangis sejadi-jadinya. Aku nggak akan melarang. Tapi jangan sampai kamu merasa kesakitan sendirian. Bagi ke aku agar rasa sakit di hati kamu berkurang meskipun nggak banyak”

Dwiky menatap mata Kaitlin dalam “Lin, mungkin aku bukan orang yang tepat untuk kamu. Mungkin perasan kamu pun belum sempurna untuk aku. Aku sadar akan hal itu”

“Tapi aku nggak pernah punya pemikiran untuk melepaskan kamu, Lin. Seperti yang kamu sendiri tau, kamu adalah harapan terakhir yang aku punya. Sejak bersama kamu aku tau aku harus bangun untuk apa. Semenjak bersama kamu aku punya alasan untuk bertahan dan melanjutkan hidup”

“Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkan keinginan aku ke kamu. Tapi aku sudah nggak bisa menunggu lama untuk hal ini” Kaitlin tetap fokus menatap Dwiky dan mencari maksud dari kata-kata Dwiky.

Can We? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang