Lorong rumah sakit terlihat lengang. Langit mulai menggelap seiring jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Kaitlin menyusuri lorong rumah sakit dan mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Samudra.
Pandangannya terhenti, ia melihat Samudra tengah menikmati minuman kalengnya. Dengan perasaan campur aduk, Kaitlin menghampiri Samudra untuk bertanya pada Raja yang menghilang secara tiba-tiba.
Samudra yang melihat Kaitlin berjalan ke arahnya menghela nafas pelan. Ia sudah menduga Kaitlin akan menghampirinya setelah bertemu di ruangan Tiffany tadi.
Kaitlin memilih duduk di samping Samudra sebelum mengutarakan pertanyaannya.
Kaitlin berkali-kali menghela nafas dan Samudra masih diam menikmati minumannya.
“Lo teman dekatnya Raja kan?” Kaitlin memulai percakapan. Samudra dan Raja bisa di bilang sudah berteman lama, meskipun Tiffany jauh lebih lama bersahabat dengan Raja. Hanya saja, Samudra dan Kaitlin baru bertemu sekali selama mereka menjalin hubungan. Maka dari itu, Kaitlin tidak akrab dengan Samudra.
Samudra meletakkan kaleng minumannya “Iya”
Jawaban singkat itu Sam utarakan dan membuat pertanyaan selanjutnya keluar dari bibir Kaitlin “Raja dimana?”
“Gue nggak tau”
Kaitlin langsung menoleh ke arah Sam “Nggak mungkin lo nggak tau, Sam. Lo teman dekatnya”
“Tiffany yang berteman dari kecil aja nggak tau Raja ada dimana. Apalagi gue”
Mendengar penuturan Sam, tubuh Kaitlin langsung melemas, Kaitlin menghela nafasnya kuat “Kalau lo ketemu Raja, tolong bilang sama dia, kalau mau menghilang, nggak apa-apa, asal kasih gue kepastian”
Samudra menatap Kaitlin yang menatap lurus ke depan “Memangnya lo masih berharap sama Raja?”
Kaitlin menggelengkan kepalanya “Gue nggak tau”
Dari satu sisi, Dwiky mendengar semua percakapan antara Kaitlin dan Sam. Dwiky hanya mampu terdiam karena ia bisa membaca, bahwa Kaitlin masih mengharapkan keberadaan Raja.
Dwiky menunduk dan menjauh dari tempat duduk Sam dan Kaitlin tadi. Berusaha mencari udara untuk dadanya yang kepalang sesak.
Kaitlin berjalan begitu saja meninggalkan Sam tanpa pamit. Kaitlin pikir ia akan menemukan jawaban setelah bertemu Sam, nyatanya, semuanya tetap sama, nihil.
Sesampainya di depan ruangan Tiffany, Kaitlin berhenti sejenak untuk mengembalikan raut wajahnya seperti semula. Agar teman-temannya tidak curiga. Ia menghela nafasnya kuat.
Kaitlin yang memasuki ruangan Tiffany menatap ke arah Tiffany yang terlelap“Tidur?” Keira hanya menganggukkan kepalanya.
“Loh, Ziv, Dwiky mana?” Tanya Kaitlin yang duduk di samping Zivia yang juga memejamkan matanya di sofa.
“Katanya tadi nyusul lo. Emang nggak ketemu?” Zivia mengucapkan itu tanpa membuka matanya sama sekali.
“Nggak” Setelah itu, tiba-tiba pintu terbuka dan memperlihatkan Dwiky disana.
“Kamu darimana aja deh, aku cari tapi tiba-tiba udah di sini” Dwiky berbicara seolah ia tidak mendengar apa-apa tadi.
“Aku kan bilang cari angin doang sebentar”
“Aku lapar deh, Lin”
Dwiky menatap Keira dan Zivia “Kalian lapar juga nggak?”
“Lo mau belikan kita makan?” Ujar Zivia.
“Mau makan apa memangnya?”
“Ngikut yang mau traktir aja nggak sih, Ziv?” tanya Keira yang duduk di samping brankar Tiffany. Zivia hanya menganggukkan kepalanya.
“Pesan online aja, Ky. Biar kamu nggak capek” Kaitlin menatap Dwiky yang duduk disebelahnya.
“Kita beli di luar aja deh, Lin. Ya?”
Kaitlin menghela nafasnya “Yaudah, ayo”
Kaitlin dan Dwiky akhirnya beranjak dari sana “Bentar ya, guys”
Dwiky menutup pintu ruangan Tiffany dan berpapasan dengan Samudra. Kaitlin berlalu begitu saja. Dwiky mengangguk sekilas dan di balas anggukan pula oleh Sam.
Dwiky menoleh ke arah ruangan Tiffany. Ternyata Sam sudah masuk ke dalam ruangan
“Itu pacarnya Tiffany, Lin?”
“Nggak tau, baru ketemu tadi” Elak Kaitlin. Dwiky hanya tersenyum samar. Kaitlin belum mau terang-terangan soal ini.
“Mereka sepertinya dekat, ya?”
Kaitlin hanya menggedikkan bahunya. Mengerti keadaan Kaitlin, akhirnya Dwiky berhenti bertanya pasal Sam.
“Kita beli kaos di pinggir jalan situ aja, boleh nggak?”
Kaitlin sontak menoleh ke arah kaos yang di pakai oleh Dwiky dan membuat ia sontak tertawa.
“Kok kamu masih pakai ini?”
“Kan tadi kamu, Lin, yang tarik aku suruh buru-buru” Ujar Dwiky dengan nada kesal. Namun nada kesal yang di keluarkan oleh Dwiky malah membuat Kaitlin gemas.
“Ya maaf. Aku panik tadi”
“Mana tadi di ledekin sama Zivia lagi, malu aku” Dwiky merengut bagaikan anak kecil.
Kaitlin menghusap pelan rambut Dwiky “Aduh, aduh, maaf ya, adek Iky, di ledekin jadinya. Habis beli makan, kita beli kaos pinggir jalan dulu, ya” Kekeh Kaitlin lagi.
***
Tiffany sudah bangun dari tidurnya. Namun antara Zivia dan Tiffany, keduanya masih saling diam. Tiffany mengajak Samudra bicara dan Zivia mengajak Keira bicara. Melihat hal tersebut membuat Samudra bingung. Keira pun hanya diam melihat keduanya sedang berperang dingin seperti ini.
Makan malam untuk Tiffany sudah datang. Keira berusaha mengambil makanan itu dan menyuapi Tiffany makan. Namun Samudra mengambil alih mangkuk bubur itu dan menyuapi Tiffany.
“Gue aja, Kei” Keira hanya mengangguk dan menyerahkan mangkuk itu kepada Samudra.
“Aku suapi, ya?” Tiffany hanya mengiyakan karena makanannya sudah berada di tangan Samudra. Tiffany sempat mendelik ke arah Keira, memberi kode agar tidak mengizinkan Samudra menyuapinya. Sayangnya, Keira terlalu tidak peka dengan hal itu.
Samudra menyuapi Tiffany dengan telaten. Sesekali Tiffany menolak dan ingin menyudahi makannya. Hanya saja, Samudra melarang dan memaksa Tiffany untuk menghabiskan makanannya.
“Dihabiskan, jangan sampai nggak. Biar cepat sembuh” Tiffany mau tidak mau menerima suapan Samudra yang sedari tadi menggantung di depan mulutnya.
Keira sedari tadi melihat ke arah Tiffany dan Samudra “Nolak tapi habis juga”
Zivia hanya diam mendengar penuturan Keira. Keira membenarkan posisi duduknya dan mendekat ke arah Zivia "Kira-kira, si Sam suka nggak sih, sama Tiffany?” Bisik Keira
Zivia mengesah nafasnya pelan “Ya mana gue tau”
Keira berdecak “Lo berdua yang berantem, jangan bawa-bawa ke gue juga keselnya, Ziv”
“Ya lagian lo nanyanya begitu, mana gue tau”
Pintu ruangan Tiffany, memperlihatkan Kaitlin bersama dengan Dwiky. Dwiky membawa lima box makan malam untuk mereka.
Melihat Samudra yang sibuk menyuapi Tiffany, Dwiky berinisiatif menawarkan makan untuk Sam “Bro, makan dulu” Dwiky menyerahkan satu box beserta minumannya kepada Sam.
“Thankyou, Bro” Samudra hanya menjawab singkat karena ini adalah pertemuan mereka.
“Aku sudah, Sam. Kamu makan dulu” Perintah Tiffany. Samudra hanya mengangguk dan meletakkan mangkuk bekas Tiffany di nampan dan meletakkannya di atas nakas.
Di tengah makan mereka, Kaitlin masih sempat bertanya bagaimana kondisi Tiffany. Dan Tiffany merasa jauh lebih baik kali ini.
“Oh, udah ganti baju ternyata” Kekeh Zivia. Dwiky hanya menggeleng sambil tersenyum mendengar ledekan Zivia.
“Jangan di ledekin mulu, Ziv. Kasihan anak orang” Kaitlin membela tapi dengan kekehan yang keluar dari bibirnya.
“Jadi yang jagain Tiffany di sini, siapa?” Tanya Kaitlin
“Gue bisa” Ujar Keira meletakkan box bekas makannya.
“Gue sekalian mau leha-leha, males kerja gue”
“Ingat, bestie, biaya menikah mahal” Peringat Zivia.
“Ye, nikah nikah, mau menikah sama siapa gue. Lagian kalau urusan menikah, mah, yang biayai suami gue lah, gue mana mau, ogah”
“Setidaknya masih ada sepatu jordan, tas Dior, skincare yang harus lo beli. Jadi, ingatlah bestie, bekerjalah agar semua itu bisa terbeli” Kaitlin ikut memperingatkan Keira.
“Gue mau cari sugar daddy aja, biar nggak capek kerja, bisa dapat apa yang gue mau” Kaitlin memukul kepala Keira pelan.
“Sugar daddy sugar daddy, kerja yang bener apa, Kei”
“Eh, bener juga Kei, cari sugar daddy aja yakan, biar enak kita tinggal ongkang kaki doang di rumah” Timpal Zivia.
Kaitlin hanya menggelengkan kepalanya pelan “Sudah nggak beres otak dua jomblo ngenes ini”
“Eits, tolong ya, ibuk, rumah anda kan kacanya besar, tuh. Tolong bercermin. Anda memang tidak jomblo, tapi di gantungin kayak jemuran. Bentar lagi juga kering” Ujar Zivia telak.
“Sialan” Umpat Kaitlin.
Kaitlin mendekat ke arah Tiffany “Untung di antara kita, lo paling normal, Ti. Jangan ikut-ikut gila, ya? Bisa stress gue kalau lo juga ikutan gila”
Tiffany hanya terkekeh mendengar penuturan Kaitlin. Begitupun Samudra.
“Gue pamit pulang, ya, Ti? Besok gue kesini lagi”
Tiffany mengangguk “Sendiri aja tapi, ya?”
Mendengar itu membuat mereka semua terdiam, Dwiky yang membereskan sampah bekas mereka makan pun berhenti sejenak, namun melanjutkan kembali aktifitasnya.
Zivia menoleh ke arah Dwiky yang merasa tidak nyaman dan menatap tajam ke arah Tiffany. Kaitlin pun sempat terdiam dan berusaha mencairkan suasana.
“Iya, besok gue harap lo sudah boleh pulang, ya?” Tiffany lagi-lagi hanya mengangguk.
“Ky, sudah? Duluan, yuk” Zivia menarik tangan Dwiky untuk keluar dari sana.
“Lin, gue sama Dwiky tunggu lo di depan, ya” Kemudian Zivia meninggalkan mereka tanpa berpamitan pada Tiffany.
Dwiky sempat menoleh dan mengucapkan sampai jumpa pada mereka. Melihat hal itu membuat Kaitlin bingung. Ia menatap Keira yang mengedikkan bahunya.
“Dah, Ti” Kaitlin memeluk Tiffany sekilas. Dan mengangguk samar ke arah Samudra.
Kemudian beralih ke Keira dan memeluknya “Gue balik duluan, ya? Jagain itu anak orang”
Keira hanya mengangguk “Aman. Hati-hati, ya, kalian”
Setelah mereka pergi, Keira berjalan mendekati Tiffany “Lo seharusnya nggak perlu bicara begitu, Ti”
“Lo mau belain mereka juga?”
Keira menghela nafasnya pelan “Ti, jangan keras kepala”.
Sam menghusap halus tangan Tiffany “Sabar”
Setelah itu, malam ini berakhir dengan kecanggungan yang terjadi di antara mereka semua. Entah mana yang benar, kita tidak pernah tau. Entah siapa yang salah, kita juga tidak tau.
Biarlah semesta bekerja pada kisah mereka yang entah akan di bawa kemana dan berakhir bagaimana.
***Halo, teman-teman. Selamat membaca. Oh iya, kalau ada kritik apapun, tolong sampaikan ke aku ya. Biar aku bisa perbaiki sesuatu yang menurut kalian kurang, oke?
Jangan lupa streaming "Kisah Sempurna - Mahalini Raharja" di semua platform digital, ya!
Semangat puasanya!
Big Love
Cayon!
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We? [Completed]
Teen FictionCinta akan membawamu pulang kepadaku. Meskipun langkahmu sudah terlalu jauh, aku yakin, kau akan kembali pada orang yang kau sebut rumah, yaitu aku.