Pagi-pagi sekali, Dwiky bergegas berangkat menuju kantornya. Pekerjaannya hari ini banyak sekali dan ia harus datang cepat agar pekerjaannya pun selesai dengan cepat.
Seperti biasa, Dwiky langsung berjalan ke tempat dimana mobilnya berada tanpa menggubris keberadaan orang tuanya disana.
Namun lagi-lagi, Ambar menahannya, memberikan kotak bekal untuk Dwiky bawa meskipun Ambar tau, Dwiky bahkan tidak menyentuh makanan buatannya.
"Tante buatkan kamu sandwich untuk sarapan. Kalau pagi itu butuh tenaga untuk mengerjakan pekerjaan kamu"
"Nih, kamu bawa, ya?" Ambar menyerahkan kotak itu kepada Dwiky.
Dwiky menghela nafasnya dan menatap Ambar dengan tatapan sedingin mungkin "Saya rasa, anda harus berhenti seperti ini kepada saya. Saya kira anda paham, makanan yang anda siapkan untuk saya tidak pernah saya sentuh. Dan tolong, berhenti"
Sena yang tengah duduk menikmati makanannya mencoba berteriak, namun ia mengingat perkataan Ambar untuk tidak lagi berlaku kasar pada Dwiky. Dwiky melirik ke arah Sena. Dan kemudian beralih ke arah Ambar.
"Ini yang terakhir" Dwiky melayangkan kotak bekal pemberian Ambar dan membawanya pergi.
Ambar kemudian kembali menikmati sarapannya dan duduk di sebelah Sena. Ambar tersenyum. Sena bahkan tau, bahwa Ambar bersedih di perlakukan seperti itu oleh Dwiky.
"Nggak apa-apa, Mas. Seenggaknya dia mau bawa bekal yang aku buat meskipun dia nggak pernah berniat untuk makan masakan ku"
Sena menggenggam jemari Ambar "Maafkan anakku, Mbar"
Ambar tersenyum dan menggenggam tangan Sena yang berada diatas jemarinya "Dia juga anakku, Mas"
***
Dwiky sibuk memainkan ponselnya sampai ia memasuki sebuah lift. Dwiky mendongak dan melihat ada seorang anak kecil di gendongan ayahnya berada satu lift bersamanya.
Anak itu memandang Dwiky. Dan Dwiky berkali-kali menggoda anak kecil itu sampai anak kecil itu berkali-kali tertawa oleh godaan Dwiky.
"Ciluk ba!" Dwiky terus menerus menggoda anak itu dan menggenggam jemari anak itu.
"Anaknya umur berapa, Mas?" Tanya Dwiky pada sang ayah.
"Baru satu tahun, Mas" Ucap ayah dari anak itu tersenyum.
Pintu lift terbuka dan kedua anak dan ayah itu keluar dari lift. Dwiky sekali lagi melambaikan tangannya dan membuat ekspresi seimut mungkin agar anak itu tetap tertawa sampai pintu lift tertutup kembali.
Dwiky menoleh ke sampingnya dan menemukan Kaitlin yang tengah tersenyum ke arahnya. Ternyata, Kaitlin sedari tadi menyaksikan bagaimana Dwiky menggoda anak kecil dan berusaha membuat anak kecil itu tertawa.
"Eh, ada kamu? Sejak kapan?" Tanya Dwiky pada Kaitlin yang masih tersenyum
"Dari tadi, kamu sibuk sama anak kecil yang tadi sampe-sampe nggak lihat aku di sebelah kamu" Kaitlin memandang Dwiky kagum.
Dwiky hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan terkekeh. Pintu lift terbuka dan mereka berdua keluar dari lift menuju ruangan mereka.
"Suka sama anak kecil?" Kaitlin mengajukan pertanyaan yang membuat Dwiky berpikir.
"Ya, lumayan sih. Soalnya anak kecil itu lucu" Kekehnya.
Dwiky meraih kotak makannya dan berencana membuangnya ke tong sampah. Sebelum makanan itu mendarat di tong sampah, Kaitlin langsung menghalangi niat laki-laki itu agar tidak membuangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We? [Completed]
Подростковая литератураCinta akan membawamu pulang kepadaku. Meskipun langkahmu sudah terlalu jauh, aku yakin, kau akan kembali pada orang yang kau sebut rumah, yaitu aku.