38. Cemburu

227 23 4
                                    

Angin sore Jakarta hari ini sepertinya sedang bersahabat. Bertiup lembut dan menenangkan. Suara kendaraan pinggir jalan masih tertangkap telinga meski jarak tampak jauh. Matahari yang hampir hilang di telan langit malam menjilat kulit seketika.

Secangkit coklat hangat berhasil menyentuh tenggorokannya yang mengering. Sedari tadi ia tak hentinya menatap langit yang tampak hampir gelap.

Tiffany memejamkan matanya sampai satu notifikasi masuk ke ponselnya. Tiffany meletakkan coklat panasnya dan meraih ponselnya. Pesan dari Raja langsung membuat ia menoleh ke bawah. Benar, Raja ada di sana. Menyunggingkan senyum manisnya sambil melambai. Tiffany sontak tersenyum tipis dan menggeleng. Berniat turun dan menghampiri Raja.

Saat Tiffany membuka pintu, bunga mawar putih sudah menghalangi pandangannya. Raja membawakannya bunga. Hal yang sudah tidak lama Tiffany dapatkan setelah Raja memiliki Kaitlin.
Dengan senang hati, Tiffany menerima bunga pemberian dari Raja dan memeluknya. Ini adalah pertemuan mereka setelah ia bertemu Raja yang melupakannya. Mengingat hal itu, senyum Tiffany memudar.

“Memang kamu sudah ingat aku?”

Mendengar pertanyaan dari Tiffany membuat Raja mengajak Tiffany duduk di teras rumah gadis itu. Langit mulai malam, dan mereka ditemani lamu teras yang baru saja di nyalakan.

“Maaf kalau aku nggak ngomong secara langsung sama kamu, Ti” Raja membuat kata pembuka sedemikian rupa. Langsung mengatakan tujuannya untuk datang pada Tiffany.

“Aku marah, Ja, aku tersinggung. Aku seperti sahabat yang nggak ada gunanya sampai tau penyakit kamu dari orang lain”

Raja mengehela nafasnya “Iya, Ti, aku minta maaf. Harusnya kamu marahnya ke aku aja, jangan Sam”

Tiffany melirik ke arah Raja “Samudra ngadu ke kamu?”

Raja terkekeh dan mengacak pelan rambut Tiffany “Bukan mengadu, Ti, dia curhat”

Tiffany berdecih “Ya sama aja judulnya”

“Tapi, Ti, dia berkorban banyak buat aku. Toh, dia juga sudah kasih tau kamu, kan? Jadi untuk apa marah?”

“Andai aku nggak paksa dia untuk cerita, mungkin aku nggak akan tau. Dan kalau sampai aku tau ketika kamu sudah sekarat, aku makin sedih, Ja”

Raja terkekeh sambil menundukkan kepalanya kemudian mengangkatnya kembali dan menatap langit “Andaikan kamu ngerti, gimana takutnya Samudra untuk sembunyikan hal ini dari kamu”

Raja menatap Tiffany “Dia takut kamu marah dan menjauhi dia. Tapi Sam bodoh juga ternyata, dia nggak bisa membaca kamu. Kamu tau belakangan atau lebih dulu pun, tingkat marahnya akan sama”

“Tapi Sam nggak pernah tega lihat kamu setiap kamu kepikiran aku, setiap kamu tanya-tanya soal aku. Dia terlalu sayang kamu, Ti”

Tiffany membalas tatapa Raja, mengernyitkan dahi seolah bertanya maksud dari omongan Raja “Samudra sayang kamu lebih dari teman, Ti. Memang dia bodoh nggak mau mengaku waktu kamu tanya alasan dia ada di sini cuma karena aku”

“Tapi dia memang ada untuk kamu karena dia mau”

Tiffany menghela nafasnya “Tapi aku nggak mau dia, Ja”

“Terus kamu maunya siapa?” Pertanyaan Raja membuat Tiffany terdiam

“Kamu, Ja” tapi jawaban itu enggan Tiffany keluarkan dari bibirnya.

Tiffany menggelengkan kepalanya “Nggak ada, eh, belum ada”

Raja terkekeh “Iya deh, iya”

Raja menghadapkan tubuhnya ke arah Tiffany “Ke mall, yuk? Kita nonton”

Can We? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang