36. Bertengkar

223 28 4
                                    

Jam menunjukkan pukul lima pagi, Kaitlin tak kunjung memejamkan matanya. Hawa dingin memeluk Kaitlin erat. Sejak Dwiky meninggalkannya semalam, Kaitlin benar-benar tak kunjung tertidur.

Pikiran-pikiran aneh memenuhi kepalanya. Sesak di dadanya membuat ia sulit untuk tidur. Sesekali air matanya menetes mengingat apa yang terjadi padanya saat ini. Berada di dua pilihan membuat ia bimbang.

Perasaan tidak enak sering sekali membuat Kaitlin enggan untuk membuat keputusan. Ia masih sadar, yang memenangkan hatinya hingga detik ini masih Raja.

Kaitlin tidak ingin menyakiti Dwiky dengan cara apapun. Kaitlin menyayangi Dwiky, sama seperti ia menyayangi Raja. Tapi rasa sayang itu tak cukup untuk membuat Kaitlin untuk tetap tinggal. Namun rasa tidak enaklah yang membuat Kaitlin bertahan dengan hubungan yang sedang ia jalani.

Setelah puas merenung sepanjang malam, Kaitlin beranjak bersiap untuk bekerja hari ini meski tidak bersemangat sama sekali. Tapi Kaitlin harus tetap profesional untuk tidak membawa urusan pribadi ke pekerjaan.

Setelah Kaitlin selesai bersiap-siap, Kaitlin langsung melajukan mobilnya menuju kantor. Kemacetan Jakarta lagi-lagi membuatnya makin sakit kepala dan gelisah. Sedari tadi, Kaitlin merasa tidak tenang. Jantungnya berdetak dengan kencang.

Sedikit demi sedikit, Kaitlin melajukan mobilnya pelan beriringan dengan ribuan mobil lainnya yang memenuhi Jakarta.
Setelah jalanan lengang, Kaitlin baru mampu menghela nafasnya. Kaitlin membelokkan setirnya dan memasuki area kantornya. Di parkiran, Kaitlin bertemu dengan Zivia yang juga sedang memarkirkan mobilnya.

“Selamat pagi” Ujar Zivia semangat yang di jawab dengan dehaman lemah dari Kaitlin.

“Lo kenapa? Lemes banget” Zivia mengatur langkahnya agar seirama dengan Kaitlin

Menilik dari mata Kaitlin yang terlihat mengantuk, Zivia menebak, bahwa Kaitlin tidak tidur semalaman

“Lo begadang, ya?” Mendengar pertanyaan Zivia, Kaitlin hanya menjawab dengan anggukan pelan.

Ketika mereka ingin memasuki lift, Kaitlin dan Zivia berpapasan dengan Dwiky. Zivia yang awalnya tersenyum kini memudarkan senyumnya ketika melihat Kaitlin dan dwiky yang terlihat dingin.
Kaitlin yang hanya melirik sedetik kemudian membuang pandangannya ke arah lain dan Dwiky yang memutuskan menggunakan jalur yang berbeda untuk menuju ruangannya.

Melihat itu membuat Zivia sedikit kebingungan. Saat memasuki lift, Kaitlin menghela nafasnya pelan. Zivia ingin bertanya, namun niatnya ia urungkan hingga mereka berdua sampai di ruangan Kaitlin.

Kaitlin duduk di tempat duduknya dan langsung meletakkan kepalanya di atas tumpuan tangan yang ia taruh di meja. Memejamkan mata dan sesekali menghela nafas.

“Lo sudah sarapan?” Pertanyaan Zivia hanya di jawab dengan gelengan dari kepala Kaitlin

“Lo irit banget bicara pagi ini. Kenapa? Lo ada masalah?”

Kaitlin menghela nafasnya dan menyenderkan tubuhnya “Gue berantem sama Dwiky tadi malam”

Zivia menganggukkan kepalanya pelan “Pokok masalahnya apa?”

“Raja”

Satu kata yang Kaitlin keluarkan membuat Zivia menghela nafasnya. Zivia sudah bisa menebak jika memang benar kenyataan yang mereka tau akhir akhir ini.

“Coba lo cerita dari awal biar gue paham”

“Gue kemarin ke rumah Raja tanpa sepengetahuan Dwiky”

Zivia menganggukkan kepalanya seolah mengerti “Pantas Dwiky cari lo kemarin”
Kaitlin berdecak “Nah, masalahnya juga itu. Gue lupa kabari lo kalau Dwiky cari, bilang ada sama lo. Gue malah ketahuan bohong”

“Lagian kenapa lo nggak jujur?”

“Gimana mau jujur, sih, Ziv. Dwiky tuh kalau sudah ada hubungannya dengan Raja pasti marah”

“Ya marah lah, Lin, lo pacarnya”

“Gue nggak suka dia melarang gue begitu. Dia atur-atur gue untuk nggak ketemu Raja. Padahal Raja nggak ada salah apa-apa sama dia. Tapi dia posesif gitu sama gue sampai-sampai menguntit gue” Kaitlin menjeda kalimatnya

“Gue juga butuh privasi dan nggak suka siapapun atur-atur gue”

Zivia menatap Kaitlin lekat “Gimana, udah ngomongnya?”

“Dengerin gue ya, Aleya Kaitlin Maheswari, yang namanya hubungan itu wajar kalau Dwiky melarang lo untuk ketemu mantan lo” Zivia menekan kata mantan di kalimatnya.

“Lagian selagi dia nggak minta lo yang aneh-aneh gue rasa nggak masalah deh”

Kaitlin menghela nafasnya “Masalahnya itu gue nggak suka di atur, Ziv”

“Kaitlin, yang namanya hubungan itu harus punya aturan kalau mau hubungan lo berjalan lancar. Nggak usah punya pacar kalau lo nggak mau diatur"

"Lagian wajarlah, kalau Dwiky melarang lo untuk ketemu Raja. Apalagi lo belum sepenuhnya move on. Dwiky takut posisinya terancam"

"Lo tau, Tante gue janda, dan dia menikah dengan mantan pacarnya waktu kuliah di umur empat puluh tahun. Singkatnya begitu, Tante gue aja bisa menikah dengan mantannya waktu kuliah, jadi lo pikir Dwiky mau posisinya di geser sama mantan lo? Lo pikir Dwiky bisa biasa aja kalau tau lo perhatian lagi ke Raja karna Raja sekarat?"

Kaitlin menatap Zivia "Nggak usah bawa-bawa penyakitnya Raja deh, Ziv"

Zivia menegakkan tubuhnya “Oke-oke, tapi waktu lo sama Raja dulu kayaknya nggak pernah ada masalah kalau Raja membatasi ruang gerak lo, tapi kenapa sama Dwiky begini?”

“Ya beda, Ziv”

“Karna Dwiky itu bukan Raja?” Mendengar pertanyaan Zivia membuat Kaitlin mengganggu

“Karena lo belum move on dari Raja?”

Kaitlin lagi-lagu menghela nafas “Gue nggak tau, Ziv, gue bingung”

Zivia paham, Kaitlin sedang bimbang dalam memutuskan hubungannya kali ini “Lo lebih baik pikirin matang-matang untuk ini. Gue sebagai sahabat yang baik cuma bisa kasih saran”

“Lo boleh pikirin diri lo sendiri, tapi kalau bisa jangan menyakiti siapapun, Lin”

"Gue masih sayang Raja, Ziv. Tapi gue juga sayang Dwiky"

Kaitlin menelusupkan wajahnya di kedua lengan yang ia lipat di atas meja "Gue harus gimana?"

Zivia mengelus pundak Kaitlin pelan "Ikuti kata hati lo kemanapun lo mau pergi dan pada siapa lo mau bertahan"

***

Samudra mengedarkan pandangannya ke berbagai arah. Karena feeling-nya mengatakan, bahwa Tiffany ada di sini. Sampai detik ini, Tiffany tak kunjung mengabarinya atau membalas pesannya. Samudra sadar, dia dan Tiffany tidak mempunya hubungan apapun dan Tiffany tidak wajib untuk memberinya kabar atau membalas pesannya.

Samudra sadar lebih bahwa mereka hany sebatas teman. Namun di dalam hati Samudra, Tiffany sudah ada di dalam hatinya sebanyak delapan puluh persen.
Samudra menemukan Tiffany di sana. Duduk dengan coklat panas beserta buku yang berada di tangannya. Samudra duduk dengan perlahan di hadapan Tiffany.

Tiffany yang merasa ada seseorang di depannya menoleh dalam dua detik ketika tau siapa yang ada di depannya. Seolah tidak perduli, Tiffany melanjutkan membaca buku yang ada di tangannya.
Samudra diam disana tanpa berbicara apapun. Merasa di perhatikan, Tiffany mulai merasa terganggu.

“Kalau nggak mau bicara apa-apa, lebih baik pergi”

Kata-kata itu membuat Samudra terkejut, pasalnya, Tiffany tidak pernah dingin kepadanya.

“Maaf” Satu kata yang Samudra keluarkan membuat Tiffany menutup bukunya dan melepas kaca matanya lalu menatap Samudra

“Untuk?”

Samudra menghela nafas “Udah sembunyikan penyakit Raja dari kamu”

“Aku sudah maafkan, selesai” Tiffany memasukkan bukunya ke dalam tas dan beranjak pergi.

Sebelum berhasil pergi, Samudra menahan Tiffany “Bisa bicara baik-baik sebentar, nggak?”

Tiffany melepaskan tangan Samudra yang menggenggamnya “Aku rasa pembicaraan kita sudah selesai. Kamu cuma mau minta maaf, kan?”

Tiffany mencoba pergi lagi dan sekali lagi Samudra menahan tangan Tiffany agar tidak pergi begitu saja.

“Tunggu dulu, Ti, kamu harus tau Raja yang minta aku untuk selalu ada dan stay sama kamu”

Tiffany sedikit kecewa dengan pernyataan Samudra “Kalau cuma permintaan Raja, berarti tugas kamu sudah selesai, aku sudah tau kondisi Raja dan aku baik-baik saja”

“Dan kamu juga perlu tau, aku nggak pernah minta kamu untuk tetap stay sama aku”

Telak. Samudra langsung melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Tiffany tadi. Tiffany beranjak pergi tanpa memperdulikan Samudra yang meratapi perasaannya yang bertepuk sebelah tangan.

Apakah ia harus berhenti di sini? Jujur, tanpa Raja minta sekalipun, Samudra memang menginginkan selalu ada bersama Tiffany.

Tapi kepergian Tiffany dan perkataan yang keluar dari bibir gadis itu membuat Samudra benar-benar terpukul.
Haruskah ia berhenti?

***

Aku tetap sayang kalian sampai detik ini, guys. Makasih udah mau tunggu dan baca 😥

Big Love
Cayon!



Can We? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang