63. Tengah Malam Mengerikan

171 16 0
                                    

Perasaan perasaan itu menghantui. Pikiran pikiran itu memenuhi kepalanya. Besok, mereka akan menghadiri pengadilan untuk meresmikan perceraian mereka. Dan kini, hati Kaitlin mulai goyah. Perhatian yang ia dapat dari Dwiky selama dua puluh sembilan hari ini tampak membahagiakan. Ia tidak tau akan melanjutkan semua ini atau tidak. Dari perasaan nyaman yang tumbuh itu, perasaan bersalah itu tetap ada dalam dirinya. Bertumbuh dan bertunas.
Kehadiran Zivia membuyarkan lamunannya. Kaitlin sontak menoleh dan tersenyum.

“Lo kok belum pulang?” Ujar Kaitlin sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul setengah enam sore.

“Nanti jadi ke rumah Tiffany, kan?”

Kaitlin hanya menganggukkan kepalanya “Gue nginep juga nanti di sana. Gue ambil baju baju gue dulu di rumah Dwiky nanti”

Mendengar penuturan Kaitlin membuat Zivia menghela nafas pelan “Gue hampir lupa, besok persidangan kalian”

Zivia meraih tangan Kaitlin “Lo sudah yakin?”

Kaitlin hanya menganggukkan kepalanya “Yakin, Ziv. Daripada gue memaksakan sesuatu yang nggak berjalan baik nantinya. Lebih baik akhiri sekarang saja”

Zivia hanya menganggukkan kepalanya tersenyum. Apapun keputusan Kaitlin, Zivia akan mendukungnya. Meskipun terasa salah, namun Zivia akan terus mendukung Kaitlin.

“Gue pulang duluan ya, Lin?”

“Hmm, nanti gue menyusul, ya. Kabari Tiffany”

Setelah Zivia keluar dari ruangannya, Kaitlin akhirnya membawa dirinya pulang ke rumah Dwiky dan mengambil beberapa barang yang akan dia bawa.

Sesampainya Kaitlin di rumah Dwiky, Kaitlin menatap lama rumah gelap itu dari dalam mobil. Beberapa kegiatan yang pernah mereka lakukan bersama terputar bagai kaset rusak. Setetes air matanya jatuh, lalu ia menghusap air matanya sambil tersenyum dan membawa dirinya masuk ke dalam.

Dwiky belum pulang, dan Kaitlin bergegas membereskan bajunya ke dalam koper. Ia mengedarkan pandangannya. Setelah ini, semua hal yang ia lakukan beberapa bulan bersama Dwiky di rumah ini, akan lenyap dan benar benar tinggal kenangan. Semua itu sempurna berputar di kepalanya.

Kaitlin menarik kopernya keluar, sebelum keluar dari kamar yang selama ini ia dan Dwiky tempati, Kaitlin menajamkan matanya dan menajamkan indra penciumannya untuk menghirup aroma kamar mereka yang tak akan pernah Kaitlin tempati lagi. Setelah itu, ia keluar. Sekali lagi berbalik untuk menatap kamar itu dan seketika menutup pintu.

Kaitlin memasukkan kopernya ke dalam mobil miliknya. Menatap lekat rumah itu dan masuk ke dalam mobil. Kaitlin mencengkram kuat kemudi dan menundukkan kepalanya.

Perasaan itu hinggap lagi. Perasaan bersalah itu semakin nyata. Dia melukai banyak orang demi memberi asupan untuk egonya. Ia dikalahkan oleh egonya sendiri. Ia tidak mampu mengendalikan kesedihannya hingga menyakiti banyak orang. Ia sendiripun tidak tau apakah ini benar atau tidak. Akhirnya, kebimbangan itu hadir lagi. Ia lelah. Ia sangat lelah. Ia tidak tau harus berbuat apalagi.

Kaitlin menangisi dirinya sendiri yang tidak bisa mengendalikan diri atas kesedihan dan kesepiannya. Kaitlin tersiksa karena ego yang merajai dirinya. Kaitlin mati-matian menghilangkan sesak di dadanya, namun ia bisa.

You can do it, Lin” Suara Raja memenuhi gendang telinganya membuat Kaitlin mendongak. Mencari keberadaan sang pemilik suara.

“Jangan pernah bersuara lagi, brengsek!” Ujar Kaitlin sesak. Karena setiap sayup suara itu ia dengar, rasanya Kaitlin ingin mati saja sangkin berat beban yang ia ciptakan sendiri.

Kaitlin kemudian melajukan mobilnya ke rumah Tiffany. Di mana kedua sahabatnya ada di sana. Kaitlin mengendarai mobilnya pelan sambil terus merasa sesak dalam dadanya. Sesak yang tak dapat ia hilangkan. Sedari tadi Kaitlin sudah mencoba menarik dan menghembuskan nafasnya kuat guna mengurangi perasaan sesaknya, namun hal itu tak bekerja sama sekali.

Sampai senyum Dwiky dan kedua orangtuanya memenuhi kepala Kaitlin, membuat air mata wanita itu menderas. Ia berteriak keras dan menangisi dirinya sendiri.

Beberapa saat kemudian, Kaitlin sampai di depan rumah Tiffany. Turun dengan langkah terseok dan tatapan kosong. Satpam depan rumah Tiffany yang menyapapun tidak lagi ia hiraukan. Tujuannya saat ini hanya dua sahabatnya.

Kaitlin membuka pintu dan kontan menghentikan tawa Zivia dan Tiffany yang sedang menikmati pop corn dan serial Netflix yang mereka tonton.

“Lin?” Ujar Tiffany yang masih terdiam di tempat duduknya bersama Zivia. Mereka membatu kala Kaitlin menatap mereka kosong.

Saat mendengar Tiffany memanggilnya, Kaitlin memperoleh kembali kesadarannya. Ia menatap kedua orang itu bergantian.

“Gue capek. Tolong peluk gue” kalimat yang Kaitlin ucapkan membuat kedua orang itu saling menatap.

Sampai akhirnya Kaitlin menatap lekat ke arah mereka, Tiffany dan Zivia langsung memeluk Kaitlin erat.

“Gue, capek” Ujar Kaitlin terbata sambil meneteskan air matanya.

Untuk pertama kalinya, Kaitlin menumpahkan tangisnya di depan kedua sahabatnya. Remuk perasaan Tiffany dan Zivia menyaksikan Kaitlin yang akhirnya mengaku kalah. Namun lebih baik begini dari pada Kaitlin melakukan hal yang membuat mereka takut kehilangan.

Semua kenangan tentang Raja belum berhasil ia hapus. Perasaan bersalah kepada keluarga Dwiky menambah beban Kaitlin berkali kali lipat. Ia sudah mencoba mengakhiri hidupnya, namun hal itu tidak berhasil sama sekali. Malah menambah beban bagi dirinya sendiri.

Tiffany dan Zivia memahami Kaitlin. Kaitlin sudah terlalu kuat selama ini menahan kesedihannya sendiri. Dan kali ini, mereka berdua berjanji akan menemani Kaitlin melewati masa sulitnya. Mereka berjanji, tidak akan pernah meninggalkan Kaitlin sendirian lagi. Dan mereka berjanji, akan selalu menjadi sandaran bagi Kaitlin, jika wanita itu mau. Dan jika wanita itu masih menetap.

Tiffany membawa Kaitlin untuk duduk dan Zivia bergegas mengambil segelas air putih untuk Kaitlin teguk guna menenangkan sahabatnya itu. Tiffany membelai lembut rambut lurus Kaitlin. Menghapus sisa air mata di pelupuk mata sahabatnya itu.

Zivia mengarahkan gelas air putih itu ke depan bibir Kaitlin agar ia menelan beberapa teguk air guna menenangkan pikirannya sejenak.

Zivia membelai lembut punggung Kaitlin “Terima kasih sudah mau mengakui kalau lo nggak baik-baik aja ke kami, Lin. Setidaknya, kita tau apa yang lo butuhkan selain saran”

“Kita bersedia jadi tempat lo pulang saat lo merasa dunia nggak berlaku adil buat lo”

Zivia meletakkan tangannya ke dada Kaitlin “Gue harap lo segera membaik, Lin. Kita akan temani lo terus. Hmm?”

“Gue rasa, lo butuh istirahat. Besok gue dan Zivia akan temani lo ke pengadilan. Apapun keputusan lo, kita akan tetap dukung lo”

Tiffany membawa Kaitlin ke tempat tidur dan membiarkan kaitlin berbaring nyaman di sana.

Sebelum Kaitlin memejamkan mata, ujaran lembut dari Zivia menghantarnya dalam tidur “Lin... You deserve to be happy”.

***

Dwiky memasuki kamarnya dan mendapati hal yang kosong. Rasanya hampa sekali. Sedari tadi ia mencari Kaitlin untuk mengajak istrinya itu untuk pulang bersama. Namun yang ia dengar dari satpam kantornya, Kaitlin sudah pulang sedari tadi lebih dulu.

Dwiky membuka lemari pakaiannya dan Kaitlin. Namun Dwiky menjatuhkan tangannya begitu saja saat menemukan pakaian Kaitlin sudah tidak lagi ada di sana. Dwiky terduduk, karena Kaitlin telah meninggalkan rumah mereka.

Dwiky merogoh sakunya guna menemukan ponsel yang sedari tadi tidak ia lihat. Kolom pesan dari Kaitlin adalah tujuannya. Wanita itu ternyata mengirimkan pesan.

My love ❤️

Maaf aku nggak pamit, Ky. Terima kasih untuk semuanya. Sampai bertemu besok di pengadilan. 

Setelah itu, Dwiky melempar ponselnya begitu saja di atas kasur dan merebahkan dirinya. Menghusap kasar wajahnya yang ternyata sudah dibasahi air mata.

Akhirnya, ada dan tidak ada Raja, ia tetap kalah. Ia tidak bisa memenangkan Kaitlin begitu saja. Tidak berhargakah dirinya untuk semua orang? Semua orang meninggalkan dirinya sendirian. Meringkuk bagai bayi yang kedinginan di atas kasurnya. Manangis merintih karena dunia begitu kejam pada perasaanya. Ia kehilangan dua wanita yang amat ia cintai dalam hidupnya, Mamanya, dan Kaitlin. Dunianya hancur. Benar benar hancur.

Padahal ia sudah berusaha menjadi pantas untuk tidak ditinggalkan. Namun apapun yang ia lakukan, semua orang tetap meninggalkannya.

***

Tengah malam, Kaitlin terbangun dari tidurnya. Menemukan Zivia dan Tiffany di samping kanan dan kirinya. Ia tidak lagi bisa tertidur. Perasaannya gelisah. Dan Kaitlin memutuskan keluar rumah dan mengambil kunci mobilnya untuk mencari ketenangan.

Kaitlin melajukan mobilnya pelan. Menyusuri jalanan yang pernah ia kunjungi bersama Raja. Kaitlin menemukan satu toko bunga yang hampir tutup dan menepi. Kaitlin menatap ke arah bunga anggrek dan langsung membelinya. Menghirupnya dalam dan sekilas bayangan Raja menyapanya. Kaitlin tersenyum dan berjalan menuju mobilnya.

Kaitlin meletakkan anggrek itu di sampingnya “Temani aku jalan-jalan” Gumamnya

Lagu favoritnya dan Raja memenuhi mobil. Kaitlin bersenandung. Menatap bayangan Raja yang duduk di sebelahnya sambil tersenyum. Menutup mata kala Raja membelai lembut wajahnya.

“Aku mau ikut kamu” Ujar Kaitlin. Dan saat membuka mata, ia hanya menemukan bunga anggrek yang ia beli tadi tergeletak di sampingnya.

Cahaya silau menyapa matanya tajam. Mata Kaitlin membesar kala sebuah truk besar berada di depannya. Supir itu mabuk dan salah jalan hingga memasuki jalan yang tak seharusnya.

Sebelum Kaitlin mampu membanting setir, mobil itu sudah berguling. Tubuh Kaitlin terpental kesana kemari. Kepalanya sangat sakit. Darah membanjiri kepalanya. Tubuhnya seakan remuk dan sulit di gerakkan. Kaitlin masih mendapati kesadarannya, ia melenguh ketika tubuhnya tidak dapat ia gerakkan. Sakit yang teramat sangat menyambutnya.

Engh~”

"Sshh~"

Lagi lagi Kaitlin melenguh. Diantara darah yang menggenang itu, kelopak bunga anggrek yang ia beli tadi tergeletak berlumur darah. Kaitlin terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya.

“Aku ikut kamu, Ja”

Sebelum ia memejamkan mata, ia dapat mendapati cahaya dengan Raja di dalamnya yang sedang mengulurkan tangannya ke arah Kaitlin. Saat ia menjulurkan tangan, Kaitlin tak sadarkan diri. Tangannya terjauh begitu saja mengenai darahnya yang menggenang.

Kaitlin, kehilangan kesadarannya.

***
Selamat membaca, guys. Aku sayang kalian!

Big Love
Cayon!


Can We? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang