66. Final Chapter

383 15 2
                                    

Sebelum baca, di akhir cerita ini, aku punya bonus untuk kalian. Di tonton ya!

***

Seminggu setelah kepergian Kaitlin, hidup mereka berubah. Zivia memeluk erat frame fotonya bersama Kaitlin. Menangis terisak mengingat bagaimana ia menjalani setiap hari bersama dengan Kaitlin.

“Kenapa harus lo, Lin. Kenapa harus lo yang pergi ninggalin gue sendirian di sini?”

“Setelah ini, ruangan siapa lagi yang mau gue ganggu setiap gue lagi nggak sibuk?” Zivia memukuli dadanya sesak

“Gue harus apa sekarang, Lin, gue harus apa?”

Seperti kaset kusut, kenangan mereka terputar. Membuat Zivia menutup matanya kuat. Mencoba merelakan tidak semudah yang di bayangkan.

Bagaimana mungkin kau dengan mudah merelakan orang yang sudah mengisi hidupmu tiba-tiba di renggut oleh kematian? Tidak dapat melihat senyum manis itu lagi. Tidak dapat memeluk tubuh hangat itu lagi.

Namun apapun yang terjadi, mereka semua harus mengikhlaskan kepergian itu. Mereka harus ikhlas.

***

Dua pasang kaki menapaki jalan yang dipenuhi tanah merah. Memeluk bunga anggrek ungu dan kemudian berjongkok di salah satu makam bertuliskan nama orang yang mereka sayangi.

Keira dan Tiffany mengunjungi Kaitlin. Di antara mereka semua, Tiffany yang menjadi satu-satunya orang yang realistis dan merelakan Kaitlin dengan lapang meskipun ia jatuh bangun selama seminggu ini. Namun Tiffany merelakan Kaitlin ketika gadis itu memimpikan Kaitlin yang tertawa bahagia dan menyapanya.

Kaitlin tidak lagi kesakitan. Kaitlin sudah bahagia. Dan mereka tidak seharusnya menghalangi Kaitlin berjalan ke keabadian.

Keira, orang yang penuh penyesalan itu berjongkok dan meletakkan bunga anggrek yang ia bawa untuk Kaitlin. Menghusap nisan Kaitlin dan menunduk kemudian meneteskan air matanya. Tiffany yang menyadari itu langsung memberikan ketenangan dengan membelai lembut pundak Keira.

“Maaf, Lin. Gue baru dateng saat nggak ada lagi kesempatan untuk bicara bahkan untuk yang terakhir sama lo”

“Maaf, gue terlalu lama ninggalin lo sampe gue nggak tau apa yang lo alami belakangan ini. Maaf karena gue terlalu sibuk dengan diri gue sendiri”

“Maaf, Lin, Maaf” Keira menangis terisak. Tiffany langsung menarik Keira dalam pelukannya.

“Udah, Kei, sekarang Kaitlin udah nggak kesakitan lagi. Kita harus ikhlas. Biarkan Kaitlin bahagia di sana. Setelah ini, kita benahi perasaan kita bareng bareng, ya?”

“Apapun yang lo rasain, jangan di pendam. Cerita ke gue ataupun Zivia. Gue nggak mau kehilangan lagi, hmm?” Kemudian Keira mengangguk sekilas dalam pelukan Tiffany.

Penyesalan memang akan selalu datang belakangan. Terkadang, hal kecil yang kita sepelekan pun mampu menjadi sebuah penyesalan. Sekecil apapun moment yang bisa kalian ciptakan detik ini, ciptakanlah. Karena dalam hidup, kenangan di dalam kepalalah yang akan abadi selamanya.

Keira, Tiffany, maupun Zivia, adalah orang yang menjadikan Kaitlin cahaya dalam hidup mereka. Lalu, mereka bisa apa ketika kenangan hanya tinggal kenangan? Mereka hanya perlu mengikhlaskan dan mendoakan Kaitlin untuk bahagia di kehidupan yang lain. Mereka... harus menerima bahwa Kaitlin tidak akan pernah ada lagi untuk memeluk mereka. Mereka harus menerima bahwa senyum manis Kaitlin tidak dapat lagi mereka lihat langsung. Melainkan dalam memori mereka dan sebuah foto yang berhasil mereka abadikan.

***

Klek

Sura pintu terbuka perlahan memperlihatkan seorang laki-laki dengan segala keputusasaan dalam binaran matanya. Kantung mata tampak jelas menghiasi mata bawahnya. Hidupnya hancur karena separuh jiwanya benar benar pergi meninggalkannya sendirian.
Kamar itu tampak bersih. Tidak ada satupun barang yang dipindahkan. Kenangan itu terputar bak kaset kusut. Bagaimana ia bahagia, bagaimana ia terluka, bagaimana untuk pertama kalinya ia bertengkar, dan bagaimana pertama kalinya ia merasakan bahwa Kaitlin memang miliknya.

Can We? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang