53. Habis Tak Tersisa

182 17 6
                                    

Tiffany lebih dulu berlari ke dalam ruangan tempat Raja di operasi dan di susul oleh Samudra. Kaitlin terdiam dan tidak mengucapkan sepatah katapun sampai saat ia menoleh ke arah Dwiky, Dwiky hanya menganggukkan kepalanya. Dwiky membawa Kaitlin masuk untuk melihat Raja.

Tubuh Kaitlin seketika memias. Tiffany memeluk erat tubuh Raja yang sudah tidak bernyawa lagi. Raja meninggalkan mereka semua tepat setelah ia merasa tugasnya sudah selesai.

Raja akhirnya pergi meninggalkan mereka semua.

Tiffany tidak hentinya menangis dan memohon agar Raja kembali pada mereka. Tapi harapan hanya harapan. Raja tidak akan pernah kembali.

“Ja, bangun! Kamu nggak boleh tinggalkan aku seperti ini! Rajaaa, bangun!”

"Kamu nggak boleh tinggalkan kita begini, Ja. Bangun nggak?!" Tiffany tidak hentinya berteriak sampai Samudra menarik Tiffany untuk menjauh dari jasad Raja dan memeluk kekasihnya itu erat.

“Raja sudah tenang, Ti. Jangan hambat kepergiannya dengan ketidaksiapan kamu. Dari awal kita udah bahas ini, kan? Kamu harus ikhlas” Samudra memeluk Tiffany yang belum berhenti menangis sambil merintih.

“Tapi, Raja pergi terlalu cepat, Sam” Tiffany berbicara didalam pelukan Samudra

“Kita nggak tau kapan Tuhan akan mengambil Raja. Tapi ini waktunya, ini waktu yang terbaik menurut Tuhan untuk memanggil Raja pulang pada-Nya”

Kaitlin menahan diri untuk tidak menangis. Kaitlin sudah dari tadi mengepalkan tangannya. Kaitlin mencoba menghargai Dwiky yang kini adalah suaminya. Kaitlin tidak mungkin menangis tersedu di depan jasad mantan kekasih yang amat ia cintai di depan suaminya. Padahal, ia sudah ingin berteriak saat pertama kali dokter menyatakan bahwa Raja meninggal.

Dwiky menatap Kaitlin. Dwiky membaca sesuatu yang membuat hatinya benar-benar patah. Kaitlin menahan tangisnya karena ada dirinya disana. Tatapan Kaitlin membuatnya mengerti, separuh hati Kaitlin benar-benar Raja bawa pergi.

Dwiky merangkul Kaitlin “Kalau kamu mau menangis, nggak apa-apa, sayang. Menangis selagi perasaan sedih itu memenuhi kamu. Jangan di tahan” Kaitlin yang mendengar kalimat halus dari Dwiky menoleh dan tersenyum tipis.

Tapi Kaitlin enggan menangis. Ia menyimpan tangisannya hingga rongga dadanya terasa penuh dan sesak. Kaitlin sedari tadi menarik dan menghembuskan nafasnya dengan kuat agar meminimalisir sesak dalam dadanya.

Tiffany dan Samudra mantap hal itu seolah mengerti, Kaitlin dan Raja butuh waktu berdua. Tiffany menyentuh lengan Dwiky dan menganggukkan kepalanya. Dwiky yang mengerti pun diam-diam melepas rangkulannya dan mengikuti langkah Tiffany dan Samudra lalu meninggalkan Kaitlin sendiri.

Kaitlin menatap lama wajah tenang Raja yang kini pucat. Kaitlin kehabisan kata. Ketika kenangan mereka terputar bagaikan film, Kaitlin mendekat ke arah Raja. Tangannya bergetar hanya untuk berhasil menyentuh Raja. Pelan, pelan, akhirnya tangan Kaitlin sampai di lengan Raja yang terasa dingin. Saat itu juga, Kaitlin mengeluarkan suara tangisnya. Suara tangis yang ia tahan sejak melihat Raja di pernikahannya tadi.

Penyesalan merajainya. Harusnya ia memeluk Raja sebelum ia pergi. Harusnya ia tidak bersikap cuek kepada Raja hanya karena tidak ingin menangis. Harusnya Kaitlin memeluk Raja yang masih bernyawa. Mengucapkan bahwa semua yang ia minta sudah ia wujudkan. Semua yang Kaitlin lakukan adalah bentuk cintanya pada Raja. Termasuk menikahi Dwiky yang belum seutuhnya ia cintai. Kini, separuh hatinya benar-benar Raja bawa pergi.

Kaitlin merintih, dadanya menyempit, nafasnya sesak. Ia sudah menyangkal dirinya berkali-kali kalau Raja akan pergi dan ini saatnya. Raja benar-benar pergi. Ketakutannya selama ini terjadi begitu saja tanpa aba-aba. Saat semua orang mengira ia bahagia menikah dengan Dwiky, disitu Kaitlin tersiksa karena harus membohongi semu orang tentang perasaannya demi Raja.

Can We? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang