45. Membunuh Perasaan

155 21 2
                                    

Taman rumah sakit menjadi saksi betapa putus asanya Kaitlin membujuk Raja agar berusaha bertahan hidup. Tiffany sudah meninggalkannya sedari tadi. Tiffany memberinya jeda untuk menurunkan emosinya. Kaitlin menghela nafasnya kasar sebelum beranjak dari sana.
Kaitlin membuka pintu dan pandangan langsung tertuju padanya. Kaitlin hanya memilih duduk diam tanpa menghiraukan tatapan Tiffany dan Sam. Raja tampak memejamkan matanya tertidur. Tiffany mendekati Kaitlin dan duduk di sebelahnya.

“Lin, gue sama Sam balik dulu nggak apa-apa? Nanti gue balik ke sini lagi” Kaitlin menoleh dan menganggukkan kepalanya

“Kalau ada apa-apa, langsung kabari gue, ya?” Tiffany memeluk Kaitlin sekilas

“Hati-hati, kalian”

Tiffany sekali lagi menghusap pelan jemari Raja yang masih tertidur. Sam menganggukkan kepalanya dan membawa Tiffany keluar dari ruangan Raja.
Sepeninggal Tiffany dan Sam, Kaitlin berjalan mendekati ranjang yang ditempati Raja. Memandang wajah pucat itu dalam. Membayangkan betapa sempurnanya pahatan Tuhan pada wajah Raja. Namun mengapa Tuhan merencanakan ini kepada ciptaan sempurna seperti Raja?

Kaitlin duduk dan meraih tangan Raja dan mengarahkannya ke pipinya. Menempelkan punggung tangan Raja yang dingin di wajahnya yang cukup hangat. Kaitlin memejamkan mata dan merasakan jemari Raja yang membuat hatinya menghangat mengingat Raja masih di sini bersamanya.

Kaitlin memejamkan matanya sejenak, ingatannya kembali ke masa di mana mereka berdua tampak seperti dua sejoli yang tak mampu berpisah. Namun keadaan sudah berubah. Semuanya sudah tidak sama dan tidak akan pernah ada lagi.

Kaitlin mengingat bagaimana senyuman Raja yang lebih cinta padanya. Bagaimana tatapan dalam Raja yang mampu menghipnotisnya. Bagaimana perlakuan Raja yang membuatnya merasa bahwa ia adalah ratu jika bersama Raja. Raja adalah satu-satunya laki-laki yang mampu membuat Kaitlin tersenyum salah tingkah. Raja adalah satu-satunya laki-laki yang mampu membuatnya bahagia hanya karna genggaman tangan mereka berdua. Dan Raja adalah satu-satunya laki-laki yang berhasil memporak porandakan hidupnya. Hanya Raja yang merajai hidupnya sampai detik ini.

Mengingat bagaimana hubungan mereka, Kaitlin tiba-tiba menangis dan menundukkan kepalanya. Sebuah tangan membelai lembut kepala belakangnya. Raja terbangun mendengar Isak tangis Kaitlin meskipun hanya terdengar lirih.
Kaitlin mendongakkan kepalanya demi menatap Raja yang membuka matanya. Lantas, Kaitlin langsung menghapus air matanya dan melepas genggaman tangannya. Berusaha menjauh dari Raja namun Raja menahan tangannya.

“Duduk di sini aja” Mau tidak mau, Kaitlin menuruti keinginan Raja untuk duduk di sebelahnya.

“Maaf tadi aku tampar kamu, Ja” Kaitlin menundukkan kepalanya.

“Its oke, Lin. Santai aja” Ujar Raja terkekeh
Dokter Lily datang masuk ke ruangan Raja. Dengan senyum mengembang, Lily menghampiri Raja dan memeriksa kondisi Raja yang perlahan membaik.

“Lusa kamu sudah boleh pulang, Ja. Untuk tawaran kemoterapi yang aku katakan ke kamu, masih berlaku. Aku akan tunggu kamu sampai kamu siap”

Raja hanya menghela nafasnya pelan. Setelah mengucapkan hal itu, dokter Lily langsung keluar dari ruangan Raja. Sebelum keluar dari ruangan Raja, Lily sempat menghusap bahu Kaitlin lembut yang membuat Kaitlin mengangguk.
Diam merajai mereka. Hanya ada keheningan dan suara detik jam yang dapat mereka dengar. Raja lebih dulu memecahkan keheningan di antara keduanya.

“Temani aku keluar sebentar, mau?” Raja beranjak duduk

“Tapi sudah malam, Ja. Nggak usah deh” Tolak Kaitlin

“Aku bosan. Kalau kamu nggak mau, ya udah, aku aja” Ujar Raja mulai berdiri.

Melihat hal itu, Kaitlin kemudian ikut berdiri “Yaudah, tapi pakai kursi roda, ya?”

Can We? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang