Dua kali dua puluh empat jam sudah Kaitlin terdampar di dalam ruangan yang membuat ia sungguh tidak betah. Kadang, hanya ada Zivia dan Tiffany yang bergantian menjaga dirinya di rumah sakit. Meskipun Kaitlin sudah melayangkan protes pada mereka berdua, Zivia dan Tiffany jauh lebih galak menyangkal protes yang Kaitlin layangkan.
“Gue nggak akan ngapa-ngapain lagi, jadi kalian nggak perlu repot jagain gue” Ujar Kaitlin
Zivia menatap Kaitlin “Siapa yang bisa menjamin otak lo udah bisa berpikir lebih realistis lagi?”
Meskipun masih dalam mode kesal, Zivia tidak akan bertahan lama untuk mengabaikan Kaitlin terus menerus. Setelah kekecewaan yang Zivia layangkan pada Kaitlin malam itu, pagi harinya Zivia sudah datang membawa buah dan mengupasnya serta memberikannya langsung pada Kaitlin.
Kaitlin yang ditatap dingin oleh Zivia, hanya meringis melihat betapa menyeramkannya tatapan sahabatnya satu itu. Takut-takut, Kaitlin memanggil Zivia yang hanya di jawab dengan dehaman singkat. Setelah itu, Kaitlin meminta maaf atas sikapnya yang terus mengabaikan perasaan sahabat sahabatnya yang takut kehilangan dirinya.
Zivia duduk diam di samping ranjang Kaitlin yang masih tertidur. Besok, Kaitlin sudah diperbolehkan untuk pulang. Dan sampai detik ini, Dwiky belum menampakkan dirinya di hadapan Kaitlin.
Ambar dan Sena datang setiap hari meskipun mereka sebenarnya sudah tau penyebab Kaitlin bisa sampai berakhir di tempat ini. Namun Sena dan Ambar mengurungkan niat untuk membahas itu di depan Kaitlin yang masih rentan. Mereka masih bersikap seperti mertua yang baik di hadapan Kaitlin. Berpura-pura tidak tau adalah jalan yang terbaik hingga menantu mereka itu siap untuk membahas pasal perceraian yang ia layangkan itu.
Saat kedatangan Sena dan Ambar kemarin, Kaitlin berhasil memasang topengnya. Ia bingung harus menjawab apa jika mertuanya itu bertanya sebab musabab ia terjebak di ruangan ini. Namun dugaan Kaitlin salah. Mereka tidak membahas sama sekali hal yang membuat ia hingga nekat ingin mengakhiri hidupnya. Jika kedua orang tua Dwiky sedang beranggapan bahwa semuanya baik-baik saja, Kaitlin juga akan begitu. Melakukan peran seolah ia masih menjadi menantu yang baik dan terus baik-baik saja di depan mereka.
Mereka sibuk bersandiwara. Jika sandiwara itu lebih mudah dibanding mengakui kebenaran yang mampu memporak porandakan perasaan mereka, mereka lebih baik bersikap semuanya bisa dikendalikan.
Ruangan Kaitlin terbuka, memperlihatkan Dwiky di sana. Zivia tersenyum simpul, akhirnya Dwiky berani datang menampakkan diri di hadapan Kaitlin meskipun wanita itu sedang terlelap dalam tidurnya.
Zivia berdiri “Dia masih tidur”
Zivia melirik jam tangannya “Sebentar lagi mungkin bangun, waktunya makan siang”
Sesaat setelah itu, makan siang Kaitlin datang bersamaan dengan terbukanya mata Kaitlin yang mendapati Dwiky meraih makanan miliknya. Kaitlin menghela nafas melihat Dwiky ada di sana. Ia tidak tau apa yang ada di dalam pikiran Dwiky selama beberapa hari ini hingga ia baru datang hari ini. Dan Kaitlin tidak tau, Dwiky selalu berada di depan ruang rawatnya. Setiap jam, tanpa berani menemuinya. Perasaan mereka berkecamuk memikirkan pertemuan seperti apa dan percakapan apa yang akan mereka bahas ketika mereka bertemu.
Melihat Kaitlin yang juga sudah bangun, Kaitlin mendudukkan dirinya. Zivia menoleh ke arah Tiffany memberi kode untuk meninggalkan Dwiky dan Kaitlin berdua.
“Gue sama Tiffany makan siang dulu, ya, Lin” Ujar Zivia yang tidak dijawab oleh Kaitlin. Tatapan yang Kaitlin layangkan pada Zivia menandakan bahwa ia tidak ingin ditinggal berdua dengan Dwiky karena ia tidak tau harus seperti apa.
Zivia meraih ponselnya yang berada di samping Kaitlin dan membisikkan sesuatu “Jangan lari terus, kalian berdua harus menyelesaikan masalah kalian”
Setelah itu, Zivia dan Tiffany keluar dari ruang rawat Kaitlin dan meninggalkan sepasang suami istri yang canggung itu. Dwiky mengaduk pelan makanan Kaitlin dan mengarahkannya ke depan Kaitlin.
“Aku bisa sendiri” Kaitlin mencoba meraih nampang yang ada di tangan Dwiky.
“Biar aku aja. Buka mulut kamu” Dwiky tetap membiarkan tangannya mengambang pegal di depan mulut Kaitlin yang tak kunjung terbuka.
“Seenggaknya makan untuk diri kamu sendiri” Dwiky menatap lirih ke dalam mata Kaitlin. Kaitlin yang menatap mata Dwiky juga langsung memutus kontak begitu saja dan menerima suapan Dwiky.
“Gimana keadaan kamu?” Ujar Dwiky.
“Lebih baik” Kaitlin hanya menjawab singkat.
Dwiky melirik ke arah tangan kanan Kaitlin yang di perban bekas sayatannya tempo hari. Kaitlin mengikuti arah pandang Dwiky dan menyembunyikan tangan kanannya ke tangannya yang lain. Dwiky menghela nafasnya berat. Bingung ingin memulai dengan percakapan apa lagi.
Hingga makanan itu tandas, Dwiky menyerahkan obat yang sudah disiapkan untuk Kaitlin minum. Setelah semuanya selesai, mereka terdiam cukup lama.
Hingga Dwiky membenarkan posisi duduknya dan memanggil Kaitlin pelan. Kaitlin hanya berdeham tanpa menatap Dwiky.
“Maaf” Satu kata yang Dwiky keluarkan dari mulutnya berhasil meraih tatapan dari Kaitlin.
“Untuk apa?”
“Maaf aku baru berani temui kamu hari ini”
“Hmm, nggak masalah, Ky. Aku tau kamu sibuk”
Dwiky menatap Kaitlin “Bukan, Lin. Bukan karena sibuk. Aku nggak berani temui kamu dan belum siap untuk membahas apapun yang membuat kamu nekat seperti ini”
“Sebegitu inginnya kamu aku menandatangani surat perceraian itu, Lin?” Nada bicara Dwiky lirih, mata yang memerah dapat Kaitlin temui di sana.
Melihat Kaitlin yang diam saja, Dwiky melanjutkan kalimatnya “Aku akan menuruti kemauan kamu. Tapi jangan pernah begini lagi”
“Ini bukan salah kamu, Ky. Aku aja yang kehabisan akal malam itu. Maaf kalau buat kamu khawatir”
“Dan... masalah surat cerai itu, kita bicarakan setelah kamu siap aja”
“Harusnya aku yang bicara begitu, apa kamu udah siap untuk kita bahas ini sekarang? Aku nggak mau kamu tersiksa dengan status yang kita punya sekarang” Ujar Dwiky.
“Orang tua kamu dan orang tua aku sepakat untuk menuruti anak-anaknya meskipun mereka keberatan. Karena bagi mereka, kita berdua yang berhak menentukan kemana ini akan kita bawa”
“Setelah kamu keluar dari rumah sakit dan sehat, aku akan antar surat perceraian yang sudah ditandatangani itu ke pengadilan” Dwiky mengatakan semuanya secara gamblang, meskipun jantungnya bagai di pukul oleh palu, Dwiky mencoba menahan dirinya untuk tidak menangisi perkataannya sendiri."Kamu... udah tanda tangan suratnya?" Mendengar perkataan Kaitlin, Dwiky hanya menganggukkan kepalanya lemah.
Kaitlin yang sama hancurnya hanya diam. Tiba-tiba perasaannya gelisah dan dan dadanya terasa nyeri. Ini yang ia inginkan, tapi ketika Dwiky menuruti permintaannya, Kaitlin merasa tidak rela jika memang harus betulan selesai. Masih sama, Kaitlin masih memiliki perangai yang egois.
Dwiky meraih tangan Kaitlin “Sebelum kita resmi bercerai, izinkan aku jadi suami yang membuat kamu senang, Lin. Seberapa singkatpun itu, izinkan aku menyelami hidup kamu sebagai seorang suami yang bisa kamu percaya”
“Jangan, jangan buat aku merasa nggak ada gunanya di dunia ini, Lin. Aku cuma punya kamu” Ujar Dwiky terbata.
Kaitlin meraih Dwiky dalam pelukannya “Maaf sudah menyakiti kamu sedalam ini, Ky. Kita masih punya waktu sebelum kita resmi bercerai”
Sesaat setelah mereka melepaskan pelukan, pintu ruangan Kaitlin terbuka dan memperlihatkan Sena dan juga Ambar di sana. Ambar kemudian memeluk Kaitlin erat dan mencium pucuk kepalanya. Kaitlin memejamkan mata dan sekali lagi merasa bersalah. Mengingat kasih sayang orang tua Dwiky kepadanya membuat ia tidak tega menghancurkan kebahagiaan itu lebih hancur lagi.
“Gimana keadaan kamu, Lin?” Ujar Ambar yang meletakkan beberapa buah yang ia beli untuk Kaitlin.
“Membaik, Ma. Besok udah boleh pulang” Kaitlin memasang senyumnya
“Besok sepertinya ayah nggak bisa kesini karena ada urusan. Kamu bisa jemput, Ky?” Ujar Sena kepada Dwiky.
“Bisa, Yah. Besok aku yang jemput Kaitlin”
Ambar yang sedari tadi sibuk mengupas apel lalu memotongnya menjadi beberapa bagian kecil dan mengarahkannya ke arah Kaitlin. Kaitlin mau tidak mau menerima suapan buah dari ibu mertuanya itu.
“Mama harap, keputusan yang akan kalian ambil akan menjadi keputusan terbaik. Apapun keputusannya,-“ Ambar menjeda kalimatnya dan menghela nafas.
“,-yang penting kalian bahagia. Meskipun mama mengharapkan masih ada setitik kecil kemungkinan baik, tapi kalau titik itupun nggak bisa di lihat lagi, mama akan selalu berdoa untuk kalian berdua” Setelah menyelesaikan kalimatnya, Ambar mengambil langkah untuk keluar dari ruangan Kaitlin dengan tatapan sendu yang ia dapat dari tiga orang di sana.
Mereka paham, Ambar sangat menyayangi Kaitlin. Dan mengingat mereka akan berpisah, Ambar juga terluka. Tapi Ambar tidak boleh egois untuk tetap memaksa mereka bertahan jika sudah tidak ada lagi yang bisa dipertahankan.
Ambar membawa dirinya keluar dari ruangan Kaitlin. Kaitlin yang menatap hal itu sekali lagi merasa bersalah. Dan perasaan bersalah itu makin jadi dan makin menyakitinya.
Ia bimbang, apakah ia harus memikirkan orang-orang di sekitarnya, atau malah memikirkan dirinya sendiri. Mereka semua hancur. Dan entah bagaimana cara mereka mengumpulkan kehancuran itu meski tak akan pernah utuh lagi.***
Selamat membaca, guys.
Big Love
Cayon!
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We? [Completed]
Teen FictionCinta akan membawamu pulang kepadaku. Meskipun langkahmu sudah terlalu jauh, aku yakin, kau akan kembali pada orang yang kau sebut rumah, yaitu aku.