34 - Holiday 2

320 13 40
                                    

HAI GUYS! APA KABAR?
SEMOGA SEHAT SELALU YAA^^

SENENG NGGAK NATASYA BISA UPDATE LAGI?

UDAH SIAP BACA PART 34?
SPAM EMOT 🐨 KOALA KALAU KALIAN UDAH SIAP BACA PART INI!

JANGAN LUPA UNTUK VOTE TERLEBIH DAHULU SEBELUM BACA YA^^ JANGAN SIDERS!

SELAMAT MEMBACA, SEMOGA SUKA💗

****

"Aku mencintaimu, bukan hanya karena siapa kamu. Tapi juga karena menjadi apa diriku saat bersamamu."

"Wah keren banget!" seru Caca setelah menyiapkan karpet dan menata semua barang bawaannya. Sederhana, namun terlihat sangat aesthetic menurutnya.

Devano hanya tersenyum menanggapinya. Pria itu berjalan kemudian duduk diatas karpet tersebut. "Sini," ucap Devano sembari menepuk tempat kosong di sampingnya, menyuruh Caca agar duduk di sebelahnya.

Caca yang tampak kegirangan itu lantas melompat kearah Devano dan duduk disamping pria itu. "Jangan lompat-lompat!" tegur Devano dengan nada ketus.

Caca menggaruk tengkuk kepalanya yang tak gatal, gadis itu cengengesan memandang Devano yang terlihat marah kepadanya. "Jangan marah," ucapnya lembut sembari menangkup kedua pipi Devano dengan tangan mungilnya.

"Hm," gumam Devano, tangannya terangkat melepaskan tangan Caca yang berada di pipinya, kemudian menggenggam tangan gadis itu dengan erat.

"Acha mau makan buah, Kakak mau?" tanya Caca sembari menatap mata teduh milik Devano.

Devano mengangguk. "Acha potong dulu buahnya," kata Caca, kemudian mengambil sebuah pisau dan 2 buah apel merah untuk di potongnya.

"Anggur hijau mau Kak?" tanya Caca lagi tanpa menoleh kearah Devano karena dirinya tengah fokus memotong buah apel di tangannya.

"Hm," gumam Devano, bertanda iya. "Aku bukan Kakak kamu, Cha." ucap Devano, dirinya mulai merasa jengah dengan panggilan itu.

"Terus mau di panggil apalagi?" kata Caca yang masih fokus memotong buah apel.

"Sayang," ucap Devano, menyebut apa yang dia ingin kan. Membuat Caca tersedak dibuatnya.

"Sayang, ya?" ucap Caca. Devano mengangguk meskipun Caca tidak melihatnya, "Tapi Acha belum terbiasa," lirih Caca diakhir kalimatnya, membuat Devano merasa bersalah karena telah membuat gadisnya merasa sedih.

Devano mendekat, ia merengkuh pinggang Caca dan membawa gadis itu kedalam pelukannya. "Maaf," sesalnya. "Panggil apa aja yang bikin kamu nyaman," ucap Devano pelan, dengan tangan yang terus mengusap-usap kepala Caca.

Caca mendongak menatap Devano, sejujurnya ia merasa bersalah kepada Devano karena tidak bisa menjadi pacar yang romantis untuk pria itu. Ini terlalu cepat, hingga membuatnya tidak terbiasa dengan hal-hal yang romantis, lagipula ini adalah cinta pertamanya. Wajar saja kalau ia tidak bisa memahami banyak hal.

"Aku-kamu boleh?" tanya Caca.

Devano mengangguk, "Itu lebih baik," ucapannya menyetujui.

Caca tampak berpikir sejenak, "Tapi kalau di sekolah aku tetap panggil Kakak ya, nggak apa-apa kan?"

"Iya sayang, panggil apa aja yang bikin kamu nyaman. Jangan pikirin ucapan aku tadi ya? Aku cuma bercanda, aku nggak masalah kamu mau panggil aku apapun itu," ucapnya panjang lebar diakhir dengan helaan nafas pelan. Dirinya terlalu lelah karena terlalu banyak bicara.

Caca terkekeh melihat tingkah Devano, "Baru ngomong segitu aja udah capek," ujar Caca yang mengerti dengan keadaan Devano.

"Nggak biasa," sahut Devano.

NATASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang