49 - Ayo bahagia, Natasya!

349 13 14
                                    

“Aku tidak pernah menyalahkan kehadiran rindu. Karena, dia datang untuk menggantikan ketidak hadiran-mu.”

🥀

Caca membuka matanya secara perlahan saat merasakan usapan lembut pada rambutnya. Ia menoleh dan terkejut mendapati Devano yang sudah sadar dari tidur panjangnya.

“Kak udah sadar?!” tanya Caca terkejut dengan wajah khas bangun tidur.

Devano bergumam pelan, “Hm,”

“Mau aku panggilin dokter?” tanya Caca namun Devano hanya diam menatapnya.

Caca yang ditatap seperti itu merasa gugup, ia tidak mengerti arti dari tatapan Devano. Pria itu menatapnya dalam dengan wajah datar, membuat Caca sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan.

“Maaf, Acha ketiduran,” ucap Caca setelah menelah arti dari tatapan Devano. Gadis itu menunduk merasa bersalah.

Devano bergerak mundur dari tidurnya, menyisakan ruang kosong disampingnya. Lalu dengan gerakan pelan pria itu menarik tangan Caca hingga gadis itu terduduk di atas brankarnya. “Tidur lagi aja,” ucap Devano kemudian membantu Caca untuk tidur di sampingnya.

Caca memiringkan badannya menghadap Devano secara perlahan. “Kak maaf,” ucap Caca dengan tatapan bersalah.

Devano menatapnya dengan seksama. “Maaf buat apa?” tanya Devano dengan suara serak dan beratnya.

“Aku ketiduran. Seharusnya aku jagain kamu yang bener,” gumam Caca, membuat Devano mati-matian menahan senyumnya. Lucu.

“Masih ngantuk, hm?” tanya Devano mengalihkan.

Caca mengangguk. “Hm, sedikit.”

“Tidur. Aku juga mau tidur,” ucap Devano membuat Caca menatapnya. “Kenapa?” tanya Devano karena Caca terus menatapnya.

Caca menggeleng kemudian membalikan tubuhnya memunggungi Devano agar Devano tak merasa kesempitan. Namun yang dilakukan pria itu justru semakin merapatkan tubuhnya pada Caca lalu memeluk gadis itu dengan sebelah tangannya membuat Caca menelan ludah gugup.

Devano memeluk pinggangnya dengan erat, bahkan Caca bisa merasakan bahwa tangan Devano kini bergetar, membuat Caca menggenggam telapak tangannya.

“Kak kenapa?”

Devano hanya diam memandang Caca yang membelakanginya. Matanya memerah namun tak ada reaksi apapun yang ditunjukannya.

“Kak jangan bikin aku takut,”

Lagi, Devano tak menjawabnya. Rasa bersalah dan rindu yang memuncak membuatnya menjadi seperti ini.

Caca yang semakin khawatir pun berniat untuk membalikan tubuhnya menghadap Devano namun pergerakannya langsung ditahan oleh pria itu hingga membuat Caca berhenti.

“Tidur, Cha.” titah Devano. Ia hanya tak mau gadisnya melihatnya dengan keadaan seperti ini.

Devano menghela nafas pelan, memenangkan dirinya. Ia memeluk Caca kemudian menyembunyikan wajahnya pada punggung gadis itu.

I miss you, Natasya.”

***

Devano membuka matanya secara perlahan, hal pertama yang ia rasakan adalah usapan lembut pada pipinya. Ia menatap Caca dan terkejut saat melihat gadisnya menangis.

Devano berusaha tenang. Tangannya yang bebas bergerak menyentuh pipi Caca dan menghapus air mata gadis itu. “Kenapa nangis?” tanya Devano serak khas bangun tidur.

NATASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang