52 - Gangguan pertama

276 7 38
                                        

“Jangan takut, ada aku di setiap langkahmu.”

🥀

“Kak! Kak, berhenti Kak!”

Devano yang sedang fokus menyetir mobilnya menoleh, lalu menepikan mobilnya di pinggir jalan yang tak jauh dari sekolahnya.

“Kenapa?” tanya Devano pada Caca di sebelahnya. “Dikit lagi nyampe, nanti kita telat.” ucap Devano pada Caca.

Jam sudah menunjukan pukul 7:10 , sedangkan bel berbunyi pada pukul 7:15, itu artinya 5 menit lagi bel akan berbunyi dan kegiatan belajar mengajar akan segera dimulai. Mengingat cuaca hari ini begitu mendung dan sedikit gerimis, Devano memastikan bahwa senin pagi ini tidak akan ada kegiatan upacara bendera.

“Acha mau turun disini,”

Ucapan spontan itu membuat Devano menoleh, lalu menggeleng dengan keras. “Nggak.” tolak Devano mentah-mentah.

“Pokoknya Acha mau turun disini!” ucap Caca kekeuh pada pendiriannya.

Caca sudah bersiap untuk menggendong tasnya. Gadis itu hendak membuka pintu mobil, namun dengan cepat Devano mengunci semua pintunya.

“Kak ih! Kok dikunci sih?!” kesal Caca.

Devano mendekat pada Caca, membelai rambut gadisnya dengan lembut. “Aku nggak akan ngebiarin kamu jalan kaki buat ke sekolah,” ucapnya dengan nada begitu lembut.

“Udah nggak jauh Kak! Nggak apa-apa kalo Acha jalan, udah deket kok.”

Devano mengangguk membenarkan. Memang, jarak tempatnya berhenti dan gerbang sekolah itu cukup dekat. Tapi Devano tetap tidak membiarkan gadisnya pergi sendiri.

“Aku tau,” jawab Devano santai. Pria itu sudah menyalakan mesin mobilnya kembali.

“Yaudah kalo udah tau. Buka pintunya sekarang,”

Devano menghela napasnya, ia menatap Caca lelah membuat Caca diam tak lagi membantah. “Kamu nggak liat diluar hujan? Mau sakit? Mau seragam kamu basah sampai kelas?” tanya Devano bertubi-tubi.

“Nggak mau kan?” ucap Devano dengan suara yang ditekan.

Caca menggeleng sebagai balasan. Ia menunduk, takut menatap Devano yang sudah terlihat marah kepadanya.

Devano menghela napasnya. Ia mulai menjalankan mobilnya kembali, karena bel sebentar lagi akan berbunyi.

“Kenapa pengen turun terus?” tanya Devano dengan nada suara yang sudah normal kembali.

“Acha cuma nggak mau jadi bahan gosip anak-anak karena berangkat sekolah bareng kamu,” ucap Caca memberitahu kegelisahannya.

“Kamu pacar aku, kalo kamu lupa.” ucap Devano, namun pandangannya tetap fokus kedepan untuk memarkirkan mobilnya di parkiran khusus siswa.

“Masih backstreet.” ucap Caca lirih.

“Semua orang udah tau kalo kita ada hubungan sejak kamu kabur dari sekolah saat itu.” ucap Devano membuat Caca menatapnya.

“Serius?” tanya Caca. Dari tatapan matanya Devano tau, ada kegelisahan disana.

Devano mengangguk sebagai balasan. Caca menghela napas panjang, pikirannya melayang ntah kemana. Entah mengapa ia merasakan hawa tidak enak. Caca benar-benar gelisah.

“Hei, kenapa hm?” tanya Devano menatap Caca lembut, dengan kedua tangan menangkup pipi gadisnya.

Caca merasakan usapan lembut ibu jari Devano pada pipinya yang begitu menenangkan. Ia mendongak, menatap mata yang selalu berhasil menghilangkan rasa takutnya terhadap apapun.

NATASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang