50 - Damai

241 6 13
                                    

“Semesta selalu memiliki cara untuk mempermainkan rasa.”

🥀

Hening. Itulah yang terjadi di ruang makan keluarga Mahendra. Keempatnya sama-sama terdiam, tidak ada yang membuka suara. Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang beradu terdengar beberapa kali.

Fira dan Artabara saling melirik. Keduanya merasa jengah dengan perang Dingin yang Caca dan Aldo ciptakan. Kedua anaknya itu tidak ada yang membuka suara sejak tadi, membuat Fira dan Artabara bingung sendiri.


Fira berdehem memecah keheningan yang tercipta. “Ehem..,”

Nihil. Caca dan Aldo tetap fokus pada kegiatan makan malamnya masing-masing.

“Al, kamu mau nambah? Bunda ambilin, ya?” tawar Fira pada Aldo yang hanya dibalas dengan gelengan kepala oleh anak pertamanya itu.

Fira menghela napasnya. Tatapannya kini beralih pada Caca, anak bungsunya. “Cha, kamu mau—”

“Acha udah selesai. Acha ke kamar duluan ya,” potong Caca cepat, menyela ucapan Fira, membuat wanita paruh baya itu lagi-lagi menghela napasnya.

Setelah sepeninggalan Caca diruang makan, Aldo pun bangkit berdiri, “Al juga udah selesai. Al langsung ke kamar ya, masih banyak tugas yang belum dikerjain,” pamit Aldo pada kedua orangtuanya.

Fira memandang kepergian anaknya dengan tatapan sedih. Kapan semuanya akan kembali membaik?

Artabara menatap istrinya yang terlihat sedih. Ia mengelus pundak istrinya dengan lembut membuat Fira menoleh padanya.

Artabara tersenyum tipis. “Biar Ayah yang ngomong sama Acha,” ucap Artabara seraya bangkit berdiri.

Fira mengangguk, dan membiarkan Artabara pergi untuk membujuk Caca. “Semoga segera membaik kembali,” gumam Fira terdengar memohon.

***

Tok! Tok! Tok!

“Acha, ini Ayah,” panggil Artabara sembari mengetuk pelan pintu kamar Caca.

“Masuk aja Ayah, nggak dikunci.” teriak Caca dari dalam kamarnya.

Setelah mendapat izin dari putrinya, Artabara langsung masuk kedalam kamar Caca. hal pertama yang ia lihat adalah Caca yang sedang melamun diatas tempat tidurnya. Artabara melangkah, menghampiri Caca dan duduk disamping anak perempuannya.

Artabara tersenyum tipis seraya mengelus puncuk kepala Caca dengan lembut. “Kenapa?” tanya Artabara.

Caca menggeleng, lalu tersenyum.

“Ini apa?” tanya Artabara saat melihat Caca memegang sebuah foto polaroid ditangannya.

Tanpa banyak bicara, Artabara langsung merebut polaroid ditangan Caca dan melihat foto apa yang sedang anak gadisnya lihat.

Artabara tersenyum setelah melihat foto tersebut. “Kangen Abang, hmm?” tebak Artabara tepat sasaran.

Artabara memandang sekali lagi foto tersebut. Di dalam polaroid itu terdapat foto Caca dan Aldo yang sedang berfoto bersama di pantai Bali kala itu. Foto itu diambil pada dua tahun yang lalu, saat mereka sedang liburan keluarga bersama.

NATASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang