47 - SAMA-SAMA SAKIT (1)

277 9 40
                                    

HALO GUYS, APA KABAR?

GIMANA PART KEMARIN SUKA NGGAK?

GUYS DO'AIN BIAR SEMANGAT TERUS NULISNYA YA DAN SEMOGA BISA TERUS KONSISTEN AAMIIN^^

UDAH SIAP UNTUK PART 47?

JANGAN LUPA VOTE AND FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM BACA YA, RAMEIN DI SETIAP PARAGRAF-NYA JUGA OKAY^^ JANGAN SIDERS!

SELAMAT MEMBACA, SEMOGA SUKA💗

****

“Kita manusia tidak akan pernah lepas dari rasa sakit dan kecewa.” — Natasya Artalyta Syafira

🥀


Suara sirine ambulans terdengar nyaring di tengah-tengah jalan kota. Di dalam sana, ada seseorang yang sedang berusaha melawan penyakitnya, seseorang itu kini tengah berjuang untuk hidupnya.

Motor sport berwarna merah memimpin jalan di depan ambulans tersebut, menghimbau para pengendara lain untuk memberi sedikit jalan pada mereka agar segera sampai di rumah sakit tujuan.

“Ck. Kasih jalan brengsek!” sentak Aldo pada pengendara yang justru sengaja menghalangi jalan mereka.

“Maaf bang,” ucap pengendara tersebut yang merupakan siswa dari sekolah menengah pertama. Kedua remaja pria itu segera menepikan motornya dan memberi ruang untuk ambulans melaju dengan kencang.

Sedangkan di belakang ambulans tersebut di kawal oleh satu motor sport hitam dan satu motor scoopy yang ikut mengawasi jalanan kota yang lumayan padat pengendara sore menjelang malam kali ini, mereka terus mengamati sekelilingnya, meskipun sering kali pengendara motor scoopy itu hilang kendali dan oleng beberapa kali.

Yang, hati-hati!” ucap Riyan pada Mita karna gadis itu berkali-kali oleng saat mengendarai motornya.

Mita berdecak, Riyan benar-benar tidak tahu tempat dan situasi. Bisa-bisanya pria itu membuatnya salting di tengah-tengah situasi seperti sekarang? Awas saja!

“Sayang bisa hati-hati gak? Oleng mulu lo kayak baru belajar naik motor aja,” omel Riyan karena tadi Mita hampir menabraknya dan membuatnya oleng juga.

“Bacot lo. Bisa diem gak?!” sentak Mita, gadis itu tetap fokus mengendari motornya.

“Mulut lo! Minta di cium hah?!” ancam Riyan. “Gak sopan sama calon suami juga,” gumam Riyan setelahnya.

Mita menghela nafas, malas meladeni Riyan yang semakin absurd.

Kini mereka sudah memasuki area parkir di rumah sakit, Aldo turun dari motor tanpa melepaskan helmnya, pria itu berlari membantu para perawat pria menurunkan Devano dari ambulans, dan mendorong branker Devano ke ruang IGD dengan segera.

Pintu ruang IGD itu segera di tutup. Mereka bertiga hanya mampu berdoa yang terbaik untuk keselamatan Devano. Aldo, Riyan, dan Mita sama-sama terduduk lemas di kursi tunggu. Satu masalah belum kelar, kini hadir masalah lainnya.

Pikiran mereka bercabang, tentang Caca yang belum di temukan hingga sekarang dan tentang Devano yang sedang berusaha melawan penyakitnya.

“Hubungin orangtuanya,” ucap Aldo pada Riyan yang langsung diangguki oleh pria itu.

Riyan beranjak sedikit menjauh, ia memilih menelpon Tante Kirana di bandingkan Om Sandi, karna ia yakin hanya ponsel Kirana yang selalu aktif.

Sambungan terhubung, Riyan menghela nafas pelan sebelum memberitahukan semuanya pada Tante Kirana, pria itu tanpa keraguan menjelaskan semua yang terjadi membuat Kirana terkejut dan menangis di sebrang sana.

NATASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang