39 - Baikan?

297 15 15
                                    

HALO GUYS! APA KABAR?
SEMOGA SEHAT SELALU YA^^

GIMANA PART KEMARIN? SORRY KALO GAK JELAS WKWK.

UDAH SIAP BACA PART 39?
JANGAN LUPA VOTE TERLEBIH DAHULU SEBELUM BACA YAA. JANGAN SIDERS!

SELAMAT MEMBACA, SEMOGA SUKA💗

****

"Tidak ingin semesta tau betapa saya mencintainya, cukup saya dan Tuhan yang mengetahuinya."

🥀


Acha : Aku capek, kita selesain ini aja..

"Shit!"

Devano mengumpat setelah membaca pesan dari Caca. Dengan cepat pria itu meraih jaket serta kunci motornya yang berada diatas meja, ia berlari keluar ruangannya dengan tergesa-gesa. Wajahnya pucat pasi, ia sampai tidak fokus saat mengunci pintu ruangannya.

Yang ada di pikirannya saat ini cuma satu, yaitu Caca. Ia tidak mau kehilangan Caca begitu saja, untuk menemukan dan mendapatkan gadis itu kembali saja sulit, ia tidak akan membiarkan Caca pergi begitu saja. Rasanya Devano ingin mati jika hal itu benar-benar terjadi.

Devano sadar akan kesalahannya, kesalahan yang ia buat begitu fatal dan ia sudah menyadarinya sekarang.

Setelah sampai diparkiran sekolah Devano dengan cepat mencari motornya, kemudian mengendarai motornya dengan kecepatan penuh, seperti orang kesetanan.

Pikirannya melayang ntah kemana, bayangan Caca pergi meninggalkannya terasa begitu nyata membuat Devano tidak fokus mengendarai motornya dan beberapa kali oleng ke samping, namun ia masih bisa mengontrol keseimbangannya.

Devano benar-benar takut kehilangan Caca. Ia tidak mau kehilangan gadis itu. Ya, Devano sadar. Bukan hanya cinta tetapi juga obsesi yang ia miliki.

Setelah menempuh jarak yang lumayan jauh, akhirnya Devano tiba dirumah Caca. Pria itu memarkirkan motornya dihalaman rumah Caca setelah satpam membukakan pintu gerbang untuknya.

Ia melepas helm fullface-nya, kemudian berjalan menuju pintu utama keluarga Mahendra.

Tok! Tok! Tok!

Tidak butuh waktu lama akhirnya pintu rumah tersebut terbuka, menampakkan sosok wanita paruh baya yang sedang memaki celemek di tubuhnya. Sepertinya, wanita paruh baya itu sedang memasak.

Fira memandang Devano lama. Penampilan anak muda itu tampak berbeda dari biasanya, tampak begitu kacau.

"Devano?"

Devano tersenyum tipis kemudian menyalami tangan Fira. "Acha ada Tante?" tanya Devano.

Fira mengerutkan keningnya. "Acha belum pulang, memangnya dia enggak bareng sama kamu?"

Devano menggeleng lesu. Membuat Fira paham, pasti ada sesuatu diantara keduanya.

"Iya udah kamu masuk dulu aja, tunggu didalam. Biar Tante yang hubungi Acha ya?"

Devano mengangguk. Keduanya pun masuk dan duduk di sofa ruang tamu keluarga Mahendra.

"Tante ambilkan minum untuk kamu dulu ya, sekalian hibungin Acha," ucap Fira.

Devano mengangguk. "Makasih Tante, maaf ngerepotin,"

Fira tersenyum, "Enggak ngerepotin sama sekali, tunggu ya?"

Devano mengangguk sembari tersenyum tipis. Fira pun kemudian berlalu, kembali ke dapur membuatkan minum untuk Devano.

Devano menghela nafas kasar. Ia mengusap wajahnya frustasi, kemudian menyandarkan tubuhnya pada sofa. "Kamu dimana, Cha..,"

NATASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang