12. Fears

7.7K 476 12
                                    

Gianna duduk termenung seorang diri di depan Televisi yang menyala tanpa suara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gianna duduk termenung seorang diri di depan Televisi yang menyala tanpa suara. Secara fisik, pandangannya memang tertuju pada tayangan di layar, namun jiwanya jelas sedang berkelana.

Wanita cantik itu melamun memikirkan kejadian satu jam yang lalu. Banyak sekali hal yang berkecamuk di hatinya, termasuk mempertanyakan fakta apakah benar jika dialah orang yang telah merusak hubungan Marvin dengan kekasihnya?

That's not true right?

Gianna berani bersumpah jika dirinya tidak tau apa-apa perihal apa yang sebenarnya terjadi dibalik berakhirnya hubungan kedua orang itu.

Persetan dengan alasan Marvin memutuskan hubungannya dengan Kezia secara sepihak. Tapi satu hal yang pasti, Gianna tidak pernah menggoda Marvin. Apalagi sampai merebut pria itu dari kekasihnya.

Di tengah-tengah lamunannya, terdengar suara derap langkah kaki yang membuat kesadarannya kembali. Dia menolehkan kepala dan melihat ke arah Marvin yang baru saja kembali setelah mengantar Kezia kembali ke rumah.

Seolah tak cukup memeluk Kezia saat sedang menangis meski hubungan mereka sudah resmi berakhir, Marvin bahkan repot-repot mengantar mantan kekasihnya pulang untuk memastikan wanita itu kembali ke kediamannya dengan selamat.

Ginanna hanya menatap lurus ke arah Marvin yang kini sedang berjalan menghampirinya. Begitu pun ketika pria itu duduk tepat di sampingnya, Gianna tak bisa mengalihkan tatapannya barang sedetik pun.

"Lo pasti kaget banget karena kejadian tadi," ujar Marvin sembari membalas tatapan Gianna dengan tak kalah intens.

Sebenarnya Gianna punya banyak sekali pertanyaan yang ingin ia sampaikan pada Marvin. Namun dia terlalu enggan untuk memulai obrolan, apalagi dengan topik yang cukup mengguncangnya satu jam yang lalu.

"Gianna?" panggil Marvin sekali lagi karena tak mendapatkan respon apapun dari wanita di sampingnya.

"Apa?" jawab Gianna dengan suara yang terdengar sangat pelan, bahkan nyaris seperti bisikan. Jika orang yang tidak tahu, pasti akan mengira ia sedang sakit. Apalagi didukung dengan wajahnya yang pucat dan sembab.

Telapak tangan kanan Marvin secara otomatis terangkat dan berakhir di pipi sebelah kiri Gianna. Dia memberikan elusan pelan di sana dengan ibu jarinya.

"Maafin gue udah bikin lo ada di situasi kaya gini. Maafin Kezia juga kalo ada ucapannya yang bikin lo sakit hati."

Gianna diam tak menanggapi. Dia hanya menatap Marvin dengan pandangan yang sulit diartikan. Sejujurnya ia sedang merasa bingung dengan dirinya sendiri karena sampai sekarang terus dibayangi kejadian saat pria itu memeluk si mantan kekasih di depan matanya.

Ayolah, memangnya apa yang salah dengan kejadian itu?

Tak ingin tersesat terlalu dalam, Gianna pun menarik tangan Marvin yang berada di pipinya agar menjauh. Namun penolakannya itu rupanya disalahartikan oleh Marvin. "Lo marah banget ya?"

Friends With Benefits [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang