Terhitung sejak satu bulan belakangan ini, intensitas Gianna menginap di apartemen Marvin menjadi jauh lebih sering. Bahkan bisa dibilang dia nyaris seperti orang yang tinggal di sana. Bagaimana tidak? Dalam satu minggu, hanya 1-2 hari saja dia tidur di kosnya sendiri.
Penyebabnya? Silahkan tanya ke Marvin. Pria itu lah yang selalu meminta Gianna menginap dan menemaninya setiap saat karena berbagai alasan.
Hal itu rupanya menimbulkan banyak sekali dampak negatif yang mau tak mau harus Gianna tanggung. Salah satunya adalah ia menjadi bahan perbincangan di antara teman-teman satu kosnya.
Ditambah lagi dengan image buruk yang melekat padanya, para mahasiswi-mahasiswi lain yang juga tinggal di sana terus-menerus membicarakannya tanpa henti.
Bagaimana Gianna bisa tau? Jadi begini ceritanya.
Pada suatu malam, secara tidak sengaja Gianna sempat mencuri dengar bagaimana orang-orang yang menempati kamar samping kanan kirinya menggosip berbagai hal hingga akhirnya membawa-bawa namanya dan Marvin.
"Sebenernya dari dulu gua udah sadar kalo si itu emang sering nginep di luar. Tapi kalian sadar ngga sih belakangan ini tuh dia makin jarang pulang? Emang bukan urusan gua sebenernya. Tapi ya gue sebel aja satu kos sama perek kaya dia. Takutnya ntar malah bawa sial."
"Nah. Gue tuh takutnya dia kena penyakit menular seksual gara-gara keseringan ngewe sana-sini sama banyak cowok. Bukan takut atau kasian ke dianya. Tapi coba deh bayangin seserem apa kalo kita satu kosan sama orang kaya gitu."
"Sumpah anjir. Itu cewek emang udah nggak steril. Makanya gue kalo papasan sama dia langsung melengos. Beneran mau muntah liat mukanya doang."
"Ugh rasanya gua pengen banget aduin itu cewek ke Ibu Kos biar dia diusir sekalian. Kek apasih, eksistensi dia itu ngeresahin banget. Gue yakin anak-anak kos sini semuanya pada nggak suka sama dia."
"Kalo itu sih jelas. Lagian setau gue Ibu Kos emang nggak suka sama Gianna kok. Gara-garanya dulu dia sering nunggak bayar kos. Baru sekarang aja pas deket sama kak Marvin dia bisa lancar bayar tanpa harus ditagih berkali-kali."
"Eh kalo dipikir-pikir, kok bisa ya kak Marvin mau sama cewek kaya Gianna? Apa dia nggak najis macarin cewek bekasan sekampung gitu?"
"Dia mau karena Gianna gampangan kali. Dikasih duit dikit kan langsung ngasih memek tuh cewek. Maklumin aja lah, namanya juga perek."
Gianna yang kala itu hendak membuka pintu kamar pun mengurungkan niatnya. Dadanya sesak karena mendengar kalimat-kalimat tidak mengenakkan semacam itu diucapkan oleh teman-teman satu kosnya.
Jika bisa, dia pasti akan lebih memilih tidak mendengar apapun daripada harus terluka untuk yang ke sekian kalinya.
Terlebih lagi, Gianna adalah tipe pemikir berat. Meskipun dari luar terlihat tidak peduli, tapi jauh di lubuk hati terdalamnya dia selalu memikirkan segala perkataan buruk yang dilontarkan orang-orang padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Benefits [✓]
FanfictionMarvin dan Gianna memang telah sepakat untuk menjalin hubungan yang cukup rumit tanpa melibatkan perasaan di dalamnya. Namun mereka bisa apa jika takdir malah berkata sebaliknya? ©️zrstly, 2022