Tepat pada pukul 16.45 Gianna turun dari taxi online yang membawanya kembali ke apartemen Marvin. Sebenarnya kelas siang yang ia hadiri hanya berjumlah 2 sks saja, yang artinya pada pukul 14.00 tadi seharusnya ia sudah bisa pulang.
Hanya saja Karin mengajaknya mampir ke cafe untuk berbincang-bincang seperti kegiatan rutin yang biasa mereka lakukan ketika ada waktu luang. Biasa lah, kalau kata orang-orang sih namanya girls time.
Kurang lebih selama 2 jam lamanya mereka berdua asik saling berbagi cerita, termasuk Gianna yang juga menceritakan perkara bagaimana dia bisa berakhir menginap di tempat tinggal Marvin.
Tentu pada awalnya Karin sangat syok saat mendengar itu, namun ketika Gianna memaparkan alasannya, secara perlahan Karin bisa mengerti.
And Gianna feels so grateful for that.
Dia sangat berterimakasih karena Karin mau memahami posisinya. Meski tak membenarkan, setidaknya Karin tak mencela atau mengatainya gila. Itu saja sudah cukup untuk membuatnya lega.
Ketika Gianna membuka pintu apartemen, ia mendapati suasana yang sepi dan sunyi, ditambah lagi penerangannya juga masih agak remang-remang.
Itu berarti Marvin belum pulang.
Maklum saja, pria itu kan memang sedang menempuh semester akhir. Pasti dia sedang sibuk-sibuknya dengan berbagai kegiatan hingga sore begini tak kunjung kembali.
Setelah menekan saklar lampu untuk membuat penerangan di apartemen mewah ini semakin jelas, Gianna langsung menuju ke kamar tamu untuk membersihkan diri. Barulah setelah itu dia memasak makan malam sederhana untuk dirinya sendiri.
Marvin? Tidak usah dipikirkan. Pria itu pasti sudah mengurus perutnya sendiri di luar sana.
Rampung dengan kegiatan makan malamnya, kini Gianna memilih untuk menonton serial netflix dari TV berukuran 85 inchi yang terpampang di ruang tengah. Namun baru juga menyelesaikan satu episode dari serial yang sejak bulan lalu masuk ke dalam watching listnya, dia sudah merasa agak bosan.
Dia jadi bertanya-tanya, bagaimana bisa Marvin betah tinggal sendiri di hunian seluas ini? Tidakkah pria itu merasa kesepian?
Di tengah-tengah fokusnya menyimak tayangan, Marvin akhirnya menampakkan diri. Dia baru kembali ketika jam sudah menjukkan pukul setengah delapan malam.
"Malem banget pulangnya?"
Marvin menanggapi pertanyaan Gianna hanya dengan deheman pelan. Wajahnya tampak sangat kusut. Jelas sekali jika pria itu sedang kelelahan.
"Udah makan malem?"
"Udah lah. Ya kali gue belom makan jam segini," jawab Gianna tanpa mengalihkan fokusnya pada tayangan di layar TV.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Benefits [✓]
ספרות חובביםMarvin dan Gianna memang telah sepakat untuk menjalin hubungan yang cukup rumit tanpa melibatkan perasaan di dalamnya. Namun mereka bisa apa jika takdir malah berkata sebaliknya? ©️zrstly, 2022