42. Support

4.7K 416 66
                                    

Kurang dari lima belas menit kemudian, Marvin akhirnya tiba di unit apartemennya yang terletak di salah satu lantai teratas bangunan pencakar langit di tengah Kota Jakarta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kurang dari lima belas menit kemudian, Marvin akhirnya tiba di unit apartemennya yang terletak di salah satu lantai teratas bangunan pencakar langit di tengah Kota Jakarta.

Masih dengan setelan jas rapi yang melapisi tubuhnya, Marvin masuk ke dalam private lift dengan tidak sabaran. Sepanjang perjalanan tadi, dia khawatir jika Gianna benar-benar pergi karena terlalu lama menunggunya.

Apalagi malam ini dia tak punya banyak stok kesabaran yang tersisa. Satu-satunya hal yang ingin dia lakukan sekarang adalah segera menemui Gianna untuk mendapatkan kembali ketenangan setelah melewati hari panjang yang sangat melelahkan.

Dia menghela nafas lega begitu melihat tas milik Gianna tergeletak di sofa. Itu artinya dia masih berada di sini. Marvin sangat bersyukur karena Gianna tidak benar-benar pergi seperti ancamannya beberapa waktu yang lalu.

Pria itu pun kini berjalan menuju pintu balkon yang sedikit terbuka. Dia sangat yakin jika Gianna ada di sana. Dan untungnya tebakannya tidak melesat.

Wanita yang ia cari benar-benar berada di sana. Gianna tengah berdiri di pembatas balkon. Sepertinya dia sedang melamun karena tidak menyadari suara-suara gemerisik yang baru saja Marvin buat ketika berjalan mendekat.

Gianna tersentak kaget ketika merasakan ada lengan yang melingkar di pinggangnya dengan erat. Ditambah lagi ada tubuh seseorang yang turut menempel di punggungnya.

"Ngagetin aja sih," ujarnya kesal sambil menyikut perut Marvin. Kemudian dia sedikit memberontak untuk melepaskan diri dari rengkuhan pria di belakangnya.

Namun Marvin malah semakin mengeratkan pelukannya sembari berkata, "Jangan keseringan ngelamun sendiri di balkon, apalagi malem-malem gini."

"Biarin."

Apa ini? Marvin menaikkan sebelah alisnya ketika merasakan perubahan sikap yang tidak biasa dari Gianna. Apa mungkin Gianna masih marah padanya?

"Jutek banget." Marvin mengecupi puncak kepala Gianna. Kedua tangannya juga turut melingkar erat di pinggul wanita itu dengan mesra.

"Ya abisnya tadi lo nyuruh gue cepet-cepet dateng ke sini, tapi lo sendiri malah masih ada di luar. Gue tuh tadi sampe hampir jatoh dari tangga kosan tau gara-gara keburu. Gue takut kalo datengnya telat lo marahin lagi. Mana lo kalo lagi marah serem banget."

"Iya, maaf. Lain kali janji nggak gitu lagi."

"Yaudah, sekarang lepasin dulu." Gianna memberontak lagi untuk melepaskan diri dari kungkungan Marvin.

"Gue masih kangen."

"Baru juga tiga hari nggak ketemu."

"Tetep aja. Jangankan tiga hari, baru sehari nggak ketemu lo juga gue udah kangen banget. Kayanya gue nggak akan bisa hidup tanpa lo, Gi."

Apa yang akan kalian lakukan jika kalian berada di posisi Gianna sekarang? Terjun dari kantai 38? Tolong jangan. Itu terlalu ekstrim.

Tapi ayolah, wanita mana yang tidak akan terbawa perasaan ketika ada seorang pria mengatakan kalimat semacam itu? Bukan salah Gianna jika kini ia mulai berharap lebih kan?

Friends With Benefits [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang