Dear Marsya -62.

11.7K 897 85
                                    

Gajendra berdiri didepan makam istrinya yang meninggal dari dua hari yang lalu saat kelulusan twins.

Gajendra menghapus air matanya dengan pelan. Hati dan jiwanya kini berubah menjadi gelap, karna separuh hidupnya telah meninggalkan separuh nya lagi.

"Jika ada kesempatan lain, aku ingin kamu hidup kembali walaupun berada ditubuh orang lain." Lirih Gajendra.

"Aku tidak bisa hidup tanpa adanya dirimu Marsya, kamu....adalah belahan jiwaku."

"Andaikan, aku bisa ikut denganmu pasti kita akan hidup bahagia bukan? Hiks...S-sayang aku mohon kembali lah..."

Pria itu menjatuhkan dirinya didepan makam istrinya ia memeluk batu nisan dengan erat. "Kembalilah...."

"Bohong. Jika aku mengatakan ikhlas atas kepergian kamu sayang! Itu bohong. Nyatanya aku tidak bisa hidup tanpa kamu...."

"ARGHHHHHH TUHAN KENAPA ENGKAU MENGAMBIL ISTRI KU? KENAPA TUHAN! APAKAH SAYA TIDAK BISA UNTUK BAHAGIA SEKALI SAJA?!"

Gajendra menangis sejadi-jadinya dirinya lelah, dirinya tidak bisa hidup bertahan lama lagi jika tanpa ada istrinya disampingnya lagi.

"Cinta? Ya. Aku mengenal cinta sejak pertama kali mengenal dirimu Marsya! Pandangan pertama? Ya aku merasakannya." rancau Gajendra tak jelas.

Setelah puas menangis Gajendra pun berdiri ditempat yang sama. Pria itu memberi sebuah liontin kristal biru dan memasangkan dibatu Nisan Marsya.

"Cantik, akan selalu cantik." pujinya saat melihat liontin itu menghiasi batu Nisan istrinya.

Gajendra menghela nafas panjangnya. Sebelum benar-benar pergi dari sana Gajendra menyempatkan diri untuk berbicara empat kata. "Kita akan bertemu lagi."

Gajendra langsung saja melajukan mobilnya dan pergi meninggalkan tempat pemakaman.

****

Dua Bulan kemudian.....

"Kalian, sudah menyiapkan semua barang yang akan bawa nanti?" ucap Gajendra kepada kedua anaknya.

Altezza dan Aneska mengangguk kecil. "Gajendra, apa kamu yakin untuk meninggalkan masion ini?" Galih.

Gajendra mengangguk. "Yakin. Gajendra tidak ingin mereka sedih saat mengingat meninggalnya Marsya, Pah...."

"Masion ini. Banyak sekali kenangan yang aku lakuin dengan Marsya. Dan aku, tidak ingin berlarut dalam kesedihannya."

Pria itu melihat sekeliling Masion dengan mata berkaca-kaca. "Walaupun kamu sudah tidak ada disampingku, tetapi. Kamu selalu ada di hatiku dan tidak akan pernah digantikan oleh siapapun!" ungkap Gajendra dalam hati sepenuhnya.

Kedua orangtua Gajendra pun hanya bisa menuruti kemauan putranya, jika disisi lain mereka tidak ingin jauh dengan cucu-cucu kesayangannya mereka.

"Dad, Anes sama Cakra masuk duluan ke mobil." Gajendra mengangguk.

Aneska dan Cakra pun berjalan menuju mobilnya. Sedangkan Altezza sudah berada di mobil. "Kalau gitu, Gajendra pamit yah? Kalau Mamah sama Papah kangen mereka. Kalian bisa nyusul kita ke Bandung."

Galih dan Shena mengangguk dengan ucapan Gajendra. "Hati-hati. Ingat Gajendra, sekarang kamu tidak menjadi ayah lagi."

"Tapi, kamu juga menjadi ibu untuk mereka!" peringatan Galih untuk putranya.

Gajendra mengangguk kecil. "Iya, Gajendra akan menjaga mereka semampu Gajendra nanti."

Shena memeluk tubuh putranya dengan mata berair. "Nak. Jangan lupa juga kamu gak sendirian! Masih ada Mamah, Papah dan anak kamu. Ikhlas kan semuanya, suatu saat nanti mereka akan menjadi anak-anak pintar dan kuat walaupun mereka kehilangan kasih sayang seorang ibu."

Dear Marsya (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang