Kehilangan

578 53 72
                                    

Tubuh yang lusuh itu tengah terbaring di atas ranjang kosong dengan tirai sebagai pengapit. Tetapan kosong masih menyertai, bahkan nafas sesak dengan rasa nyeri di ulu hati masih susah dihilangkan. Perasaannya justru berpengaruh dengan keadaan, sepi, hening dan sunyi.

Sejenak ia bangkit, kemudian mengaktifkan layar handphonenya. Dan saat akan jawab panggilan telepon, daya baterai pada handphone itu justru habis. Tubuhnya kembali ia rebahkan dan akan mencoba untuk sejenak lelap tertidur.

Tok tok tok,
Seseorang mengetuk pintu. Sejujurnya dia merasa begitu berat untuk bangkit, namun mau bagaimana lagi ia coba untuk menghampiri orang itu. Perlahan namun pasti, Ainun kini berada di hadapan seorang wanita yang sedari tadi menunggunya membuka pintu.

"Maaf Nona. Tuan muda Reval ingin berbicara" nada suara pelan dan sedikit takut. Pelayan itu menyodorkan sebuah handphone miliknya yang sudah tersambung dengan panggilan telepon dari Reval.

"Segera datang ke rumah sakit. Aku perlu bicara" tugas dan jelas, Reval seolah berusaha meredam kemerahannya.

Tidak ada jawaban. Namun tatapan sayu penuh kebingungan membuat Ainun hanya melangkah tanpa tujuan. Sebelumnya, sebuah pesan gambar masuk ke ponsel Reval. Pengirimnya tidak lain adalah Rani kepala pelayan yang sudah bekerja lama untuk keluarga Adinata. Sebuah gambar berisi foto Ainun yang tengah bersama dengan ustadz Yusuf. Tentu hal itu membuat Reval marah.

"Gadis sialan"gumam Reval yang sudah diambang kemarahan. Bahkan sebuah berkas yang berbentuk kertas diremasnya kuat karena sangat geram.

Sedangkan Ainun yang tidak terlalu perduli dengan tampilannya, bahkan tidak mengganti pakaian yang ia kenakan sedari tadi. Bahkan ia sempat membuatkan bekal makan siang untuk suaminya itu. Namun anehnya, bekal yang sudah dia siapkan tadi malah lupa untuk di bawa. Ponsel tanpa daya baterai itu tetap digenggamnya kuat hingga tiba di rumah sakit. Hal yang dipikirkannya pun masih kosong.

Ustaz Yusuf bersama dokter Adelia juga datang ke rumah sakit. Tujuannya tidak lain adalah untuk infokan pada Reval tentang semua yang telah terjadi. Dokter Adelia sendiri memahami itu, bahkan ia sangat menyayangi Ima. Hanya saja, kedatangan mereka cukup lama terlambat. Sebab tentu kehadiran Ainun di sana tidak luput dari kemarahan Reval.

Tanpa peduli, travel yang menggebrak pintu kini keluar dan menyeret tubuh Ainun ke hadapan semua orang.

"Kamu ke mana aja? Kenapa saat aku pulang kamu tidak ada di rumah?" Perubahan nada suara Reval membuat seluruh orang yang ada di dalam ruangan itu dapat menyaksikan kemarahannya.

Takut. Ainun sejenak menutup kedua telinganya untuk menghindari teriakan keras itu. Matanya memerah, dengan tubuh yang mulai bergetar.

"Jawab!!" Reval semakin tegas.

"Oooh,, kamu pasti pergi dengan ustadz Yusuf yang selalu kamu bangga-banggakan itu kan. Kamu nggak sadar kamu sudah menikah?" Menatap sinis wajah istrinya yang masih tertutup cadar.

Semua orang yang mendengar juga menatap jijik ke arah Ainun. Sebagian dari mereka juga turut menggunjing atas tindakan yang Reval katakan. Bahkan tatapan itu membuat Ainun semakin bingung dengan keadaan. Selain perasaannya yang hancur dengan ucapan itu, keadaan itu semakin membuat mentalnya hancur berantakan.

"Maas,," pelasnya dengan suara yang sudah bergetar. Bahkan tangannya yang masih terluka berusaha meraih tubuh Reval untuk memohon maaf. Akan tetapi tepisan kuat malah menyambarnya.

Tidak menyerah, Ainun semakin diselimuti rasa takut dengan keadaan itu berusaha mendekat untuk mendapatkan pelukan. Namun apa yang ia dapat, tubuhnya bahkan terdorong mundur dari tempatnya.

"JANGAN SENTUH AKU!" Teriakan itu semakin membuat Ainun merasa tertekan.

"Mas sudah bilang berkali-kali, jangan keluar dengan ustadz Yusuf. JANGAN KELUAR!"

AINUN s.2 [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang