goodbye

430 44 15
                                    

Malam itu Ainun di bawa pulang ke rumah keluarga Ardian atau rumah keluarga ustadz Yusuf. Saat mereka berada di dalam mobil dr. Adelia lah ada di sisi Ainun untuk menenangkannya.

Di rumah pun begitu, tidak hanya Umi Dania yang turut prihatin atas kejadian itu namun Hanan yang ada di sana juga tak kalah pilu melihatnya. Mengetahui apa yang terjadi membuat satu keluarga itu turut berduka.

....

Hembusan nafas panjangnya terdengar berat. Meski berulangkali mencoba memejamkan matanya, akan tetapi perasaan yang tidak bisa di jelaskan itu membuatnya terjaga sepanjang malam.

"Astagfirullah Inn,,
Sudahlaaah, kamu sudah ikhlas.

Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja setelahnya" gumamannya untuk menghibur diri sendiri.

Tok tok tok
"Assalamualaikum,
Abang boleh ngobrol gak sama kamu dek?" Sapa lelaki berlesung pipi di balik pintu.

"Lia juga mau bilang sesuatu katanya!" Lanjutnya meyakinkan.

Karena terburu-buru, Ainun bahkan hampir terjatuh dari ranjang untuk segera memakai hijabnya. Dan benar saja, saat ia membuka pintu kamar itu ustadz Yusuf dan dr. Adelia sudah menunggunya.

Waktu itu, malam cukup larut. Dan hanya mereka bertiga yang mengobrol di dalam kamar yang sebelumnya di sediakan untuk Ainun. Mereka tampak duduk dengan tenang di sana.

"Sebelumnya Abang gak maksud buat adek jadi tambah stres, tapi setelah Abang diskusi dengan Lia tadi, Abang sudah putuskan" tertahan. Sejenak melirik kearah istrinya, ustadz Yusuf menyodorkan sebuah kertas pada Ainun.

"Supaya kamu cepat sembuh, mengenai operasi yang kita bahas dulu sudah Abang siapkan semuanya. Dan itu jadwalnya, mungkin besok siang kamu harus sudah di rumah sakit untuk di rawat inap lebih dulu. Kamu kan harus puasa dulu, jadi kita harus datang lebih awal" lanjutnya dengan perasaan ragu-ragu.

"Di rumah sakit itu juga dokter yang akan menangani kamu adalah teman aku. Jadi semua akan di urus dengan baik" dokter cantik itu menambahkan untuk semakin memastikan.

"Tapii,,
Gimana soal__" wajahnya tertunduk karena malu untuk berucap lebih jelas tentang maksud perkataannya.

"Tenang aja, sudah Abang bereskan semuanya" Ustadz Yusuf sudah mengerti tentang ranah pembicaraan mereka sehingga ia menjawab dengan cepat dan memotong ucapan adiknya itu.

"Terimakasih ya"

Dokter Adelia memang tidak menjawab, namun dengan ia memeluk tubuh gadis yang sama besar dengannya itu dengan penuh kasih sayang seperti sudah memberi restu pada keputusannya.

Malam itu kedua gadis cantik itu tidur di kamar yang sama. Karena bagi dr. Adelia ini adalah kesempatan untuk bisa mengenal lebih dekat dengan gadis cantik yang sangat di cintai suaminya itu. Tidak banyak yang di bicarakan, namun Adelia hanya sedikit berbagi kebahagiaan dengan Ainun sebagai pelipur lara.

"Ainun,
Kamu punya saran nama bayi yang bagus gak?" Penuturan itu sontak membuat Ainun menoleh. Ia memiringkan tubuhnya menghadap dr. Adelia yang tidur telentang.

"Tunggu dulu,
Maksudnya?" Ada keanehan yang tampak dari raut wajahnya, kedua alisnya mengkerut karena penasaran.

"Hmm,
Alhamdulillah, aku telat datang bulan  dari 3 Minggu yang lalu" tersipu malu.

"Waah,, masyaallah
Selamat ya" ada kebahagiaan yang tampak jelas saat tubuh Ainun terangkat cepat.

"Makasih,
Tapi kamu sendiri gimana?
Kamu gak berencana untuk memberi tau soal kehamilan kamu sama kak Reval. Karena bagaimanapun dia juga harus tau, biar dia gak bersikap seenaknya seperti ini?!"

AINUN s.2 [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang