Tonight

431 35 63
                                    

Masih dengan latar yang sama, Reval tetap kokoh dengan pendiriannya. Tanpa meminta izin pada istrinya, ia merenovasi seisi rumah dengan beberapa perabotan baru. Sofa, meja makan, TV, tirai hingga beberapa perabotan lainnya. Tidak hanya itu, kebocoran pada atap genteng Reval perbaiki sendiri.

Hingga saat Ainun tiba di rumahnya setelah beberapa saat yang lalu pergi keluar kini di buat terkejut. Bahkan Reval yang baru saja turun dari atas atap rumah terlihat lelah, lusuh dan juga dekil. Namun ia tampak puas karena telah memberikan sedikit kejutan pada istrinya.

"Siapa yang memberi izin untuk semua ini?" Jelasnya dengan pertanyaan datar.

"Mmm,,
Inisiatif sendiri. Gimana? Kamu suka?" Santai.

"Enggak"

"Kalau gitu kita ganti warna atau modelnya aja"

"Aku mau yang lama. Jangan di ganti!" Tegas.

"Tapi itu sudah tidak layak pakai"

"Jadi semua hal akan kamu perlakuan seperti ini jika sudah terlihat tidak layak?
Aku tidak memaksa kamu tinggal di sini. Jadi kalau kamu tidak suka dengan kondisinya, pergi!" Datar dan terdengar sangat dingin. Tanpa menunggu jawaban, Ainun melangkah masuk tak peduli.

Hembusan nafas berat terdengar. Wajah Reval juga mendongak penuh kepasrahan. Entah sampai kapan ia mampu bersabar dengan semua sikap dingin istrinya itu, namun perasaan tidak ingin kehilangan masih mencuat kuat hingga keputusan akhirnya adalah tetap bersabar hingga ia mendapat kesempatan lagi.

"Dia marah lagi" memupuk wajahnya dengan kasar.

Langkah manja terus m nyusuri jejak sang istri. Kesabaran harus terus ada dalam dadanya, sebab jika dia memancing perdebatan kembali, bisa-bisa ia akan di usir dari sana.

....

Beberapa hari berikutnya, masih banyak hal yang Reval lakukan untuk Ainun sebagai permintaan maaf. Merayu dengan berbagai cara hingga memberikan kejutan terus ia coba.

Merasa risih, saat mereka hanya duduk diam di sofa sederhana di ruang tamu, Ainun hanya melirik samar sembari menonton televisi.

"Bosen. Pulang aja!" Tutur Ainun yang terdengar cuek.

Sontak Reval yang sebelumnya duduk dengan bersandar terdiam. Tubuh lesu dan lusuh itu tiba-tiba berbaring di atas pangkuan istrinya. Ia membaringkan tubuhnya dengan mata terpejam. Hal itu tentu mendapat penolakan, namun ia masih bersi keras dan tidak goyah.

"Tahan sebentaaaar,, aja!" Pelas Reval yang menahan.

Ada sedikit kekesalan dalam benaknya sebab Reval yang masih saja sibuk berusaha meluluhkan hatinya. Namun, hati seorang wanita memanglah selembut itu hingga meski mendapat tikaman luka berulang kali rasa tak tega masih membuatnya sulit mempertegas keputusannya.

"Kamu ingat?
Tersisa 18 hari lagi. Kalau kamu masih mau bertahan, kita selesaikan semuanya dengan baik-baik dari sekarang. Tapi ingat satu hal,,
Jangan pernah melibatkan perasaan!" Ucapan itu seolah memotong lelapnya tidur sang suami.

Kedua pasang mata terbuka lebar dengan pupil yang membulat. Penuturan itu sontak menampar fakta yang berusaha ia tampikkan selama ini. Perjuangannya di rasa percuma. Reval mengangkat tubuhnya perlahan seraya berfikir. Fikirannya kian buntu hingga lidahnya ikut kelu.

"Tapi kalau kamu tidak setuju. Silahkan pergi!
Aku akan segera urus surat cerainya ke pengadilan" lanjutnya seakan makin acuh. Ainun tidak menatap sedikitpun pada Reval yang masih terjaga pada pandangannya.

"K,,kk, kalau gitu,," gugup.

"Kamu mau apa sebagai syarat yang belum sempat mas berikan?!" Lanjutnya penuh keraguan.

AINUN s.2 [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang