Tok tok tok,
Reval masih berusaha mengetuk pintu kamar yang masih terkunci rapat yang dimana pemiliknya adalah Revan. Ainun memilih untuk mengurung diri di dalamnya setelah ia keluar dari kamar Reval karena itu akan menyulitkan suaminya untuk bisa menemuinya."Ainuun, jangan salah faham dulu sayang. Biar mas jelaskan semuanya, tolong buka pintunya ya sayang! Mas akan beri tau semuanya. Mas mohon!!!" Reval memelas di depan pintu. Tubuhnya menempel di daun pintu seraya menyeka air matanya.
Tidak ada jawaban yang ia dapatkan selain hanya sedikit isak tangis yang samar-samar terdengar. Setelah mengunci pintu, Ainun duduk meringkuk dengan tangisnya yang semakin menjadi, bahkan ia semakin merasa hancur saat Reval mencoba untuk menjelaskan semuanya.
"Tolong buka sayang!"
Sempat tidak menyerah, tubuh Reval perlahan merosot pelan ke arah lantai. Jari-jemarinya meremas kuat helai rambut yang sangat kusut dengan perasaan bingung. Ia juga turut menangis di depan pintu. Meski sudah cukup lama berlalu, tidak ada yang menyadari kejadian itu. Hingga Ima yang saat itu sudah pulang sekolah membuat Reval menyadari sesuatu. Ia berlari menuju ruang utama untuk menghampiri gadis kecil itu yang baru saja tiba bersama Mama Ayu.
"Ima, sayang. Bisa tolong papa kan nak?" Berlutut memohon.
"Tolong apa pa?"
"Ima tau sandi kamar yang ada di sebelah kamar kita kan. Tolong beri tau papa apa sandinya!"
"Tapiii,, mama gak__" wajah Ima tertunduk ragu.
"Gak papa. Biar papa yang bicara sama mama nanti. Kamu beri tau papa dulu, sisanya biar papa yang urus, ya!" Berusaha meyakinkan.
Tubuh Ima perlahan mendekat, ia membisikkan sesuatu pada Reval dengan hati-hati. Hanya berjarak beberapa detik saja, Reval berlari dengan cepat meninggalkan mereka. Ada hal aneh yang terjadi, dan itu membuat Mama Ayu di buat penasaran.
"Ima sekarang masuk kamar dan istirahat dulu, lalu mandi dan setelah itu kita makan ya. Sana!" Mama Ayu memberi kode pada pelayan untuk membawa Ima menjauh dari sana.
Dengan rasa penasaran, Mama Ayu masuk ke dalam kamar dan membawa serta papa Dista menuju kamar Revan.
Tliut,
Ceklek.
Pintu kamar terbuka perlahan. Reval membiarkan pintu itu terbuka lebar. Langkah demi langkah Reval kian mendekat. Berkali-kali ia mencoba bernafas bebas agar terlihat tenang di hadapan Ainun. Sedangkan Ainun yang berdiri mematung dengan membelakangi Reval sama sekali tidak bergerak untuk merespon."Ainun" ucapan itu terdengar sangat gugup.
"Apa di Indonesia ada taman yang di tumbuhi bunga sakura mas?" Tubuh itu masih tidak merubah arahnya.
Setelah hening mencekam, Ainun menyeka air matanya dan memutar tubuhnya menghadap Reval. Jarak jangkauan Reval sangat dekat, namun ia bahkan tidak bisa menyentuh tubuh Ainun begitu saja.
"Apa benar itu di luar kota, dan untuk perjalanan bisnis?" Tanya Ainun lagi dengan air mata yang mengambang di pelupuk matanya.
Diam dan hening. Reval berdiri dengan wajah bingungnya. Berulang kali hembusan nafas berat terdengar dan mengisi kekosongan.
"Kamu tidak bisa menjawab telepon karena sibuk"
"Kamu juga tidak bisa membalas atau membaca pesan aku karena jadwal yang sangat padat. Itu kan yang kamu bilang dulu"
"Dan itu karena kamu berada di Jepang. Iya?"
Masih tidak bisa menjawab.
"Kenapa?" terus bertanya.
Meski Reval tak kunjung menjawab, namun tatapan matanya tampak sangat menyesal.
"Kenapa? Selama ini kamu terus saja berbohong"
KAMU SEDANG MEMBACA
AINUN s.2 [On Going]
RomanceKisah bermula setelah pernikahan megah nan mewah itu. Perasaan yang perlahan mulai tumbuh di antara keduanya ternyata menjadi Boomerang. Karena sumpah yang Reval utarakan sebelumnya mungkin saja akan membuatnya harus berjuang melindungi sang istri d...