Sandera

467 42 18
                                    

Sesosok bayangan tampak melenggang di tepian jalan. Langkahnya semakin gontai dan melemah di karenakan tubuh yang sudah sangat kelelahan. Gamis putih tanpa hijab terlihat kotor dan lusuh di kenakannya. Gadis itu bahkan tidak menggunakan alas kaki sepatu, sandal dan sejenisnya di karenakan suatu alasan. Bahkan, rambutnya saja tampak kusut dengan keadaan terurai panjang tanpa ikatan.

Angin yang berhembus berhasil membuat tubuh gadis cantik itu menggigil kedinginan. Namun, meski begitu, langkahnya tidak bisa ia hentikan karena ia sendiri ternyata tengah melarikan diri dari kejaran beberapa orang di belakangnya. Cukup jauh tertinggal, akan tetapi bisa saja ia di temukan jika tidak segera menjauh atau bersembunyi di tempat itu.

Ainun yang setengah berlari berulang kali berbalik dan melihat ke sekeliling dengan wajah waspada. Takut dan gelisah sehingga ia berulang kali mengulang tindakannya itu.

Deg!
Tiba-tiba saja, yang entah dari mana muncullah tubuh kekar seorang laki-laki di hadapannya. Keduanya tampak mematung sejenak di tempat sembari menatap satu sama lain. Reval hadir di tengah kegelisahan gadis itu dengan sangat tiba-tiba. Namun, tidak sepatah katapun terlontar dari mulut keduanya selain tatapan mata yang semakin mengikat hati keduanya.

Tidak menunggu, langkah Reval kembali mendekat dengan perasaan lega. Sedikit senyum tipis yang tersirat di sudut bibirnya untuk menyapa.

"Ainun" tuturnya seraya mendekat. Sejujurnya ia merasa sangat ragu untuk memulai perbincangan itu, namun melihat kondisi Ainun yang sekarang, ia semakin di buat khawatir.

"Ainun,
Apa kamu baik-baik saja?" Langkah pelannya seketika terhenti.

"Bukan urusanmu aku baik-baik saja atau tidak!" Tegas gadis itu yang membuat Reval terdiam.

"Apa yang terjadi sebenarnya?
Kemana jilbab kamu? Dan kenapa kamu tidak memakai alas kaki?" Lelaki itu masih berusaha mendekat.

Tidak ada jawaban, namun tatapan mata Ainun berubah gelisah setelah mendapat pertanyaan itu. Ia kembali melihat ke sekeliling arah di jalan sepi yang membuat Reval turut mengikuti tingkahnya. Tidak hanya itu, tubuh Ainun juga berputar dan mengabaikan panggilan Reval yang berusaha menenangkannya.

"Ainun,
Ainun,,
Ada apa?
Kenapa?" Terburu-buru. Reval berusaha mendekati Ainun untuk menghentikan tindakannya yang tidak biasa itu.

"Kenapa kamu bisa di sini?!" Menghindari Reval secepat mungkin. Raut wajah gelisah tidak lepas dari wajah lelahnya.

Mendengar itu, Reval menarik nafas panjang sebelum berucap. Tatap matanya berubah berkaca-kaca dengan jantung yang berdebar-debar.

"Aku ingin bicarakan semuanya dengan baik-baik"

Hening, dan sepi. Hanya hembusan angin yang terdengar menabrak dedaunan di sekitar mereka. Sayup-sayup suara dendang beberapa hewan turut mengiringi.

Di sudut jalan, rupanya ustadz Yusuf yang bersama dengan salah seorang pereman melihat kejadian itu. Keduanya turut terdiam dikala Reval mulai memohon kepada istrinya untuk kembali bersamanya. Tidak mau mengganggu, ustadz Yusuf hanya memantau tindakan Reval dan Ainun untuk berjaga-jaga.

"Kita tunggu di sini aja!" Perintah ustadz Yusuf.

"Siap kapten!"

Di sisi lain, Reval yang akhirnya berlutut memohon di hadapan istrinya, menahan tangisnya sendiri dengan susah payah.

"Nasya Ainun Haifa.

Ayo kita mulai dari awal!
Aku ingin kamu kembali!
Kembali sama aku" dengan pandangan yang terangkat, keduanya tampak menatap dengan air mata yang sudah meluruh.

Mendengar hal itu, ustadz Yusuf ingin memberikan waktu yang lebih intim untuk keduanya. Ia tidak ingin ada kecanggungan jika mereka terus di tempat itu. Hingga akhirnya, ustadz Yusuf berdalih pergi tanpa menunggu jawaban yang akan di berikan Ainun pada Reval.

AINUN s.2 [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang