H-55

385 40 42
                                    

"Nona dari mana saja?" Seorang bodyguard yang baru tiba terlihat sangat khawatir dan terengah-engah. Nafasnya bahkan terdengar sangat lelah.

"Aku tadi pengen beli roti"

"Kamu kemana aja siiih?" Reval yang baru saja tiba juga terlihat sangat khawatir.

"Kamu gak bisa izin dulu apa kalau mau ke tempat lain. Jangan buat mas hawatir gini" lanjut Reval.

"Maaf mas, aku cuma mau beli roti aja" suaranya memelan.

"Ayo kita pulang saja" Reval menarik lengan Ainun untuk berjalan di sisinya.

"Kamu tau kan mas gak suka kamu di liatin banyak orang" dalam langkahnyapun Reval masih berucap dengan suara kesal.

"Iya maaf"

"Kalau kamu lapar, kan bisa bilang. Pelayan banyak, apa susahnya buat ngomong. Mereka gak akan nolak" ocehannya berlanjut hingga mereka sampai di titik kumpul.

"Kamu kenapa tiba-tiba ilang sih?" Mama Ayu menyambut dengan pertanyaan.

"Jelas kabur, suaminya aja tidak bisa bersikap adil. Gimana istri bisa betah" Papa Dista ternyata memperhatikan Reval sedari tadi yang hanya bersama dengan Ressti. Sedikit kesal, papa Dista memancing perdebatan.

"Paaa, aku juga Istrinya. Aku jelas berhak!" Ressti terlihat sangat marah mendengar ucapan mertuanya itu.

"Sudah sudaah, lebih baik kita pulang sekarang. Jangan berdebat di sini!" Reval menggandeng kedua tangan istrinya yang mengapit di masing-masing sisi.

"Kalau gitu kita berpisah di sini aja tante. Aku sama mas Yusuf harus ke restoran dulu, gak papa kan?"  dr. Adelia pamit.

"Kalian gak main kerumah dulu" Mama Ayu sejenak menolak.

"Mungkin lain kali Tante. Yusuf juga ada jadwal ngajar mengaji di masjid. Takut anak-anak nunggu lama" tidak lupa senyum manis yang memperlihatkan lesung pipi kirinya sebagai akhir dari perbincangan.

Mereka akhirnya memutuskan berpisah di sana. Langkah mengalun sempat di lirik oleh Ainun, dan begitupun sebaliknya dengan yang di lakukan ustadz Yusuf. Keduanya bahkan belum sempat mengobrol tentang hal itu. Namun kejadian hari ini memang berakhir tidak seperti yang di rencanakan Ainun.

....

"Re, kita bisa bicara" Papa Dista menahan langkah Reval saat sampai di rumah.

"Re antar Ainun ke kamar dulu"

"Gak usah. Mas ngobrol aja sama papa. Aku ke kamar sendiri" Ainun menolak sikap baik itu mentah-mentah.

Sebelum mereka pulang ke rumah, Reval memboyong semua keluarganya menuju apartemen Ressti untuk sekedar mengantarkan. Ainun tau itu, namun dalam perjalanan ia berpura-pura tidur agar tidak ada yang merasa canggung. Hingga tiba di rumah, kekesalan Papa Dista masih belum surut.

"Apa sesulit itu Re. Kamu itu punya dua ratu, apa tidak bisa bersikap adil sekali aja!" Ucap Papa Dista di ujung kolam renang.

"Paa, Reval gak bisa. Kalau harus di sandingkan, mereka memang istri Reval. Tapi seandainya tidak ada pemaksaan dalam pernikahan ini, hal seperti ini tidak akan terjadi" Reval berusaha membela diri.

"CUKUP! Kamu harus sadar. Ini semua takdir Allah Re. Sekarang kamu sedang di uji!" Tegas.

"Apa lagi? Re juga capek paa. Re capek harus bersembunyi dari semuanya. Aku juga menjaga perasaan Ainun, itu sebabnya aku tidak jujur"

"Papa tidak membesarkan kamu sebagai laki-laki pengecut, kamu tau itu! Terlepas kamu sengaja atau terpaksa, kamu sudah mengecewakan semua orang Re"

"Dan jika suatu saat Ainun punya pilihan lain, jangan bicara dengan papa lagi. Kecewanya dia kecewanya papa juga, jangan sampai kamu menyesal!" lanjut papa Dista.

AINUN s.2 [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang