H-30

446 48 55
                                    

Perjalanan begitu panjang dengan langkah yang semakin berat. Langkah kecilnya semakin rapat menyusuri tepian jalan. Dari sudut jalan yang tidak jauh dari belakangnya, Reval turut menyeret koper berukuran sedang dengan beberapa pengawal setianya.

"Tuan, biar saya yang bawakan barangnya!" Tawar salah satu bodyguard nya.

Reval menatap tanpa kata yang mengisyaratkan tidak. Perlahan, langkah mereka semakin mendekati sebuah pemukiman padat penduduk.

Plung, plung
Pesan singkat masuk.

My Queen
"Aku pulang. Tunggu aku di rumah ya, aku bawa banyak oleh-oleh"

Pesan itu memang terbaca. Tepat di depan rumah sederhana itu, Reval masih saja sempat berfikir. Kedua kelopak matanya menutup rapat hingga menyisakan dunia yang menggelap. Ada sesak juga perasaan kalut dalam dadanya. Hingga ponsel itu padamkan lalu melepaskan cincin pernikahan dengan Ressti dan kembali menyeret koper menuju rumah Ainun.

"Saya serahkan semua keperluan Ressti pada kalian. Kalau masih ada yang kurang ia dapatkan, hubungi saya secepatnya!" Titahnya pada pelayan. Mereka mengiyakan lalu berbalik pergi sesuai dengan perintah.

Di hadapan pintu kayu yang sudah melapuk, Reval semakin di buat takut dengan semua yang akan ia hadapi. Koper yang ada di genggamannya ia tepikan ke sisi teras untuk memberi ruang. Berulang kali ia mencoba untuk membuka suara, namun entah apa yang membuatnya seperti tertahan. Lidahnya kelu, dengan keraguan yang semakin menjadi. Berkali-kali ia mencoba mengetuk pintu, akan tetapi tidak ada sedikitpun keberanian dalam dirinya untuk melakukan itu. Justru hal itu semakin membuat mentalnya down.

Hingga malam menjelang, Ainun ternyata belum menyadari keberadaan orang lain di sana. Setiap lampu yang sebelumnya menyala di sudut ruangan ia padamkan lalu beranjak tidur.

Reval menyadari waktu semakin larut. Namun ia tidak juga mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan sang istri. Tidur dan menunggu di luar hanya satu-satunya jalan. Karena jika ia mengganggu, segala kemungkinan akan terjadi. Jadi mungkin saja lebih baik jika ia menunggu dan mempersiapkan diri untuk waktu esok hari yang di rasa lebih tepat dan baik.

....

Cklek,
Daarrr,
Pintu terbuka cepat, dan kembali tertutup dengan cepat. Meski suara itu tidak terdengar keras, namun cukup mengagetkan Reval yang masih tertidur di sebuah kursi. Walaupun sedikit sempoyongan, tubuh yang berusaha kokoh berdiri itu sesekali hampir terperosok jatuh karena masih sedikit lemah untuk menopang tubuhnya sendiri.

Pukul 5 pagi.
Ainun yang keluar dengan Khimar nya juga di buat tak kalah kaget dengan keadaan itu. Kedua pasang mata itu masih menatap satu sama lain. Sebenarnya Ainun yang keluar sepagi itu untuk pergi berjamaah ke masjid seperti yang ia lakukan dulu saat masih tinggal di sana. Namun sekarang harus tertahan sejenak.

"Sa,, a, saa" gugup Reval yang sedikit mendekat.

Ada tatapan tak berarti yang ia dapatkan setelah langkah Ainun justru menjauh menghindarinya. Tidak. Ia tidak lagi ingin berhadapan dengan lelaki yang berulang kali mengecewakannya itu. Meski perasaannya masih sama, namun Egonya ia menangkan untuk kali ini. Belum sempat Reval berbicara, wajah Ainun melengos ke arah lain. Langkahnya tidak lagi terhenti, meski ia mendengar suara suaminya yang berulang kali memanggilnya.

Mengejar tidak akan memberikan pengaruh apapun pada Ainun. Pilihannya hanya bersabar dan menunggu entah sampai kapan.

"Mas minta maaf" gumamnya dengan penuh sesal.

Pandangannya berubah sendu. Tubuh berubah layu. Hatinya juga semakin pilu. Baru kali ini ia melihat tatapan kekosongan dari kedua manik mata istrinya. Keberadaannya pun sudah tidak lagi di pandang. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, namun ia tidak bisa membiarkan keadaan berlarut-larut seperti ini selamanya.

AINUN s.2 [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang