Di ruang keluarga, mereka tampak duduk dan menikmati hidangan yang telah di sajikan. Ainun yang duduk sedikit berjauhan dengan Reval hanya menatap kosong tempat itu. Wajahnya memucat, dengan kantung mata yang sedikit menghitam.
Perlahan Reval menggeser posisi duduknya. Ia juga mencoba untuk meraih tangan kanan Ainun, namun karena Ainun sempat melirik tindakan Reval, sontak saja Ainun menarik dan melipat tangannya di pertengahan tubuhnya untuk menghindar.
"Apa ini efek samping yang dokter Adelia maksud" batinnya yang setengah berfikir.
"Kamu pucat sekali" bisik Reval.
"Kamu pasti kurang istirahat. Nanti mas berikan obat sama vitamin ya" sambungnya membujuk.
Tidak ada jawaban, Ainun yang mengangkat tubuhnya tampak tidak menggubris ucapan itu. Ia melangkah dengan berusaha menyeimbangkan langkahnya agar tidak terjatuh.
"Aku ke kamar dulu ya, mau istirahat sebentar" tersenyum tipis pada semua orang terkecuali Reval.
Mama Ayu sempat memberi kode pada Reval untuk menyusul kepergian Ainun. Dan tanpa berkata-kata lagi Reval menurutinya dengan cepat beranjak pergi.
"Ima, sekarang kamu sudah usia berapa?" Tanya Papa Dista.
" 7 tahun opa"
"Waah,, kalau gitu, Ima sudah masuk sekolah ya" celetuk Mama Ayu yang kini posisinya ia rapatkan.
Wajah Ima yang sebelumnya terlihat bahagia seketika tertunduk sayu. Ia tampak sangat sedih dengan pertanyaan itu, bahkan ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan cepat seperti biasanya. Ada perasaan menyesal yang menerpa kedua pasangan itu. Mereka dapat menebak dengan benar jawaban yang tidak bisa di utarakan gadis kecil itu.
"Ayah sudah mendaftarkan Ima masuk sekolah. Tapiii,," ucapan gadis kecil itu tertahan dengan sesak dan air mata yang mulai mengalir.
Tanpa aba-aba, Mama Ayu memeluknya dengan erat. Entah sehancur apa perasaannya saat ini, namun juga kekuatan dan kesabarannya bahkan bisa melampaui orang dewasa. Sikap, tenang, ceria, dan mudah bergaul sangat-sangat memukau keluarga Adinata. Mereka tidak heran, karena Ainun memang adalah contoh baik yang tentunya menjadi sumber belajar gadis kecil itu.
Di tempat lain,
"Ainun, kamu jangan tidur dulu. Biar mas priksa keadaan kamu dulu ya" ucapan itu terdengar lantang, ia juga bersaha mencegah istrinya yang beranjak tidur."Aku cuma capek. Biarin aku tidur aja bisa kan mas!" Jawaban itu terdengar dingin dan asing kembali.
"Mas dokter. Jadi mas faham kondisi tubuh lebih baik dari siapapun"
"Kenapa baru sekarang?" Tatapan datar.
Reval menatap bingung. Ia berusaha mencerna ucapan itu.
"Apa seseorang harus mati lebih dulu, baru mas faham bahwa dia sudah menjadi mayat?" Sambung Ainun dengan nada suara masih sama.
Bahkan setelah ucapan itu, Reval semakin bertambah bingungnya. Maksudnya adalah untuk mengobati, namun jawaban yang ia dapat justru membungkam keadaan.
"Mas. AKU CUMA CAPEK. CAAPEEK. Jadi kalau Mas masih mau di sini, tolong tenang. Aku mau istirahat!" Ada penekanan suara yang lantang terdengar. Tubuh yang layu itu akhirnya memilih berbaring setelah beberapa patah kata yang di ucapkan cukup menguras tenaganya.
Perasaan bingung menerpa hatinya. Sekujur tubuhnya bergetar, dadanya terasa penuh dengan oksigen yang semakin susah di hembuskan. Penolakan itu sangat menampar, tatapan itu tak kalah menusuk dengan sikap yang paling Reval takutkan kini telah terjadi.
....
Hari-hari berlalu, namun tanda-tanda kehadiran Ressti tak kunjung terlihat. Entah sudah berapa lama ia tidak lagi datang kerumah itu. Entah karena ia sudah di belikan apartemen, atau mungkin ada kesibukan lain. Karena di butik Mama Ayu saja ia sudah cukup lama tidak terlihat. Tidak ada yang tau dia kemana dan dengan siapa. Sebab Reval tidak pernah menyinggung tentang hal itu, dan bahkan Reval tampak tenang dengan tetap bekerja di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AINUN s.2 [On Going]
RomanceKisah bermula setelah pernikahan megah nan mewah itu. Perasaan yang perlahan mulai tumbuh di antara keduanya ternyata menjadi Boomerang. Karena sumpah yang Reval utarakan sebelumnya mungkin saja akan membuatnya harus berjuang melindungi sang istri d...