30. Arsyi dilamar?!

3.7K 225 2
                                    

Happy reading-!


“Assalamu'alaikum.”

Arsyi yang sedang memainkan ponselnya pun langsung melihat kearah sumber suara. Betapa terkejutnya ia melihat para tamu tersebut. 

“K-kak Bi-billal?” Cicit Arsyi pelan.

Arsyi pun langsung menundukkan pandangan. Ia sangat terkejut melihat Billal yang berada di rumahnya.

Jadi, ini alasan kedua orang tuanya dan juga Fadli tidak ingin memberitahukan?

“Silakan duduk.” Ujar Ayah mempersilakan keluarga Billal untuk duduk.

“Fad, kok mereka?” Tanya Arsyi pelan kepada Fadli yang berada di sampingnya.

“Emangnya mau siapa?” Tanya Fadli balik.

“Y-ya nggak tau.”

“Apa kabar, Abraham?” Tanya Ayah kepada Abi, selaku Ayah dari Billal.

“Alhamdulillah, ane baik-baik saja.  Ente apa kabar?” Ucap Abi.

“Alhamdulillah, baik juga,”

“Sudah lama sekali kita tidak bertemu.” Ucap Ayah dengan tertawa kecil.

“Tidak selama itu juga, Riza. Kita baru bertemu dua minggu yang lalu.” Kata Abi dengan tertawa kecil dan juga menggelengkan kepalanya.

“Hahaha.”

“Tumben sekali mau datang kerumah pakai direncanain, biasanya juga langsung datang saja.” Ucap Bunda kepada keluarga Billal.

“Hahaha, mau nya juga seperti itu. Tapi yang punya hajat sangat sibuk.” Ucap Umi dengan melirik Billal.

“Loh, memangnya ada apa?” Tanya Bunda Bingung.

Hening. Dari keluarga Billal belum ada yang membuka suara. Sedangkan keluarga Arsyi menunggu keluarga Billal membuka suara.

“Sepertinya sangat serius.” Ujar Ayah' dengan menggaruk lehernya yang tidak gatal.

“Ekhem.”

“Billal langsung ke intinya aja, ya?” Tanya Billal tidak enak hati.

“Silakan Billal.” Ucap Ayah dengan senyum yang mereka. Sepertinya Ayah sudah mengerti tujuan keluarga Billal datang hari ini.

Arsyi yang sedari tadi menunduk pun jantungnya berdetak sangat cepat. Ia juga tidak tahu kenapa, jantungnya tidak bisa diajak bekerja sama.

“Sebelumnya, saya ingin meminta izin kepada kalian. Jadi, saya datang bersama keluarga karena ingin mengkhitbah anak kalian. Yaitu, Adiva Arsyila Savina. Sebagai pendamping hidup saya.” Jelas Billal dengan mengeluarkan kotak kecil dan menaruhnya diatas meja.

Arsyi sungguh terkejut. Bagaimana mungkin?! Apakah seseorang yang saat itu Billal katakan akan dilamar adalah dirinya?!

“Billal, biarkan Arsyi yang menjawab saja, ya? Kami tidak berhak untuk menjawabnya,”

“Bagaimana, nak?” Tanya Ayah kepada Arsyi yang sedang menunduk.

Arsyi pun mengangkat kepalanya, ia melihat kearah Ayah dan Bundanya. Saat ini jantungnya terasa ingin berhenti berdetak.

Diam. Arsyi tetap diam tak bersuara.

“Syi?” Panggil Bunda dengan mengusap pelan tangan Arsyi membuat Arsyi menatap Bunda.

“Bagaimana?” Tanya Bunda membuat Arsyi menatap keluarga Billal.

“A-arsyi...”

“Eum...”

“Kalau tidak bisa, tidak usah dipaksakan, nak.” Ucap Bunda membuat Arsyi menundukkan kepalanya.

“A-arsyi m-menerimanya, B-bunda.” Ucap Arsyi membuat mereka semua mengucapkan hamdalah.

“Alhamdulillah.”

“Kenapa nggak dari tadi sih, Kak, bilangnya?! Aku takut Bang Billal nggak diterima tau!” Kesal Fadli kepada Kakaknya itu.

Plak.

Arsyi memukul paha Fadli dengan kencang. Membuat Fadli meringis kesakitan.

“Kakak juga kaget tadi, Fad! Mulut Kakak seakan-akan nggak bisa ngomong tau tadi!” Kesal Arsyi kepada Fadli.

Mereka yang mendengar itu hanya tertawa kecil sembari menggelengkan kepalanya. Billal yang mendengar itu hanya tersenyum kecil.

“Kamu sudah menerima Billal. Maka dari itu, kamu harus memakai cincin yang sudah Billal bawa untuk kamu.” Ucap Bunda dengan melirik kotak yang berada diatas meja.

“Buat apa, Bunda?” Tanya Arsyi polos.

“Kak, tolong polosnya jangan kelihatan banget. Malu tau.” Celetuk Fadli yang mendapatkan tatapan tajam dari Arsyi.

“Itu karena kalian telah terikat dalam hubungan yang lebih serius dan akan menuju jenjang pernikahan.” Jelas Bunda membuat Arsyi menganggukan kepalanya.

“Datanglah kepada Umi.” Ucap Bunda membuat Arsyi bangkit dari duduknya dan menghampiri Umi. Begitupun Billal, ia bangkit dari duduknya dan menghampiri Ayah.

“Terima kasih sudah menerima Billal, Arsyi.” Ucap Umi dengan suara yang kecil.

“Terima kasih kembali, Umi.”

Umi pun langsung memasukkan cincin ke jari Arsyi. Cincin yang Billal pilihkan selama sebulan ini akhirnya tersematkan dijari Arsyi.

Ayah pun memasukkan cincin ke jari Billal dengan perlahan. Senyum yang merekah tidak pernah luntur dari bibir Ayah.

Arsyi pun langsung kembali ketempat duduknya, begitupun dengan Billal.

Arsyi memandangi cincin yang baru saja tersemat di jarinya. Ia tidak pernah menyangka kalau dirinyalah yang bersanding dengan Billal.

“Bagaimana, Kak, rasanya?” Tanya Fadli.

“Ngga ada rasanya.” Ucap Arsyi.

“Hah? Kok nggak ada? Nggak ada perasaan bahagia gitu?” Tanya Fadli dengan wajah terkejutnya.

“Bahagia ada. Kamu nanya 'rasanya' ya emang nggak ada rasanya. Kalau kamu nanya 'bagaimana perasaannya, bahagia atau tidak?' ya pasti Kakak jawab bahagia.” Jelas Arsyi membuat mereka tertawa, kecuali Fadli tentunya.

“Jadi, pernikahannya mau ditentuin tanggal berapa nih?” Tanya Bunda.

“Dua bulan lagi aja gimana? Kan sekarang bulan Januari berarti bulan Maret. Bagaimana?” Tanya Umi.

“Boleh. Tanggal berapa?” Ucap Bunda.

“Terserah kalian mau tanggal berapa.” Ucap Umi.

“Bagaimana tanggal 25?” Tanya Ayah.

“Wah, boleh tuh!”

“Baiklah. Jadi, bulan Maret tanggal 25.”

“Silakan dimakan cemilannya.” Ucap Bunda.

“Terima kasih.”

“Sini, Balqis, Bilqis.” Ucap Arsyi dengan menepuk bangku sebelahnya yang kosong karena Bunda sudah pindah di samping Umi.

“Fad, sanaan dong. Biar aku ditengah-tengah mereka.” Ucap Arsyi membuat Fadli menghela napasnya dan bergeser memberikan ruang.

Balqis dan Bilqis pun langsung duduk disamping Arsyi.

“Kalian minum sama makan cemilan dulu.” Tawar Arsyi kepada anak kembar tersebut.

“Iya, Kak.”

“Akhirnya Kak Arsyi akan menjadi Kakak Ipar aku.” Ucap Bilqis dengan memeluk Arsyi.

“Hahaha.”

“Qis, kamu mah kayak gitu biar Kak Arsyi bantuin ngerjain pr kamu lagi, ya?” Tanya Balqis membuat Bilqis kesal.

“Mana ada!” Kesal Bilqis.

“Sudah sudah.”


****

ARSYILA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang