8.

56 10 22
                                    

“Ezra, bangun! Sebentar lagi Magrib!”

Suara Sujimin yang begitu keras memaksa Ezra membuka matanya. Sosok sang ayah yang sudah memakai baju koko, sarung, serta peci membuat Ezra langsung duduk. Kepalanya langsung terasa pusing. Sujimin menggelengkan kepalanya.

“Kalau bangun tidur, pastikan nyawamu sudah kumpul semua. Jadi kepalamu enggak pusing.”

“Widuri mana, Pak?” tanya Ezra sambil mengusap wajahnya.

“Sudah pulang ke rumah Rubiyah,” jawab Sujimin.

“Kok enggak pamit sama aku, ya?”

“Ya kamu tidur kayak kerbau, mengorok kayak babi, mana dengar saat anakmu pamit?” Sujimin berjalan santai keluar dari kamar Ezra setelah mengolok-olok putranya.

Ezra mendesah pasrah. Ia mengambil ponselnya untuk mengecek sudah jam berapa sekarang. Saat menyadari kalau sudah dekat waktu Magrib, Ezra memutuskan untuk cepat-cepat mandi dan pergi ke masjid dekat rumahnya untuk salat Magrib berjamaah.

*

Widuri meninggalkan rumah Ezra setelah mematikan telepon dari Sayang. Ia sengaja tak pamit pada ayahnya, juga tak memberi tahu kalau ada yang menelepon. Sampai sekarang Widuri masih penasaran dengan sosok Sayang. Siapakah Sayang sebenarnya? Apakah Sayang itu nama asli atau nama panggilan? Apa hubungan Sayang dengan sang ayah?

Rubiyah memperhatikan Widuri yang melamun sambil menatap makanan dalam piringnya. Anton, suami Rubiyah, memberi kode agar perempuan itu bertanya apa yang terjadi pada sang putri.

“Kamu kenapa, Wi?” tanya Rubiyah.

“Enggak apa-apa, Bu,” jawab Widuri.

“Kalau enggak apa-apa, makanannya dimakan, dong. Kalau dilihat terus, mana bisa kenyang?” Rubiyah tersenyum pada putrinya. “Bagaimana kabar Yaya?”

“Baik.”

“Bubu kira kamu jadi menginap di tempat Yaya.”

“Enggak mau.”

“Kenapa?”

“Enggak apa-apa.”

Dari jawaban Widuri yang pendek-pendek, Rubiyah menyimpulkan kalau ada sesuatu yang terjadi padanya. Ia tak ingin banyak bertanya pada putrinya di depan Anton, mungkin setelah makan malam ia akan mendekati anak itu lagi.

Saat Anton pergi ke masjid untuk menunaikan salat Isya, Rubiyah menghampiri Widuri di kamarnya. Ia ketuk pintu kamar putrinya, setelah mendengar suruhan masuk dari dalam kamar, barulah ia membuka pintu.

“Bu,” sapa Widuri.

Rubiyah duduk di tepi ranjang. “Ada sesuatu yang mau ceritakan, Wi? Sesuatu tentang Yaya atau apa pun itu?”

“Enggak penting, Bu.”

“Kalau enggak penting, kamu enggak akan terus-menerus melamun, kan?” tanya Rubiyah sambil tersenyum. “Oke. Mungkin enggak penting, tapi pasti bikin penasaran. Ya, toh?”

Widuri mengangguk pelan. “Ini, Bu. Waktu di rumah Eyang, ponsel Yaya bunyi, ada yang telepon ke sana. Yaya masih tidur. Jadi aku ambil ponselnya, nama peneleponnya itu Sayang. Aku pikir itu pacarnya Yaya.”

“Terus?”

“Aku penasaran, jadi aku angkat teleponnya. Duh, Bu. Aku kaget banget waktu aku dengar itu suara laki-laki!”

Rubiyah melongo.

“Sayang itu nama panggilan atau nama asli si lelaki itu ya, Bu?”

Perempuan itu tergagap. Ia bingung bagaimana menjelaskan semua ini ada Widuri.

His Love 3 🌈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang