21.

51 9 8
                                        

“Kalau bukan siapa-siapa, kenapa wajah Yaya pucat sekali? Yaya juga enggak peduli padaku.”

Ezra menarik napas dalam-dalam. Malam ini sangat melelahkan baginya. Ia hanya ingin tidur. Bukan meladeni sang putri yang kepo dengan urusan pribadinya. Pria itu balik badan untuk menatap si buah hati.

“Yaya capek, Wid. Boleh enggak kalau Yaya tidur dulu? Kita bicara saat hari sudah terang.” Wajah penasaran Widuri semakin menjadi. Ezra berpikir kalau dia salah bicara. Ketika hendak meralat ucapannya, Widuri lebih dulu menyela.

“Yaya bukan ....”

Widuri tak melanjutkan ucapannya. Ezra yang di awal bingung ke mana arah pembicaraan putrinya, tiba-tiba tersadar.

“Bukan! Bukan, bukan!” elaknya. “Jangan berpikir yang aneh-aneh!”

Lelaki itu memasuki kamar dan mengunci pintu. Widuri terpaku di tempatnya berdiri.

“Kalau bukan gay, kenapa harus panik begitu?”

*

Setelah mengundurkan diri sebagai baker Sugar Gems, Widi lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Selain melakukan pekerjaan rumah tangga, Widi juga membuat resep roti dan kue terbaru yang akan dijual di Sugar Gems.

Media sosial Widi juga mulai aktif digunakan untuk membagikan resep-resep makanan dan minuman. Di tengah-tengah aktivitas membuat konten media sosial, Widi teringat saat liburannya ke Pulau Santorini dengan mendiang suaminya, Jon. Uang dari hasil membuat konten dan promosi produk yang mengantarkan mereka ke sana.

“Kalau nanti aku dapat banyak uang lagi, aku akan pergi ke mana, ya?” gumam Widi.

“Hai, Widi.” Stefani menghampiri lelaki itu. “Apa Louisa dan Sarah sudah siap?”

“Aku tak tahu. Tapi mereka tak bersuara sejak tadi. Sepertinya mereka sedang merias diri.” Widi menyudahi acara melipat gyoza. “Terima kasih sudah mau menemani Sarah dan Mama Louisa pergi ke Kanada.”

“Ya. Tak perlu sungkan. Louisa sudah seperti ibuku sendiri.”

“Kalau ada hal buruk terjadi, langsung kabari aku, ya.”

“Tentu saja. Aku akan pergi ke kamar mereka.”

“Ya.” Widi mengumpulkan piring-piring kotor. “Kau mau makan siang, Stefani?”

“Tidak. Aku, Louisa, dan Sarah akan makan di bandara,” sahut Stefani sambil berjalan.

“Baiklah.”

Selesai menaruh piring kotor di wastafel, Widi mencuci tangan lalu mengirimkan pesan pada putranya.

Menu makan siang hari ini ramen dan gyoza, ya.

-Widi-

Pesan Widi hanya dibalas ‘ya’ oleh William. Lelaki itu cemberut karena merasa diabaikan oleh sang putra. Widi mengalihkan perasaan negatifnya dengan membereskan dapur yang sedang berantakan setelah digunakan untuk membuat konten.

Setengah jam kemudian pekerjaan Widi selesai. Ia duduk di meja makan sambil menikmati teh lemon dan madu. Sejak dua hari yang lalu, ia merasa tidak enak badan. Di mulai dari mulut yang mudah kering. Sekarang sudah mulai kepala pusing, hidung tersumbat, rasa gatal dan sakit di tenggorokan, juga sakit di persendian.

“Bakal batuk pilek, nih.”

Terdengar suara Louisa, Sarah, dan Stefani yang semakin dekat. Sarah dan Stefani muncul duluan dengan masing-masing membawa satu buah koper sedang. Louisa muncul belakangan.

His Love 3 🌈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang