14.

43 9 11
                                        

Satu per satu bus kuning meninggalkan sekolah. Kenny melihat seorang remaja lelaki di dalam salah satu bus menatap ke arahnya dan William. Kemudian Kenny melambaikan tangannya pada remaja itu. Suasana di sekitar sekolah sudah lebih sepi sekarang.

“Kau mau makan sesuatu? Kita bisa ke restoran favoritmu dan membicarakan semuanya.” Kenny tersenyum begitu manis.

“Tidak. Kita bicara di sana saja.” William menunjuk sebuah bangku dekat gerbang sekolah. Anak itu lalu berjalan duluan.

Kenny mengekor di belakangnya. “Tadi ada bocah lelaki yang memperhatikanmu dari dalam bus. Dia pasti temanmu, kan?”

“Aku tak ingin membahasnya.”

“Oh, kau sedang bermusuhan dengannya, ya?” Pria itu sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada William. Saat William duduk di bangku, ia juga duduk di sampingnya. Terlihat seorang penjaga keamanan memperhatikan mereka sejenak. Saat dirasa tak ada yang perlu dikhawatirkan, petugas keamanan itu pergi.

“Kau sama seperti Ayah. Kau pasti juga akan berpikir, apa yang terjadi padaku itu lucu.”

“Bagaimana kau bisa menilai pikiranku hanya dengan menyamakan aku dengan ayahmu?” Kenny berpikir sejenak tentang apa yang mungkin terjadi pada William. “Kalau ada hubungannya dengan bocah tadi, apakah dia menyukaimu, lalu kau tidak menyukainya?”

“Dia menciumku di dalam bus. Aku sangat marah, kemudian aku membentaknya. Aku minta dia menjauhiku.” Raut wajah William terlihat sedih.

“Oh.” Kenny memasang wajah sedih, tapi dalam hatinya ia sangat senang karena menemukan celah untuk bisa bicara lebih jauh dengan William. “Ya, itu buruk. Straight or gay tetap harus menjaga kelakuan, kan?”

William mengangguk. Satu tangannya berada di perutnya. Kenny menatap jam tangannya, sudah pukul setengah empat.

“Kau lapar?”

“Ya.”

“Ayo ke restoran. Kita makan,” ajak Kenny.

“Tidak usah. Aku bawa bekal dari Ayah. Tapi aku tidak memakannya. Aku makan makanan yang disediakan di kantin.” William melepaskan ranselnya dan mengeluarkan kotak makan yang pagi tadi diberikan oleh Sarah. Saat ia membukanya, kotak itu berisi empat potong pizzadilla, sosis ayam, buah anggur, dan cokelat kemasan. Ada suratnya juga.

Remaja itu membaca surat dari ayahnya.

Dear William,

Aku minta maaf atas sikapku yang tidak menyenangkan padamu. Aku berjanji akan menjadi ayah yang lebih baik untukmu.

Selamat menikmati bekalmu.

Aku selalu mencintaimu.

-Ayah-

William tersenyum sambil menyimpan surat itu di saku celananya. Ia menyodorkan kotak bekalnya pada Kenny. “Kau mau?”

“Ya. Terima kasih.” Kenny mengambil sepotong pizzadilla dari sana. Mereka makan bersama.

“Apa kau ingin membicarakan tentang Ezra?” tanya William saat teringat dengan gambar Kenny dan Ezra saat masih muda.

“Kok tahu? Kamu pintar sekali,” puji Kenny.

“Aku merasa ada sesuatu yang terjadi di antara kalian.”

“Aku ke sini untuk memperingatkanmu untuk lebih bisa menjaga diri jika berada di sekitar Ezra.”

“Kenapa? Tolong jelaskan! Jangan bertele-tele!”

“Aku tak ingin kau menjadi korban kedua.”

“Korban? Apakah Ezra seorang kriminal?”

His Love 3 🌈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang