3.

43 13 11
                                    

Walaupun libur, Widi masih disibukkan dengan tugas membuat laporan pembelian bahan baku untuk Sugar Gems. Ia mengerjakan laporan di ruang tengah sambil ditemani lagu-lagu dari penyanyi ternama. Ia duduk beralaskan karpet lembut dan laptopnya berada di atas meja. Ini posisi paling nyaman untuk bekerja. Duduk di kursi kadang membuat Widi tak betah berlama-lama.

Ezra menatap lelaki itu dari kejauhan. Ia ingin sekali duduk dan memeluk Widi dari belakang, menghirup aroma tubuhnya yang manis, bersandar padanya.

“Kamu lagi ngelajor, ya?” tanya Widi saat melihat Ezra senyum-senyum sendiri.

“Ngelajor?” Ezra terdiam untuk memahami arti kata itu. Kemudian ia ingat kalau ngelajor itu kependekan dari ngelamun jorok. Jorok di sini berarti sesuatu yang mesum. “Enggak, kok.”

Pria jangkung itu mendekat dan duduk di atas karpet bersama Widi. Sebenarnya Widi merasa risi dengan kehadiran Ezra di dekatnya, tapi ia tak tega kalau harus mengusirnya seperti anak ayam.

“Kamu dapat nomorku dari Ronan, kan?”

“Ya. Aku memaksanya.”

“Tak apa-apa. Mungkin sudah takdirnya kita bertemu lagi.” Widi masih menatap layar dan mengetik beberapa hal.

Sebenarnya Widi dan Ezra itu punya banyak kesamaan. Mereka adalah gay yang sama-sama kehilangan ibunya. Mereka ditinggal pergi selamanya oleh sang kekasih. Ananda Prakasa, kekasih Ezra setelah Kenny, meninggal pada tahun 2026. Widi ditinggalkan oleh Jon pada tahun 2032. Widi dan Ezra sama-sama seorang ayah. Kalau punya banyak kesamaan itu artinya berjodoh, mungkin sekarang mereka sudah merencanakan pernikahan.

Kalau Ezra mau jujur, hatinya selalu tertuju pada Widi. Ia pernah mencintai Kenny dan Ananda, tapi kalau cinta untuk kedua orang itu digabung tetap saja tak bisa menandingi seberapa besar cintanya untuk Widi.

“Sejak kapan kamu mulai menumbuhkan cambang?”

Pertanyaan iseng Widi membuat Ezra tersenyum. Ia menjawab, “Sejak dua tahun yang lalu. Aku hanya coba-coba, tapi ternyata cambang cocok dengan karakter wajahku.”

“Oh.”

“Kamu enggak coba menumbuhkan cambang?”

“Enggak cocok.”

“Betul juga. Wajahmu terlalu imut.” Sesuatu terlintas di benak Ezra. “Menurut kamu, aku lebih tampan dengan cambang atau tanpa cambang?”

“Pernyataan macam apa itu?!” seru Widi.

“Kalau kau tak suka cambangku, aku akan mencukurnya.” Ezra mengelus dagunya sendiri.

“Mungkin di usia sekarang, lebih cocok dengan cambang.”

Jawaban asal Widi semakin membuat Ezra iseng padanya. “Tapi percuma punya cambang kalau tak ada yang mengelusnya. Padahal enak, lho. Geli-geli gimana gitu.”

“Ezra apaan, sih?” Widi mengerutkan dahinya. “Enggak jelas banget!”

“Kalau enggak percaya, coba pegang saja.” Ezra tertawa terbahak-bahak melihat Widi yang keheranan.

Widi menggeleng cepat, ia membawa laptopnya naik ke lantai dua. Saat Ezra memanggilnya, ia terus naik dan masuk ke kamarnya. Di balik pintu, Widi tertawa kecil membayangkan mengelus cambang Ezra. Geli-geli enak pastinya kan, Widi?

*

“Ezra mau pulang, ya?”

Ezra menoleh ke arah William yang berdiri di ambang pintu kamarnya. Hari ini dia berencana pulang karena kondisinya telah membaik. Tak enak juga harus berlama-lama menginap di rumah orang lain.

His Love 3 🌈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang