Heinrich berlari cepat melewati kerumunan polisi dan tim medis yang berkumpul di halaman belakang apartemennya. Ia panik sekali ketika mendapatkan telepon dari penjaga apartemen yang menemukan Kenny sudah tergeletak bersimbah darah di lantai paver beton.
Ketika ada polisi yang melarang Heinrich mendekat, ia mengatakan kalau dia adalah suami Kenny. Seorang polisi menenangkannya, tapi Heinrich sekuat tenaga mendekati mayat suaminya. Dan ia melihat Kenny tergeletak di sana dengan banyak darah yang berasal dari tubuhnya. Kemeja biru yang dikenakan Kenny kotor terkena darah.
"Mein Mann. Kenny. Why?" gumam Heinrich. Kakinya terasa begitu lemah. Pelan-pelan ia jatuh berlutut. "Kenny, maafkan aku. Seharusnya aku tidak meninggalkanmu hari ini."
Tubuh kaku Kenny segera dimasukkan ke dalam kantong jenazah. Posisi wajah Kenny yang menghadap ke atas membuat Heinrich mampu melihat betapa hancurnya wajah sang kekasih. Sedih sekali melihat kondisi terakhir orang yang paling disayangi harus seburuk itu.
"Selamat malam, Pak. Apakah kau Heinrich Freudenberger?" tanya seorang polisi.
"Ya. Itu aku," jawab Heinrich dengan lemah.
"Kami akan mengautopsi jenazah suamimu. Kami juga akan menyelidiki penyebab kematiannya. Apa kami bisa meminta waktumu untuk dimintai keterangan?"
"Tentu saja."
"Ayo. Ikut kami."
Bersama dengan si polisi, Heinrich pergi ke kantor polisi terdekat. Di ruang interogasi Heinrich menunggu dengan gelisah. Heinrich melipat kedua lengan di atas meja dan menyandarkan kepalanya di sana. Terdengar suaranya yang tersedu-sedu.
Pintu ruang interogasi terbuka dan tertutup kembali. Heinrich mengangkat kepalanya. Seorang detektif membawakan minuman hangat untuk pria itu.
"Minumlah."
"Terima kasih." Heinrich menarik gelas plastik yang hangat itu. Kedua telapak tangan menempel di sana.
"Aku turut berduka atas kehilanganmu. Aku akan bertanya beberapa hal."
Pertanyaan demi pertanyaan dimulai. Seperti bagaimana tingkah Kenny sebelum kejadian, di mana Heinrich saat kejadian, dan banyak lagi. Detektif itu memberikan beberapa informasi di sela-sela pertanyaannya. Termasuk catatan medis Kenny yang memuat riwayat penyakit fisik dan mental yang dideritanya, riwayat rawat inap, dan lain-lain.
"Ya. Beberapa bulan yang lalu dia sempat dirawat di rumah sakit karena gangguan mentalnya kambuh. Setelah itu dia kembali rutin minum obat, konseling ke psikiaternya, ikut komunitas swabantu, semua baik-baik saja. Dia sangat baik secara fisik dan mental saat terakhir kali aku melihatnya."
"Apakah kau tahu jika dia menerima dua tamu hari ini?"
"Tamu? Siapa?" Kata Heinrich melebar. "Kenny selalu bilang jika hendak mengundang seseorang ke rumah."
Si polisi memutar rekaman CCTV yang didapatkan dari apartemen Heinrich. Sosok pertama adalah perempuan yang Heinrich lihat di lift. Lalu sosok kedua adalah seorang pria. Heinrich terlihat ragu dengan identitas pria itu.
"Apa kau mengenal mereka?"
"Perempuan itu aku lihat sore ini, saat aku keluar untuk bekerja. Aku tak tahu siapa namanya. Pria ini, aku tak yakin jika dugaanku benar, aku rasa dia mantan kekasih suamiku, Ezra Yudhistira."
*
Berita kematian Kenny disiarkan di sebuah program berita televisi. Identitasnya diungkap ke publik, dugaan sementara adalah bunuh diri. Widi dan William yang melihat berita itu mendadak saling menatap. William merasa ini semua salahnya. Seharusnya ia tak memberikan alamat rumah Kenny pada Widuri.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Love 3 🌈
RomanceApakah kau akan terus mencintai seseorang yang punya masa lalu sangat buruk?