Malam pesta dansa untuk para senior di SMA akan digelar sebentar lagi. Banyak senior yang mengajak adik kelas untuk datang bersama ke acara itu. Salah satu adik kelas yang beruntung mendapatkan undangan itu adalah Ginny. Gadis ini diajak oleh salah satu seniornya, Jules Koning, seorang pemain rugbi populer di SMA. Pagi-pagi sekali ia datang menemui Ginny untuk menanyakan apakah gadis itu bersedia datang bersamanya ke acara pesta dansa. Ginny mengiyakan karena ia juga butuh datang ke sana untuk meliput acara itu. Ia butuh berita untuk majalah sekolah. Pikir Ginny, tak apa-apa jika ia bisa melakukan liputan sambil bersenang-senang.
Gelang korsase bunga tulip warna merah jambu kini melingkar di pergelangan tangannya. Kendra dan Alicia terlihat takjub dengan gelang itu. Mereka juga berpikir kalau Ginny sangat beruntung bisa mendapatkan undangan dari Jules.
“Apakah William tahu tentang hal ini?” tanya Kendra sambil menyentuh gelang korsase itu.
“Oh, ya! Aku lupa!” Ginny terlihat tak yakin jika hal ini akan membuat William baik-baik saja. “Aku yakin dia akan mengerti kalau aku juga bekerja untuk majalah sekolah. Bukan hanya bersenang-senang.”
“Yakin?”
“Y-ya ....” Ginny menatap gelang korsase di tangannya. “Dia sangat pengertian.”
William memang belum tahu apa-apa tentang hal ini. Seharian ini mereka punya jadwal yang berbeda. Untung saja saat istirahat makan siang, Ginny bisa menemui William yang makan sambil mengerjakan esainya. Melihat gelang korsase di tangan Ginny membuat raut wajah William berubah. Pemuda itu tampak tak senang.
“Aku ditugaskan untuk meliput acara pesta dansa. Dan seseorang mengajakku untuk datang bersama,” jelas Ginny sambil duduk di kursi hadapan kekasihnya.
“Oh.” William menelan ludah kecut. “Ya. Aku tahu kau mengiyakan ajakannya. Nice corsage!”
“Kamu enggak marah?”
“Ya, aku marah. Tapi aku bisa apa?” William membereskan sisa makanan dan barang-barang di atas meja. “Kau mau aku membalikkan meja ini?”
William tertawa dan menggelengkan kepalanya. Ia tak menyangka Ginny akan melakukan itu padanya. Datang ke pesta dansa bersama laki-laki lain? Yang benar saja!
*
Langit jingga Los Angeles begitu memukau Ezra. Secangkir kopi hitam tubruk menemaninya menatap langit di balkon. Sebentar lagi malam. Ia berharap mendapatkan ketenangan yang selama ini hilang. Di ruangan lain apartemen itu, Heinrich sedang menyiapkan kopernya. Ia akan bertugas lagi memandu pesawat jet milik Nando. Kali ini Nando ada pertemuan dengan salah satu rekan bisnisnya ke Brazil. Setelah urusan itu selesai, mereka akan berlibur sebentar di sana. Pria tua itu mengizinkan Heinrich untuk mengajak Ezra. Tapi Ezra tak mau, ia memilih merasakan ketenangan di rumah. Bebas, tanpa aturan harus menjadi siapa dan bersikap bagaimana.
Ezra menyeruput kopi hitamnya yang wangi. Tak sia-sia uangnya digunakan untuk membayar jasa titip membawa kopi legendaris khas Bogor ini ke Los Angeles. Ini sepadan. Nikmat.
Pria itu termenung menatap matahari yang perlahan menuruni langit. Menyisakan kegelapan bertabur gemintang di atas sana. Pikiran Ezra tiba-tiba mempertanyakan apakah ia suka menjadi suami Heinrich. Rasa cinta itu semakin luntur ketika teringat ulah Heinrich padanya. Ezra muak dengan semua itu. Terbesit keinginan untuk bercerai dari Heinrich, tapi ia masih tak tega untuk melakukannya.
Ponsel Ezra berbunyi. Nomor asisten rumah tangga sang ayah muncul di sana. Dengan segera ia mengangkat telepon itu. Sebuah salam yang diiringi tangis langsung terdengar dari seberang.
“...”
“Wa’alaikumsalam. Kenapa, Lik? Kok nangis?”
“...”
![](https://img.wattpad.com/cover/317717789-288-k273906.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
His Love 3 🌈
RomantizmApakah kau akan terus mencintai seseorang yang punya masa lalu sangat buruk?