William dan Sarah sedang berebut sebungkus camilan di ruang tengah. Itu bungkusan terakhir yang bisa ditemukan di dalam lemari makanan. Keduanya sangat suka camilan itu sampai setiap hari memakannya. Louisa dan Widi hanya menatap kedua remaja itu dengan tatapan pasrah. Sejak tadi keduanya sudah berusaha melerai dan menyarankan agar mereka berbagi, tapi tak digubris.
Widi sebenarnya punya banyak stok camilan beku di dalam kulkas. Itu semua hasil tangannya. Anak-anak hanya terlalu malas untuk menyalakan kompor untuk memasaknya.
Rebutan sana sampai salah satu mati. – Widi
Ponsel Sarah berdering. Si cantik langsung menghentikan acara rebutan camilan dengan William dan mengambil ponselnya. Begitu melihat nama si penelepon, ia langsung menuju kamar di lantai dua. William yang merasa menang langsung membuka kemasan camilan dan memakannya. Baru dua kali ia memasukkan tangan ke dalam kemasan camilan, Widi langsung merebutnya. Ia membaca bahan baku camilan itu sejenak, lalu mengembalikannya pada William.
“Micin,” kata Widi sebal. “Ayah bisa membuat camilan itu!”
“Okay! Prove it!” sahut William sambil terus makan.
Widi kembali bersandar di kursinya. Louisa beringsut duduk di dekatnya.
“Apa kau memperhatikan ada sesuatu yang berbeda pada Sarah?” tanya perempuan berambut merah itu.
“Tidak,” jawab Widi sambil terus memperhatikan William. Kalau begini terus, William bisa balik gendut lagi.
“Sarah mengunci pintu kamarnya saat menerima telepon. Ia pulang telat pada hari-hari tertentu.”
“Oh! Benarkah?”
“Ya. Sudah sebulan ini begitu.” Louisa tersenyum lebar. “Tapi, dia terlihat lebih banyak tersenyum, lho. Mungkinkah dia sedang jatuh cinta pada seseorang?”
“Bisa saja.”
“Kalau begitu kita harus tahu orang seperti apa yang sedang dekat dengannya. Apakah laki-laki atau perempuan, berapa usianya, di mana dia sekolah, kuliah, atau bekerja, di mana tempat tinggalnya, semuanya!”
“Apa itu tidak berlebihan?”
“Tidak berlebihan! Dengan informasi itu, kita bisa mengambil sikap untuk segala kemungkinan yang akan terjadi.”
“Jadi aku harus bertanya padanya?” Widi menggigit bibirnya karena ragu.
“Tidak. Tunggu Jon bangkit dari kubur dan pulang ke rumah saja.” Louisa mulai mengeluarkan jurus satirnya.
“Oke. Aku akan bertanya pada Sarah.” Widi beranjak dari duduknya. Ponsel di sakunya berdering. Ezra menghubunginya lewat video chat. Ia tersenyum senang. “Ezra menelepon!”
Widi segera menuju kamar dan mengunci pintu. Louisa bengong melihat tingkah menantunya yang sama saja seperti Sarah. Sepertinya ia tak salah jika memang Jon yang harus bangkit dari kubur untuk menanyakan apa yang terjadi pada cucunya.
*
Bunyi peluit dari pelatih menandakan berakhirnya latihan sepak bola hari ini. Naoise berjabat tangan dengan teman satu timnya sebelum menghampiri Sarah. Banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka. Sebagian besar merasa kalau Naoise sangat cocok dengan Sarah. Keduanya memiliki tampilan wajah dan fisik yang memukau dan populer. Serasa melihat sepasang raja dan ratu sekolah, kan?
“Ada kabar buruk,” ujar Naoise ketika berada di dekat Sarah. “Sepertinya rencana jalan-jalan kita di Sabtu malam akan batal.”
“Sayang sekali,” komentar Sarah.

KAMU SEDANG MEMBACA
His Love 3 🌈
RomantikaApakah kau akan terus mencintai seseorang yang punya masa lalu sangat buruk?