Extra Chapter I

483 42 1
                                    

I. Life After Prom Night

Prom night yang seharusnya menjadi kenangan indah justru berakhir dengan kekacauan besar. Sejak saat itu, suasana di sekolah berubah. Erlang dan teman-temannya sudah resmi lulus, tapi cerita tentang mereka masih terus dibicarakan. Drama yang mereka tinggalkan seakan membekas, membuat banyak orang sulit melupakan.

Nama Erlang masih sering terdengar di lorong-lorong. Setelah insiden di prom night, ia dinyatakan koma. Kabar tentang kondisinya selalu jadi bahan gosip setiap pagi. Ada yang benar-benar merasa kasihan, tapi ada juga yang sibuk berandai-andai dan menyusun teori sendiri tentang apa yang sebenarnya terjadi malam itu.

Di sisi lain, kasus Ayanna—atau lebih tepatnya, Vania—masih ramai diperbincangkan. Beberapa media lokal terus memberitakan skandalnya, dari penipuan identitas hingga percobaan pembunuhan. Dulu, ia dikenal sebagai sosok yang cantik dan populer. Sekarang, namanya lebih sering disebut dengan nada sinis, identik dengan kebohongan dan kejahatan.

Di tengah semua itu, Fanya dan teman-temannya mulai mendapat perhatian lebih. Mereka yang membongkar kebusukan Ayanna kini dipandang dengan dua cara berbeda: ada yang mengagumi keberanian mereka, tapi ada juga yang menganggap mereka terlalu kejam. Yang jelas, mereka sekarang punya posisi yang lebih kuat di sekolah.

Sementara itu, kelas 12 yang baru dipenuhi rasa khawatir. Generasi yang dulu mengidolakan Erlang dan geng Lion Cave kini merasa kehilangan panutan. Sekolah jadi terasa lebih sepi, tapi di balik kesunyian itu, muncul satu pertanyaan besar: siapa yang akan mengisi posisi puncak berikutnya?

Bagi sebagian murid, semuanya tetap berjalan seperti biasa. Tapi bagi mereka yang menyaksikan kehancuran prom night, luka itu masih terasa nyata. Mungkin, sekolah ini memang tak akan pernah sama lagi.

***

Hari itu, suasana di depan papan pengumuman ramai seperti biasa. Daftar nama murid kelas 11 dan 12 terpampang jelas, menjadi pusat perhatian para siswa-siswi yang berdesakan di depannya. Beberapa bersorak senang karena sekelas dengan sahabat mereka, sementara yang lain menggerutu karena harus berpisah.

Di tengah keramaian, suara jeritan tiba-tiba terdengar.

"Aaaaa! Kenapa gue nggak sekelas sama lo, Vey?!" Thea merajuk sambil menarik lengan Harvey dengan dramatis.

Harvey hanya menatapnya datar. "Lo kenapa sih, Ya? Kayak baru aja kehilangan sesuatu."

Fanya yang berdiri di sampingnya cekikikan, lalu melipat tangan di dada. "Udah sih, Ya. Lo tiap tahun selalu bareng, harusnya lo muak."

"Tapi ini beda, Nya! Ini tahun terakhir kita bareng. Masa malah dipisah begini?!" Thea mengerucutkan bibirnya, terlihat benar-benar kecewa.

Xiaoting yang sedari tadi santai menelusuri daftar nama akhirnya menimpali. "Takdir, Ya. Kadang lo kira bakal sekelas sama bestie, ternyata Tuhan kasih plot twist."

Haruka yang mendengar keluhan Thea sejak tadi, hanya menghela napas pendek. "Lagian lo masih bisa ketemu tiap istirahat. Pulang sekolah juga bareng. Ngapain lebay?"

Tapi Thea tetap bersikeras. "Ih, beda! Kalo sekelas kan gue bisa nyontek!"

Harvey langsung meliriknya tajam. "Hah? Jadi lo sedih bukan karena kehilangan gue, tapi kehilangan sumber jawaban?"

Thea mengangkat bahu tanpa rasa bersalah. "Multifungsi lah, Vey. Lo itu sahabat, bodyguard, sekaligus Google berjalan."

Fanya menggeleng dramatis. "Sahabat atau alat bantu belajar?"

Di sudut lain, Haruka yang ikut melihat daftar nama tiba-tiba menghela napas panjang.

"Anjir, gue sendirian?" ucapnya lesu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gue Figuran? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang