Double update^^
-----------------------------
"Oh jadi ini tuh cewek murahan yang sekarang jadi istrinya Liano?!"
Perkataan Jenar membuat semua yang ada di halaman villa itu menghentikan aktivitasnya. Begitupun Elmira yang langsung membeku seketika. Ia tak menyangka akan mendapatkan hinaan dari keluarga Liano seperti ini. Hatinya sangat sakit mendengar ucapan itu, apalagi ada anak di rahimnya yang dapat mendengar ucapan orang di sekitarnya.
"Jen..." tekan Rimar, menatap tak suka kepada sepupunya.
Namun sepertinya Jenar tak merasa bersalah sama sekali, "Memang bener kan? Menantumu ini memang murahan, makanya pernikahan mereka dilakukan diam-diam."
Memang benar pernikahan Liano dan Elmira dilangsungkan secara tertutup. Hanya keluarga inti dan Naomi saja yang hadir di pernikahan mereka. Namun karena pernikahan mereka tertutup bukan berarti Jenar bisa seenaknya mempermalukan Elmira seperti ini. Apalagi tidak ada yang membelanya sekarang selain Rimar. Suaminya juga sudah masuk ke dalam villa.
"Udah cukup!" bentak Rimar. Ia tak ingin menantunya dipermalukan lagi. Baru saja ia akan memarahi Jenar jika Elmira tak menahannya.
"Mom, gapapa," ucap Elmira lembut lalu tersenyum dan menatap Jenar, "Maaf kalau udah bikin tante nggak nyaman. Saya permisi dulu."
Meninggalkan semua orang yang masih menatapnya, Elmira berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Dengan susah payah ia menahan air matanya agar tak menetes. Sangat sulit rasanya untuk tersenyum sekarang, hanya membuat hati Elmira semakin pedih. Namun ia tak memiliki pilihan lain selain tersenyum di depan Liano yang sudah berbaring di ranjang.
"Kenapa Lo?" tanya Liano, menyadari perbedaan pada diri Elmira.
Wanita itu menggeleng, "Gapapa, cuma capek aja."
"Beneran?"
"Iya."
Liano beranjak dari tidurnya, "Lo istirahat kalau gitu. Gue mau keluar, mau dibawain makanan nggak?" tanyanya yang dijawab gelengan oleh Elmira.
"Udah makan?"
Elmira kembali menggeleng membuat Liano berdecak, "Kalau jawab yang bener lah, pake suara. Kalau belum makan, keluar dulu buat makan habis itu baru istirahat."
Suara Liano yang terdengar tegas membuat air mata Elmira tak terbendung. Wanita itu akhirnya menangis, membuat Liano heran. "Aku nggak mau makan kak! Jangan dipaksa!" teriak Elmira putus asa.
Pria yang keheranan itu hanya dapat menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Menurutnya apa yang ia katakan masih wajar sebagai suami yang tidak ingin istrinya kelaparan. Namun mengapa istrinya malah menangis seperti ini?
Dengan penuh kesabaran, Liano mendekatkan dirinya pada Elmira dan merangkul wanita itu, memasrahkan bajunya basah karena air mata Elmira. Wanita itupun tak menolak perlakuan Liano dan malah membalas pelukan itu.
"Lo kenapa?" tanya Liano lembut yang hanya ditanggapi oleh gelengan Elmira.
Pria itu menghembuskan napasnya, "Hormon bayi lagi?"
Elmira kembali menggeleng membuat Liano frustasi. Ia akhirnya menyerah dan memilih untuk diam hingga Elmira berhenti menangis.
"Kak maaf ya."
Samar-samar Liano dapat mendengar ucapan wanita yang masih berada di pelukan. Namun ucapan Elmira tak begitu jelas ia dengar, "Lo ngomong apa, El?"
Hening. Elmira tak kunjung mengulangi kalimat nya, membuat Liano bertindak untuk mengangkat wajah Elmira agar menatapnya, "Pliss, bilang yang bener. Lo ngomong apa?"
"Maaf."
"Buat?"
Elmira kembali diam hingga akhirnya berucap, "Udah bikin kak Lian malu karena punya istri kayak aku."
Lagi dan lagi. Elmira kembali mengucapkan kalimat yang sulit untuk Liano dengar. Pria itu hanya menghembuskan napasnya, "Lo capek kan? Kita tidur sekarang."
Tanpa menunggu persetujuan Elmira, Liano langsung menarik tangan istrinya untuk tidur di ranjang. Liano tidur di samping Elmira dengan tangan yang mulai mengelus pelan perut Elmira, "Cepet tidur. Jangan mikir yang aneh-aneh dulu," titahnya.
"Kak—"
"Diem. Cepet tidur atau gue tinggal?"
Tanpa mengeluarkan suara lagi Elmira segera menutup matanya. Kenyamanan yang Liano berikan membuat nya dengan cepat masuk ke alam mimpi.
Sedangkan Liano yang merasakan napas Elmira sudah mulai teratur pun menyunggingkan senyumnya. Bumil...bumil, untung aja gue sabar, batinnya. Liano beranjak dari tidurnya. Ia sebisa mungkin memelankan gerakannya agar tak membangun kan Elmira.
Meninggalkan Elmira, Liano segera pergi menuju halaman villa yang sudah penuh oleh keluarganya. Ia langsung menuju tikar yang sudah penuh oleh kaum adam. Namun ia kembali heran saat semuanya terdiam ketika dirinya duduk. Berulang kali Liano menatap dirinya sendiri, tetapi tidak ada yang salah dengannya.
"Napa kalian natap gue gitu? Ada yang salah?"
Raffa, sepupu Liano menggeleng, "Istri Lo mana? Nggak ikut?"
"Tidur dia," jawab Liano seraya menuangkan beer ke dalam gelasnya.
Beer. Walaupun acara malam ini adalah acara keluarga besar dan banyak orang tua di sini. Namun bagi Liano dan saudaranya yang lain tak ada alasan untuk tak membawa minuman keras ini walaupun sudah berulang kali dilarang oleh para orang tua. Para pemuda ini tak dapat meninggalkan yang namanya alkohol.
"Istri Lo udah cerita belum?" tanya Rey, sepupu Liano yang lain seraya meneguk beer nya.
"Cerita apa? Emang istri gue kenapa?"
"Biasa tuh, nyokapnya si Raffa omongannya kasar ke istri Lo."
Raffa yang tak terima pun menoyor kepala Rey, "Nyokap Lo juga goblok. Kita keluar dari rahim yang sama, cuma beda lima menit. Lupa Lo?!"
"Tante Jenar apain istri gue?!"
"Sorry bro. Omongan nyokap kita kadang nggak difilter dulu. Dia ngatain istri Lo murahan," ucap Raffa tak enak hati. "Semoga istri Lo bisa maafin nyokap kita ya."
Mendengar penjelasan Raffa membuat Liano menghembuskan napasnya kasar. Akhirnya ia mengetahui alasan istrinya menangis. Jika saja Jenar bukanlah tantenya mungkin ia sudah membuat perhitungan. Namun Liano sangat hafal bagaimana sikap tantenya, membuat perhitungan pun tak akan membuat mulut pedas Jenar berhenti berkata julid kepada semua orang.
Liano kembali meneguk beer nya lagi dan lagi. Rasanya sangat ingin menuntaskan kemarahannya. Namun hanya ada beer sekarang yang dapat menjadi peralihannya.
"Inget waktu bro, jangan mabuk," tegur Rey.
"Bacot Lo! Ini juga karena nyokap Lo!"
Baik Raffa ataupun Rey tak ada yang berani mendebat Liano lagi karena mereka sadar, memang ibu merekalah yang salah disini. Mereka hanya dapat diam dan kembali meneguk beer mereka, menemani Liano malam ini. Entah seberapa kuat Liano berhadapan dengan alkohol malam ini.
"El...mira," racau Liano. Sepertinya pria itu sudah mulai kehilangan kesadaran setelah menghabiskan tiga botol beer.
"Ke...napa Lo nggak cerita hemm!!"
"Gue juga mau denger dari Lo!"
"Lo bikin gue khawatir!!!"
"FUCK!!!" umpat Liano lalu beranjak dari tempatnya. Ia berjalan dengan langkah sempoyong layaknya orang yang sedang mabuk.
"Mau kemana bro?!" tanya Raffa sedikit berteriak.
"Istri gue!"
~×To Be Continue×~
.
.
.Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan vote dan komen di lapak ini ya, Karena Hilla juga nggak lupa buat update cerita ini xixi. Bantu Hilla buat nemuin typo di bab ini ya🙌
Happy reading♥️♥️
~Hilla~
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE MARRIAGE [END] - Dasha x Bright
Romance⚠️WAJIB FOLLOW SEBELUM BACA⚠️ Berawal dari malam itu, malam yang telah merubah hidup ELmira. Awal dari sebuah pernikahan yang menyeramkan bagi Elmira. Peraturan dalam pernikahan: 1. Elmira harus mengurus sendiri bayi yang tengah ia kandung 2. Elmira...