58. Surprise in Paris

138 11 0
                                    

"Ah, udara Paris memang beda...." seru Risa takjub saat keluar dari bandara Charles De Gaulle, Paris. Ia merentangkan tangan seolah dirinya adalah burung yang terbang bebas.

"Tentu saja beda. Paris sudah masuk musim dingin, di mana-mana udara dingin di Eropa pasti beda dong dengan udara negara tropis," tukas Maya yang menyusulnya di belakang dengan komentar yang terlalu realistis.

"Jangan merusak kesenangan juga kenapa sih? Kenapa kamu senewen banget dari tadi?" sungut Risa kesal. Ia terpaksa mendorong troli berisi dua koper sekaligus karena Maya, sang tuan putri menolak untuk mendorong koper sendiri.

"Kenapa katamu? Mau mati saja rasanya puluhan jam aku duduk di kelas ekonomi. Seorang Maya Adhyaksa, perancang busana level internasional harus duduk di kelas ekonomi dan berdesakan dengan banyak orang. Seharusnya aku nggak memintamu mengatur perjalanan kita." Maya masih kesal dan menggeram ke arah Risa.

"Yah bagaimana lagi. Ini akhir pekan dan musim liburan. Semua kelas bisnis sudah habis."

"Kalau begitu jangan pilih penerbangan di akhir pekan, gampang kan?"

Risa tetap menggeleng, "Nope. Nggak bisa menunggu lebih lama lagi. Aku sudah kepengen ketemu Milana dan aku siksa dia supaya mengatakan alasan yang sebenarnya kenapa dia harus pensiun."

"Hhh, aku kira alasanmu kemari karena ingin liburan untuk menghindari cecaran pacarmu soal pernikahan," sindir Maya untuk ke sekian kalinya.

"Yah, itu juga sih. Tapi kenapa kamu tenang sekali? Biasanya kalau menyangkut Milana, kamu pasti mati-matian penasaran. Kamu benar-benar Maya atau bukan?"

Di luar dugaan, Maya terlihat tidak sepanik Risa saat Risa memberitahu kalau Milana akan pensiun. Keinginan untuk menjelajah Paris serta-merta berganti dengan keinginan menginterogasi Milana dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai Milana memutuskan hal semacam itu.

"Sebenarnya, aku sudah tahu dari Jasper tentang keputusan Milana akan pensiun," ucap Maya tiba-tiba.

"You what? Apa-apaan?"

"Jasper rutin berkomunikasi dengan Alexis. Karena itu Jasper tahu dan aku nggak sengaja nguping pembicaraan mereka di telepon."

"Jasper dan Alex? Apa-apaan tuh? Persatuan pria korban bucin Milana?" sindir Risa mengingat betapa aneh kombinasi Jasper dan Alexis. Seolah yang menyatukan mereka hanyalah kesamaan bahwa keduanya sama-sama mengincar Milana. Atau minimal pernah mencintai Milana mengingat kini Jasper sudah berstatus suami orang lain.

"Entahlah, sepertinya mereka bekerja sama dalam sesuatu, tapi aku nggak tahu apa. Aku berusaha menguping untuk mencari tahu, tapi percakapan mereka selalu rahasia. Yang jelas, aku tahu mereka banyak membahas tentang Nathan."

Risa menghela napas. Yeah, tentu saja. Ketika dua lelaki yang mencintai Milana bersekongkol, tentu saja tujuannya adalah menyingkirkan penghalang. Nathan sudah pasti adalah penghalang. Bahkan Risa pun berpikir begitu. Alangkah mudah hidup Milana jika gadis itu bisa menyingkirkan Nathan dari hatinya.

Udara dingin meniupkan hawa yang membuat Risa dan Maya seketika mengigil saat mereka berjalan ke pintu keluar bandara. Risa merasa mengenali seseorang yang berjalan melalui pintu keluar. Buru-buru, Risa menarik lengan Maya.

"Hey, kamu lihat yang di sana? Bukannya itu... Tante Hilda? Mamanya Tatiana."

Maya buru-buru menajamkan pandangan matanya. "Di mana?"

Risa sontak menyeret Maya mundur supaya keberadaan mereka tidak terlalu terlihat. Dilihatnya sosok wanita yang dimaksud Risa. Wanita yang berusia lima puluhan dan masih terlihat sangat cantik, Tante Hilda terlihat sangat mesra dengan seorang pria. Pria matang yang seusia ayah Milana tapi jelas pria itu lebih berwibawa dan lebih tua. Setidaknya dari penampilan mereka.

"Tunggu, ada Tatiana juga di sini. Sepertinya dia menyambut kedatangan mamanya. Kenapa Tatiana ada di Paris?"

"Tatiana memang sudah beberapa hari di Paris. Jasper bilang ada konferensi bisnis sekaligus kontrak kerjasama dengan brand kosmetik di Paris. Oh, gosh... nggak disangka kita malah melihat Tante Hilda gandengan tangan dengan pria lain selain papanya Milana. Wait, jangan-jangan dia selingkuh?" gumam Maya, penasaran.

Risa menghela napas. "Sudahlah, itu bukan urusan kita. Ayo kita pesan taksi dan pergi dari sini."

"You know what, aku tadi menyesal naik kelas ekonomi, tapi setelah melihat Tante Hilda dan siapapun selingkuhannya itu, rasanya aku bersyukur nggak perlu melihat mereka di kelas bisnis. Sumpah, pasti awkward banget."

Risa meringis kesal ke arah Maya yang baru tadi mengeluh seolah nyawanya terancam dengan duduk di kelas ekonomi, sekarang justru menganggap hal itu adalah berkah.

"Terserahhh! Sekarang, aku butuh istirahat di hotel sebelum nanti malam ketemu Milana. Milana bilang penerbangannya mendarat malam ini." Risa menarik lengan Maya keluar melalui pintu keluar bandara. Bersyukur Tante Hilda dan Tatiana sudah pergi lebih dulu.

***

"Tatiana dan Tante Hilda? Di sini?" Milana tampak terkejut setelah kedua sahabatnya memberitahu keberadaan dua wanita itu di Paris.

Mereka menikmati makan malam di sebuah restoran dengan pemandangan outdoor di atas rooftop. Obrolan yang tadinya berawal seputar bertanya kabar dan cerita Milana saat berhasil menjadi runner-up untuk kompetisi NHK Trophy, kini berganti dengan topik Tatiana dan ibunya.

"Tatiana katanya memang menghadiri konferensi bisnis di Paris, tapi aneh kalau Tante Hilda juga datang. Ditambah dia datang bergandengan tangan mesra dengan pria lain. Itu hal yang aneh," ucap Risa, mengunyah pelan foie grass di dalam mulutnya.

"Tante Hilda dengan pria lain? Siapa dia?"

"Sejujurnya aku juga penasaran karena rasanya aku lumayan akrab dengan wajah pria yang bersama Tante Hilda, tapi aku lupa di mana aku pernah melihatnya," tukas Maya, mengerutkan keningnya seolah ia bersusah payah untuk mengingat-ingat sesuatu sampai akhirnya ia lelah sendiri.

"Taruhan, dia pasti orang berpengaruh. Tante Hilda di luar terlihat jinak dan baik-baik saja, tapi aku yakin dia sama liciknya dengan Tatiana." Risa lanjut bicara.

"Yah, apa yang kita harapkan dari istri muda yang kesepian? Semua orang di dunia ini tahu betapa Henry Esanatmadja mencintai mendiang istrinya, mamanya Milana. Selir selalu terlihat cantik di awal hubungan, selanjutnya Tante Hilda hanya berguna sebagai pajangan. Namanya selalu disebut kalau kebetulan Pak Henry membawanya ke acara jamuan, pameran, makan malam atau.... AAAAAHHHHH!"

Teriakan Maya mengejutkan Milana dan Risa, tidak menyangka Maya tiba-tiba berteriak seolah histeris akan sesuatu.

"Hei, pelankan suaramu! Kamu kedengaran seperti orang yang mau diperkosa! Sial!" maki Risa, mencubit lengan Maya.

"May, kamu kenapa?" tanya Milana, seolah-olah mata Maya yang melotot adalah tanda bahwa dia baru saja mengetahui hal yang penting.

"Guys, sepertinya aku tahu siapa pria yang bersama Tante Hilda," ucap Maya tiba-tiba.

"Siapa?"

"Siapa?"

Milana dan Risa nyaris bersamaan saat bicara.

Maya mengeluarkan ponselnya. Mengetikkan sesuatu di situs pencari Google lalu menyodorkannya di depan Milana dan Risa.

"Dia adalah... orang ini!"

***

LOVE ME, TOUCH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang