29. Behind The Kiss

346 31 0
                                    

Milana merasakan betapa tubuhnya seperti melayang saat Nathan mengurung tubuhnya dalam pelukannya. Bibir mereka masih saling bertaut, saling menjelajah dengan lidah seolah ciuman ini tidak akan pernah cukup memuaskan dahaga. Sejujurnya Milana merasakan lututnya lemas dan tak bertenaga dengan situasi yang berbalik seratus delapan puluh derajat dari perdebatan mereka beberapa menit yang lalu. Bahkan dalam mimpi pun, ia tidak pernah membayangkan Nathan akan menciumnya seintim ini. Sekarang pria itu bahkan menciumnya habis-habisan dan ciumannya beralih ke leher, makin membuat napas Milana tersengal.

Lalu ponsel Nathan berdering. Kesibukan mereka saling memadu keintiman pun terinterupsi. Nathan dengan canggung menghentikan ciumannya dan membalikkan tubuh untuk mengangkat ponselnya.

"Randy? Ada apa?"

Milana hampir pasti akan mencekik Randy andai ia bertemu laki-laki itu. Berani-beraninya mengganggu momen berharga dirinya dan Nathan.

"Kamu yakin? Segawat itu?" suara Nathan terdengar cemas. Mendengar itu Milana seketika menghela napas. Ia sudah bisa menduga apa yang akan terjadi setelah ini.

"Oke aku akan ke sana segera."

Nathan menghela napas dan berbalik canggung ke arah Milana. Namun, Milana lebih cepat untuk bergerak. Ia buru-buru keluar dari apartemen Nathan tanpa megucapkan satu kata pun.

"Milana!" panggil Nathan. "Aku minta maaf."

Milana berbalik pelan dan menundukkan wajah. Ia takut tidak bisa menahan ekspresinya betapa peristiwa tadi membuat wajahnya memerah seperti kepiting rebus.

"Ma-maaf untuk apa?" tanyanya sedikit gugup.

"Aku... harus pergi karena ada urusan penting di kantor," jawab Nathan merasa bersalah.

Milana mengangguk, "Uhm, tentu saja... sudah seharusnya kamu pergi. Itu bukan masalah. Lagipula, aku juga mau beristirahat. Hari ini agak melelahkan ya?"

Milana hampir ingin memukul wajahnya sendiri karena mengatakan sesuatu yang bodoh seperti 'hari ini melelahkan ya?'. Sekalian saja ia mengoceh tentang cuaca untuk menambah betapa canggungnya berada di situasi semacam ini.

"Ya, kupikir kamu juga harus istirahat. Soal yang tadi, maaf karena aku—"

"It's okay. Kamu hanya terbawa suasana? Yah kadang-kadang hal semacam ini memang terjadi."

"Ya... tapi—"

"Aku benar-benar nggak apa-apa. Aku nggak akan salah paham. Tenang saja," ucap Milana masih menghindari menatap wajah Nathan. Ia buru-buru membuka kunci dan masuk ke apartemennya sendiri. Sesaat setelah pintu tertutup, Milana terduduk lemas. Jantungnya masih berdegup sangat kencang membayangkan saat ia berada di pelukan Nathan. Menatap dari dekat wajah pria yang sudah lama ia cintai. Merasakan betapa lembut ciuman di bibir Nathan yang perlahan menjadi liar dan menuntut. Milana masih merasakan dengan jelas hangat tubuhnya, wangi lembut parfum Nathan yang membangkitkan indra penciumannya. Seperti racun yang mematikan, seluruh peristiwa tadi seperti melumpuhkan saraf dan sisa-sisa kewarasan yang dimiliki Milana.

Astaga. Nathan menciumnya. Nathan benar-benar mengatakan ia menggila karena menganggap Milana sangat cantik dan memesona dengan gaun berbelahan terbuka ini. Oh, tuhan pasti wajah Milana saat ini sungguh memerah. Andai ciuman mereka berlanjut, Milana tidak yakin ia tidak akan meledak saat itu juga.

Ini gila. Ini gila!

Ya, Milana bisa gila kalau tidak melampiaskan apa yang ada di kepalanya dan menceritakannya pada teman-temannya. Ahh, tapi mereka mungkin masih sibuk menghadiri jamuan resepsi pernikahan Jasper dan Tatiana. Ditekannya tombol video conference call untuk mengundang Risa dan Maya dalam satu obrolan.

LOVE ME, TOUCH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang